Menggairahkan Proyek Hunian di Kawasan Berorientasi Transit

Jika menginginkan rumah tapak dengan harga terjangkau di tengah kota sudah tidak mungkin karena komponen harga tanah mahal, maka yang memungkinkan untuk tinggal di apartemen. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak sekali hunian yang ditawarkan oleh pengembang berada di kawasan TOD Jabodetabek.

Yanita Petriella

13 Apr 2023 - 19.26
A-
A+
Menggairahkan Proyek Hunian di Kawasan Berorientasi Transit

-

Bisnis, JAKARTA – Kebutuhan akan hunian menjadi sebuah masalah klasik yang belum terpecahkan. Berbagai upaya dilakukan untuk dapat mengurangi angka backlog hunian yang saat ini berada di level 12,75 juta. Jumlah ini akan terus berubah seiring pertambahan kebutuhan sekitar 800.000 unit setiap tahunnya yang berasal dari pertumbuhan keluarga baru.

Untuk diketahui, backlog adalah kesenjangan antara jumlah rumah terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan oleh masyarakat. Backlog dihitung berdasarkan kebutuhan satu unit rumah untuk satu rumah tangga atau kepala keluarga (KK).

Saat ini, bagi sebagian kalangan membeli hunian di perkotaan besar sangat sulit karena harga yang telah melambung akibat keterbatasan lahan. Namun di sisi lain, membeli hunian dengan harga terjangkau harus merogoh kocek lebih dalam untuk biaya transportasi. Pasalnya, hunian murah memiliki lokasi yang jauh dari akses transportasi sehingga ada biaya yang harus dikeluarkan lebih besar.

Jika menginginkan rumah tapak dengan harga terjangkau di tengah kota sudah tidak mungkin karena komponen harga tanah mahal, maka yang memungkinkan untuk tinggal di apartemen. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak sekali hunian yang ditawarkan oleh pengembang menyematkan kalimat penawaran dekat dengan atau bahkan berada di kawasan Transit Oriented Development (TOD) di kawasan Jabodetabek. Pengembangan hunian berkonsep TOD memang tengah tren ditawarkan kepada masyarakat yang menyukai efisiensi baik bekerja maupun tinggal. 

Senior Advisor Research Knight Frank Indonesia Syarifah Syaukat mengatakan prospek peluang pasar properti di TOD moda raya terpadu (MRT) menunjukkan pertumbuhan positif di tahun lalu dan diperkirakan akan berlanjut di tahun 2023.

Berdasarkan data yang dihimpun dari Jakarta Property Highlight 2022 oleh Knight Frank Indonesia, diketahui bahwa rerata tingkat penjualan apartemen kondominium dengan konsep TOD lebih tinggi 2 persen dibandingkan rerata tingkat penjualan apartemen kondominium pada umumnya. 

Kondominium dengan konsep TOD umumnya menawarkan kelas middle, dengan rerata harga jual yang relatif lebih tinggi jika dibandingkan dengan proyek kondominium secara umum.

Hal di atas terjadi terutama mengingat kebutuhan commuter dari generasi milenial yang cukup tinggi, maka bisa dikatakan bahwa pasar apartemen TOD memang lebih diminati untuk generasi tersebut dan generasi yang lebih muda. Dengan rutinitas commuter, segmen ini mencari hunian yang dekat atau bahkan terintegrasi dengan sarana transportasi.

Jabodetabek menjadi locus hunian berbasis TOD saat ini. Memang TOD secara konsep mampu menjawab kebutuhan perumahan, pengembangan ruang secara compact, memelihara lingkungan dengan mengurangi polusi dan penggunaan BBM, dan mengoptimalkan produktivitas ruang.

“TOD yang ada saat ini cukup baik dan progresif, namun perlu diperhatikan ruang-ruang interaksi warga, sehingga simpul transportation hub ini, mampu menjawab produktivitas kota dengan lebih manusiawi,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (13/4/2023). 

Head of Research Colliers Indonesia Ferry Salanto menuturkan properti yang memiliki konsep TOD pada akhirnya akan lebih menarik bagi end user. Hal tersebut salah satunya karena didorong oleh berbagai macam kondisi yang terjadi. Dengan meningkatnya angka pembeli end user, pasar apartemen diharapkanakan semakin pulih.

“Hal ini mengindikasikan bahwa ada kebutuhan nyata untuk high rise residence seperti ini. Berdasarkan perbandingan antara 15 proyek TOD dan non TOD yang diluncurkan di Jakarta dan sekitarnya di tahun 2017, berlokasi pada area serta dalam masa periode peluncuran yang sama,” katanya.

