Bisnis, JAKARTA – Negeri Tirai Bambu tengah dilanda krisis properti. Sejak tahun lalu, sektor properti di China bertubi-tubi mengalami masalah yang berujung krisis di pasar.
Krisis properti di China terjadi ketika para pembeli rumah yang frustrasi berhenti melakukan pembayaran hipotek pada unit hunian yang belum selesai dibangun. Boikot hipotek sebagai bentuk protes terhadap proyek yang tak kunjung selesai.
Hipotek merupakan kredit yang diberikan atas dasar jaminan berupa benda tidak bergerak. Setelah boikot hipotek terjadi, para pengembang pun kewalahan mengelola utang yang menggunung. Krisis properti di China ini tentu berdampak pada perekonomian negara tersebut.
Sektor properti di China menyumbang seperempat dari Produk Domestik Bruto (PDB) China. Sektor properti China berkembang pesat setelah reformasi pasar pada 1998. Permintaan melonjak di kelas menengah yang sedang tumbuh dan memandang properti sebagai aset keluarga utama serta simbol status. Perkembangan ini diikuti dengan akses mudah ke pinjaman. Bank-bank China bersedia meminjamkan uang sebanyak mungkin untuk pengembang maupun pembeli.