Menggali Ceruk Bisnis Startup Kesehatan Mental

Potensi layanan kesehatan mental akan lebih maksimal diarahkan pada kebutuhan segmen korporasi atau business to business  (B2B). Kolaborasi dengan korporasi membuat startup bidang ini memiliki konsumen tetap yaitu para karyawan perusahaan.

Redaksi

30 Nov 2021 - 11.37
A-
A+
Menggali Ceruk Bisnis Startup Kesehatan Mental

Kesehatan mental/istimewa

Bisnis, JAKARTA — Pandemi Covid-19 menjadi katalis pertumbuhan bisnis perusahaan rintisan berbasis layanan kesehatan mental. Sayangnya, potensi pendanaan untuk startup di bidang ini masih terhalang oleh prospek pasar yang cenderung tersegmentasi.

Founder & CEO Bicarakan.id Andreas Handani mengatakan startup penyedia layanan kesehatan mental berbasis teknologi mulai menjamur selama pandemi hampir 2 tahun belakangan.

“Kebutuhan untuk konsultasi dengan psikolog demi menjaga kesehatan psikologis seseorang meningkat," ujarnya saat dihubungi Bisnis, baru-baru ini.

(BACA JUGA: Merah Putih Fund, Gimik Pemerintah demi Ambisi Jorjoran Unikorn?)

Berdasarkan data yang dihimpun Bicarakan.id, sebelum pandemi platform konseling tersebut hanya melayani 2—3 orang setiap hari. Setelah 1,5 tahun pandemi, jumlah klien konsultasi daring harian bertambah lebih dari 70 orang.

Terkait dengan pendanaan, Andreas melanjutkan, Bicarakan.id pada mulanya didirikan dengan 100 persen uang pribadinya. Modal tersebut dipakai untuk membangun laman daring dan aktivasi iklan daring.

Saat ini, perusahaan telah mengantongi putaran pendanaan tahap awal (preseed funding) dari perusahaan modal ventura East Ventures dengan nominal yang dirahasiakan.

(BACA JUGA: Didominasi Bisnis Kopi, Startup Mamin Sulit Lahirkan Unikorn)

Setelah pendanaan tersebut Bicarakan.id mengaku masih fokus untuk menyempurnakan layanan konseling berbasis teknologi di aplikasi dan laman daring. Selain konseling, Bicarakan.id sedang mengembangkan fitur meditasi yang 100 persen gratis. 

Ke depan perusahaan berencana menjalin kolaborasi dengan organisasi layanan kesehatan fisik (medis) lantaran kesehatan fisik dan mental adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.

Dengan kerja sama tersebut, Andreas ingin menyediakan layanan kesehatan yang holistik.

(BACA JUGA: Nasib OTA, Jadi Lini Startup Terboncos Saat PPKM Level 3 Nataru)

Sebagai informasi, saat ini jumlah klien Bicarakan.id mencapai 50—75 orang per hari. Para klien tersebut ditangani oleh 26 psikolog klinis. Adapun, aplikasi Bicarakan.id telah diakses oleh 2.500 pengguna.

Layanan yang disediakan Bicarakan.id adalah konseling daring, konseling tatap muka, berbagai macam assessment psikologis, dan beragam program terapi psikologis seperti CBT, ACT, DBT, dan lain lain.

Selain itu ada juga konseling pasangan, konseling suami istri, dan konseling keluarga. Saat ini, biaya per sesinya dimulai dari Rp189.000.

Platform layanan konsultasi daring kesehatan mental lainnya, Riliv, juga tengah getol memperluas jangkauan pengguna dan klien seiring dengan makin tingginya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan mental.

CEO Riliv Audrey Maximillian menyebut banyak psikolog tertarik dengan adanya penyedia layanan kesehatan mental berbasis teknologi.

"Hal ini bisa membantu kami menjangkau lebih banyak pengguna khususnya di luar Jawa yang mungkin sedikit terhambat dari segi kesediaan psikolog," ujarnya.

Riliv mencatat adanya peningkatan akses layanan konseling pada masa pandemi Covid-19, yang memang memicu kerentanan kesehatan mental seperti kecemasan (anxiety disorder) atau perasaan putus asa (mental depressive disorder).

Audrey yakin masih banyak potensi yang dapat dikembangkan dengan sinergi teknologi dan kesehatan mental, seperti integrasi layanan kesehatan lain berupa meditasi mindfulness dan mood tracker.

Audrey mengatakan perusahaannya membuka pintu seluas-luasnya untuk kerja sama dengan berbagai kalangan seperti perusahaan maupun kolektif lain untuk menciptakan ekosistem kesehatan mental yang integratif.