Menurutnya, tren hunian TOD mengalami peningkatan. Hal in karena hunian tersebut menawarkan gaya hidup lebih praktis dan menunjang mobilitas tinggi dengan biaya transportasi lebih hemat. Tren kembalinya pola kerja dari kantor atau work form office (WFO) serta beroperasinya LRT Jabodebek membuka peluang pasar apartemen untuk dihuni.

Sepanjang tahun lalu, tingkat penyerapan hunian apartemen berbasis TOD di DKI Jakarta mencapai saat ini sekitar 74 persen, sedangkan apartemen non TOD serapannya 81 persen. Sejak tahun 2019 hingga 2022, tingkat penyerapan apartemen TOD mencapai sebesar 10 persen, sedangkan untuk apartemen non TOD hanya 4 persen.

Ferry menilai proyek TOD bertahan lebih baik terhadap kondisi pelemahan ekonomi terutama saat masa pandemi. Hal ini ditunjukan dengan proyek TOD yang kinerjanya lebih baik dibandingkan dengan proyek non-TOD yang mengalami perlambatan.

Apartemen TOD dan non TOD memiliki kelas yang berbeda sehingga menyebabkan laju kenaikan harga pada kategori TOD lebih tinggi karena angka penjualan yang lebih tinggi. Apartemen berbasis TOD di wilayah pinggiran Jakarta akan lebih diminati karena harga jual yang relatif terjangkau dibandingkan dengan apartemen non TOD di tengah kota Jakarta. Harga jual unit apartemen berbasis TOD saat ini berkisar Rp500 juta hingga Rp1,5 miliar per unit.

“Dengan akses transportasi yang semakin mudah ke pusat kota, hunian TOD di pinggiran akan lebih menarik pasar, khususnya end user,” ucapnya.

Baca Juga: Menilik Lebih Dekat Hunian Berkonsep TOD Bukan Sekadar Gimmick

Ditambah lagi, saat ini biaya transportasi pribadi yang semakin mahal dan tarif parkir yang terus naik akan mendorong dan memaksa masyarakat untuk menggunakan transportasi umum. Hal inilah yang membuat hunian TOD di pinggiran Jakarta juga semakin diminati.

Kendati demikian, saat ini pembeli hunian TOD masih didominasi oleh investor baik sebagai investor individual maupun agen atau broker properti. Berikutnya diikuti oleh pembelian untuk penggunaan pribadi oleh investor yang merupakan end user.

Sebagian besar pembeli lebih memilih metode pembayaran angsuran tunai langsung kepada developer agar dapat memonitor perkembangan pembangunan proyek. Pemerintah pun diharapkan dapat mendorong daya beli masyarakat yang belum punya rumah untuk memiliki apartemen TOD.

Untuk mendorong pasar hunian berbasis TOD, pemerintah dapat memberikan stimulus insentif Pajak Pertambahan Nilai yang ditanggung pemerintah (PPN DTP) yang pernah digulirkan pada 2021-2022. Insentif hunian TOD ini dinilai perlu dihidupkan lagi sampai kondisi perekonomian lebih stabil.

“Beberapa proyek apartemen berbasis TOD yang dekat dengan stasiun MRT di Fatmawati dan Lebak Bulus belum sepenuhnya bangkit karena faktor daya beli,” ujarnya.

Di sisi lain, pengoperasian MRT dan LRT diproyeksikan akan mengungkit pengembangan hunian di sekitarnya, khususnya hunian vertikal di kawasan berorientasi transit. Apartemen yang terintegrasi dengan moda transportasi publik seperti MRT dan LRT dapat menarik calon pembeli.

Apalagi, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuka kesempatan hunian vertikal yang dekat daerah transit memiliki ketinggian bangunan lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lain.

”Semakin tinggi hunian vertikal, harga setiap unitnya akan lebih terjangkau. Ini akan mendorong warga untuk tinggal dekat area transit angkutan umum. Apartemen berbasis TOD  perlu menggarap momentum itu. Pengembangan infrastruktur seperti MRT dan LRT, juga turut menjadi faktor yang mendorong kenaikan harga apartemen yang diperkirakan sampai akhir 2025 ada kemungkinan akan naik sekitar 2-3 persen,” terang Ferry. 

