Bisnis, JAKARTA — Tidak sebandingnya laju pertumbuhan investasi untuk pembangunan pabrik pengolahan bijih nikel kadar tinggi (saprolite) dengan pabrik pengolahan bijih nikel kadar rendah (limonit) membuat pemerintah kian waswas.
Sejak pemerintah melarang ekspor bijih nikel pada 2020, lonjakan investasi pada pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) nikel di dalam negeri cukup signifikan. Namun, sebagian besar mengolah saprolite dengan teknologi rotary kiln-electric furnace (RKEF) sehingga produk yang dihasilkan hanya berupa nickel pig iron (NPI) dan feronikel (FeNi) yang masih berupa produk setengah jadi.
Kedua produk nikel kelas dua itu menjadi bahan baku yang banyak digunakan untuk membuat baja tahan karat atau stainless steel. Produk tersebut biasanya juga hanya mengandung 30 persen hingga 40 persen nikel.
Baca juga: Tarik-Menarik Kepentingan AS dan Indonesia di Proyek Penghiliran