POTENSI PASAR

Sementara itu, kalangan pemodal ventura menilai startup bidang layanan kesehatan mental memiliki potensi pasar yang cukup lebar. Sayangnya, potensi tersebut belum diimbangi dengan tingginya permintaan layanan oleh masyarakat luas.

Bendahara Asosiasi Modal Ventura dan Startup Indonesia (AMVESINDO) Edward Ismawan Chamdani menyebut startup kesehatan mental cenderung memiliki segmentasi pasar yang sempit dibandingkan dengan startup teknologi kesehatan (healthtech) pada umumnya.

"Ceruk pasar terbatas dan para penderita banyak tidak menyadari kondisinya," ujarnya.

Edward berpendapat potensi layanan kesehatan mental akan lebih maksimal diarahkan pada kebutuhan segmen korporasi atau business to business  (B2B). Kolaborasi dengan korporasi membuat startup bidang ini memiliki konsumen tetap yaitu para karyawan perusahaan.

Co-Founder & Managing Partner Ideosource Venture Capital tersebut juga menyarankan agar startup kesehatan mental mengembangkan bisnisnya dengan menjalin kolaborasi bersama pemain healthtech yang memiliki ekosistem layanan lebih luas

Startup kesehatan mental juga dapat masuk dalam ekosistem aplikasi super sebagai salah satu layanan yang disediakan dan dapat diakses dalam satu aplikasi. 

Menurut Edward, tidak banyak investor yang tertarik menggelontorkan dana ke startup kesehatan mental.

"Bisa dibilang investor yang tertarik di ceruk pasar ini adalah yang sudah memiliki startup layanan kesehatan umum atau investor yang sadar bahwa investasi mereka memang menargetkan segmen yang lebih spesifik," ucapnya.

Founder UMG IdeaLab Kiwi Aliwarga menyebut tren pendanaan startup kesehatan mental untuk saat ini masih terbatas karena belum banyak masyarakat tahu dan sadar dengan pentingnya kesehatan mental. 

"Setelah pemberitaan dan kesadaran meningkat, 2 tahun ke depan akan mulai gencar investasi ke startup di ranah kesehatan mental ini," ujarnya. 

Menurutnya, startup di sektor tersebut memiliki peluang yang sangat besar, tetapi tantangannya juga banyak. Hal itu disebabkan sebagian klien tidak sadar dengan kondisi mentalnya sehingga merasa tidak membutuhkan layanan psikolog.

"Masyarakat baru mengakses layanan kesehatan mental ketika sudah kondisi parah sekali," ucapnya. 

Sebagai investor, dia melanjutkan, beberapa proposal pendanaan dari startup kesehatan mental pernah diterima oleh perusahaannya tetapi batal karena sumber daya manusia yang tersedia masih terbatas. 

Kiwi menambahkan saat ini kalangan investor juga masih belum banyak melirik startup kesehatan mental karena adopsi teknologi yang masih minim.

Saat startup kesehatan mental sudah mampu mengadopsi berbagai macam teknologi dalam layanannya, ke depan  investor akan datang dengan sendirinya. "Saya sendiri tertarik investasi di sana," ucap Kiwi. 

KERJA SAMA

Di sisi lain, startup penyedia layanan kesehatan mental dinilai tetap memiliki peluang walaupun perkembangannya tidak secepat healthtech dengan layanan yang lebih menyeluruh. Salah satu strategi yang bisa ditempuh adalah melalui kolaborasi.

Peneliti ekonomi digital Institut for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda berpandangan bisnis startup kesehatan mental saat ini masih sulit berkembang karena masyarakat masih malu mengakui kondisi kesehatan mentalnya.

Kebanyakan masyarakat menolak kondisi tersebut dan enggan mengakses layanan konseling.

Walaupun demikian, Huda mengatakan startup kesehatan mental tetap memiliki kesempatan untuk berkembang jika mereka bersedia menjalin kerja sama dengan ekosistem yang lebih luas.

"Terlebih tren healing, adanya burnout pekerjaan, dan media sosial mendorong praktik healthtech di bidang kesehatan mental. Terutama di media sosial perngaruhnya sangat tinggi sekali," ucap Huda.

Ketua Asosiasi Healthtech Indonesia Gregorius Bimantoro menambahkan startup kesehatan mental dapat berkolaborasi dengan startup healthtech yang memiliki layanan lebih luas.

Upaya tersebut menurut Gregorius dapat memperluas ekosistem bisnis layanan kesehatan berbasis teknologi.

"Healthtech ini luas, dan terus berkembang. Kita bisa kolaborasi saling support juga kan," ujarnya. (Thovan Sugandi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.