Head of Research Jones Lang LaSalle (JLL) Indonesia Yunus Karim menuturkan hunian vertikal yang berada berdekatan dengan transportasi publik dan aksesibilitas baik memang mendapatkan respon positif dari pasar. Hal ini karena aksesibilitas yang dekat dengan hunian memudahkan mobilitas masyarakat. 

“Seperti contohnya hunian yang dekat dengan LRT City karena LRT ditargetkan beroperasi tahun ini maka kedekatan dengan transportasi publik mendapatkan respon positif dari pasar,” katanya.

Wakil Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI) Bambang Ekajaya berpendapat problem utama di kota besar seperti Jakarta adalah trafik jam. Oleh karena itu, hunian berkonsep TOD menjadi solusi yang tepat untuk masyarakat di perkotaan karena terintegrasi dengan fasilitas transportasi membuat kemudahan bagi penghuninya.

“Kesulitan sarana parkir bisa direduce di hunian dengan konsep TOD apalagi jika integrated dgn kereta listrik, LRT, dan MRT. Kepastian waktu tempuh ke titik terminal yang lain memberi kenyamanan dan kepastian dari dan ke TOD,” ucapnya. 

Adapun tantangan utama dalam pembangunan hunian vertikal berbasis TOD tentunya pengadaan lahan tambahan khususnya di area dalam kota yang relatif sulit dan mahal. 

Saat ini, untuk harga unit apartemen komersial sangat bergantung pada market. Namun, sebagian TOD diarahkan untuk rusunami dengan harga yang dipatok pemerintah. Hal ini pun membuat pengembang swasta sulit untuk mengikuti karena harga jual yang sangat minim dibandingkan biaya konstruksi saat ini. 

Ditambah lagi, dalam pembangunan rusunami dilakukan di lahan hunian dekat dengan sarana transportasi yang sebagian besar dimiliki pemerintah sehingga tentunya lebih nyaman bekerja sama dengan pengembang BUMN. 

“Apalagi untuk apartemen komersial lagi lagi urusan kemudahan proses perizinan sampai dengan operation perlu dipermudah PBG, pembentukan SP3RT, dan SLF yang biayanya sangat mahal,” tutur Bambang.  

Baca Juga: Seribu Jurus Mendinginkan Backlog Permudah Punya Rumah Pertama


Hunian Milenial

Berdasarkan data Kementerian PUPR, sebanyak 81 juta milenial di Indonesia belum memiliki rumah. Agar para milenial bisa memiliki rumah, pemerintah pun tidak tinggal diam. Pemerintah melalui Kementerian BUMN dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berserta Perum Perumnas, Bank BTN, PT Kereta Api Indonesia (KAI), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT Telkom Indonesia Tbk untuk berkolaborasi membangun hunian yang terintegasi dengan stasiun kereta api. Selain itu, pembangunan juga melibatkan beberapa perusahaan BUMN Karya, seperti PT Adhi karya (Persero) Tbk. (ADHI), dan PT PP (Persero) Tbk. (PTPP).

Adapun hunian yang dibangun oleh pemerintah yang terintegrasi dengan stasiun kereta api ini memiliki harga yang terjangkau. Memang pengembangan konsep TOD dinilai menjadi langkah yang tepat untuk kawasan perkotaan karena pemenuhan kebutuhan hunian dan lifestyle diintegrasikan yang dengan transportasi publik.

Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan hunian berkonsep TOD menjadi hunian perkotaan di masa depan. Selain memudahkan masyarakat untuk melakukan perjalanan juga bisa membantu menekan macet di perkotaan seperti di Jakarta. Hunian TOD ini pun diyakini diminati oleh kalangan milenial dan juga Gen Z. 

Hingga saat ini, Kementerian BUMN telah menyelesaikan sejumlah 8.348 unit apartemen proyek hunian milenial dengan total pendanaan mencapai Rp5 triliun. Dari 8.348 unit tersebut, sudah terjual sebanyak 65 persen dengan 41 persen konsumen merupakan generasi milenial. Hunian milenial tersebut dibangun di sejumlah lokasi, antara lain Depok, Jakarta, Tangerang, Bogor, dan Karawang. 

“Sebagai laporan kita sudah menyelesaikan tujuh lokasi dengan total pendanaan Rp5 triliun di mana total unit ini 8.348. Alhamdulillah, tingkat kelakuannya di atas 65 persen dan 41 persen adalah milenial yang beli,” ujarnya. 

Adapun, untuk apartemen Samesta Mahata Margonda di Depok tersedia 940 unit dan sebanyak 78 persen unit sudah terjual. Dengan demikian, sekitar 733 unit apartemen tersebut sudah laku terjual. Pihaknya berencana meluncurkan sebuah apartemen hunian milenial di Klender setelah Lebaran. 

Dalam pembangunan hunian milenial, Kementerian BUMN bersama Kementerian PUPR melibatkan sejumlah perusahaan pelat merah, antara lain Perum Perumnas, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN), dan PT PLN. 

Selain itu, PT Kereta Api Indonesia juga turut terlibat dalam memanfaatkan lahannya sebagai bangunan hunian. Dia menyebut, PT KAI akan melakukan paparan kepada pihak Kementerian BUMN untuk pembangunan hunian lainnya.

“PT Kereta Api sudah akan paparan kepada saya dan para wakil menteri di mana titik-titik berikutnya yang ada di luar Jakarta,” tuturnya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) selalu mengingatkan bahwa 75 persen wilayah Indonesia merupakan laut dan 25 persen darat. Hal ini menimbulkan terjadinya keterbatasan lahan di Indonesia.

Dia juga menyebut, tingkat total penduduk kota atau urbanisasi mencapai 56,7 persen, sedangkan penduduk desa mencapai 43,4 persen. Menurutnya, angka tersebut menunjukkan wilayah perkotaan akan semakin padat.

Oleh karena itu, Kementerian BUMN dan Kementerian PUPR mencanangkan sinergi antara transportasi dengan hunian dengan konsep  TOD. Konsep hunian tersebut dinilai dapat menekan penggunaan kendaraan pribadi sehingga mengurangi tingkat kemacetan.

“Tentu wilayah perkotaan akan semakin padat dan akan makin menantang dalam mengatur transportasi dan hunian untuk masyarakat,” katanya. 

Presiden Jokowi mengapresiasi terealiasinya pembangunan proyek hunian milenial untuk Indonesia yang berkonsep TOD di Depok, Jawa Barat. Melalui proyek hunian milenial, generasi muda saat ini memiliki peluang untuk mendapat fasilitas yang baik serta akses penunjang yang mumpuni, khususnya untuk kebutuhan pokoknya, yaitu papan.

Apalagi, nilai jual dari hunian milenial di Depok masih terjangkau. Bagi yang berminat juga bisa mendapatkan subsidi dari pemerintah sehingga harga termurahnya hanya sekitar Rp200 juta hingga Rp500 juta.

“Paling penting ini disiapkan untuk milenial yang mana kalau mereka beli [hunian] bonusnya dapat kereta api. Bayangkan, bangun tidur, mandi, langsung lompat masuk ke KRL. Ke manapun bisa sehingga semuanya tidak tergantung dengan kendaraan pribadi, dengan mobil yang memacetkan utamanya di Jabodetabek,” tuturnya.

Oleh sebab itu, Jokowi memerintahkan agar Kementerian BUMN, Kementerian PUPR, dan pihak terkait agar turut membangun fasilitas serupa di kota-kota lain yang mengalami permasalahan kemacetan.

“Perlu dikembangkan di semua kota utamanya lahan-lahan PT KAI yang tidak termanfaatkan dengan baik nanti kerja sama dengan PT Perumnas, Kementerian PUPR harus kita bangun sebanyak-banyaknya hunian ini. Sekali lagi, saya senang di Depok ini lompat ke RS dekat, ke UI dekat, ke HI juga deket karena langsung loncat ke kereta api sampai dalam waktu yang singkat,” terang Jokowi.

Menurutnya, saat ini setiap kota-kota besar di seluruh Tanah Air dan tidak hanya terbatas di Jabodetabek memang harus membangun hunian yang vertika lantaran luas lahan yang tak berbanding lurus dengan pertumbuhan penduduk di Indonesia.

“Sehingga kekurangan hunian baik milenial maupun masyarakat itu bisa tersedia dengan baik dan yang paling penting, cepat bisa menjangkau ke semua titik yang diinginkan seperti yang di sini. Mau kuliah dekat, ke RS dekat, mau ke tengah kota tinggal masuk ke KRL langsung sudah 10-15 menit sampai. Hunian yang terintegrasi dengan transportasi massal itu yang diperlukan. Tidak semua orang pakai mobil, semuanya beli mobil, sehingga macet di mana-mana. Saya kira jangka panjang ini contoh yang baik,” katanya.

Selain itu, dia juga menjelaskan konsep TOD atau pembangunan berorientasi transit yang menjadi kebutuhan mendesak saat ini dibangun lebih awal di sekitaran Jabodetabek. Penyebabnya, dalam perencanaan perkotaan saat ini dibutuhkan pengembangan perkotaan yang memaksimalkan jumlah ruang perumahan, bisnis, dan rekreasi dalam jarak berjalan kaki dari angkutan umum.

“Oleh karena itu, titik-titik TOD yang siap itu yang dibangun terlebih dahulu karena kalau kita mengikuti hunian yang ada di luar Jakarta dan membawa transportasinya ke sana, belum tentu mudah karena harus ada pembebasan yang paling sulit adalah pembebasan lahan. Sedangkan ini kan lahannya sudah ada itu yang cepat segera dibangun dan paling penting masyarakat ada pilihan-pilihan yang di dekat kota ada, transportasi massa ada,” ujar Jokowi.

Direktur Utama Perum Perumnas Budi Saddewa Soediro menyampaikan unit subsidi di apartemen Samesta Mahata Margonda, Depok, Jawa Barat ludes terjual. Adapun terdapat 182 unit subsidi dari total 940 unit yang ada di apartemen Samesta Mahata Margonda, Depok, Jawa Barat. Unit subsidi dijual dengan harga kurang lebih Rp200 juta dengan uang muka hanya Rp1 juta. Adapun luas untuk unit subsidi adalah  23,05 meter persegi, 24,26 meter persegi, dan 26,12 meter persegi. 

“Yang subsidi totalnya 182 unit dan itu sudah sold out, sekarang tinggal yang komersil,” katanya.

Perumnas memiliki tiga lokasi hunian vertikal TOD, yaitu Samesta Mahata Serpong di Stasiun Rawa Buntu, Tangerang Selatan, Banten; Samesta Mahata Margonda di Stasiun Pondok Cina, Depok, Jabar; dan Samesta Mahata Tanjung Barat di Stasiun Tanjung Barat, Jakarta. Saat ini, hunian vertikal TOD Perumnas itu terserap lebih dari 60 persen.

Kami tengah berkomitmen untuk berkontribusi menyelesaikan permasalahan backlog, dengan menyasar milenial sebagai konsumen Perumnas. Sesuai data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat pada 2019, sebanyak 81 juta orang, termasuk milenial, belum memiliki hunian,” tuturnya. 

Selain itu, BUMN Karya, anak usaha dari PT Adhi Karya Tbk, PT Adhi Commuter Properti Tbk (ADCP) juga masif dalam mengembangkan konsep hunian terintegrasi transportasi massal di sekitar stasiun Light Rail Transit (LRT) Jabodebek. 

Adapun terdapat  12 proyek yang dikembangkan ADCP meliputi: LRT City Bekasi - Eastern Green, LRT City Bekasi – Green Avenue, LRT City Sentul, LRT City Jatibening, LRT City Ciracas, LRT City MTH Office, LRT City Tebet, LRT City Cibubur, Cisauk Point- Member of LRT City, Oase Park – Member of LRT City, Grand Central Bogor – Member of LRT City, serta Adhi City Sentul.

Anak usaha PT Adhi Karya Tbk. (ADHI), PT Adhi Commuter Properti Tbk. (ADCP) menargetkan penjualan Rp2 triliun dari proyek LRT City. Hal ini seiring dengan pengoperasian Lintas Rel Terpadu (LRT) pada Juli 2022. 

Direktur Pengelolaan Properti ADCP Hanif Setyo Nugroho mengatakan penjualan poryek LRT City tahun lalu yang diperoleh Adhi Commuter Properti yakni sebesar Rp1,2 triliun. Dia meyakini akan ada peningkatan penjualan dengan beroperasinya LRT.

LRT akan memberikan peningkatan demand dengan proyeksi sebesar 70 persen di tahun ini. Sebab, konsep TOD yang semula hanya gambaran konsep pengembangan semata, kini telah secara bertahap telah direalisasikan oleh ADCP. 

Adapun, LRT City akan menghadirkan 12 lokasi TOD yaitu LRT City Sentul, LRT City Bekasi - Eastern Green, Cisauk Point, LRT City Jatibening, LRT City Bekasi - Green Avenue, LRT City Ciracas, Oase Park, LRT City MTH, LRT City Tebet, Adhu City Sentul, Grand Central Bogor, LRT City Cibubur. 

Saat ini yang sudah serah terima yakni LRT City Bekasi - Eastern Green, LRT City Jatibening, Adhi City Sentul, LRT City MTH, dan Royal Sentul Park. (Yanita Petriella / Akbar Evandio / Ni Luh Angela)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Yanita Petriella

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.