Merengkuh Asa Kemandirian Pembiayaan Perumahan dan Zero Backlog

Dalam menyelesaikan backlog hunian yang mencapai 12,7 juta saat ini dan ditambah tumbuhnya 700.000 hingga 800.000 kepala keluarga baru setiap tahunnya tidak memungkinkan untuk menggunakan anggaran APBN. Oleh karena itu, BP Tapera tengah membuka tabungan rumah Tapera dalam mengumpulkan dana murah.

Redaksi

8 Okt 2023 - 23.23
A-
A+
Merengkuh Asa Kemandirian Pembiayaan Perumahan dan Zero Backlog

Ilustrasi rumah subsidi. /dok Bisnis

Bisnis, JAKARTA – Angka backlog di level 12,71 juta berdasarkan data Susenas BPS pada 2021 masih menjadi persoalan yang pelik. Diperkirakan angka backlog setiap tahunnya mengalami penambahan mencapai 700.000 hingga 800.000 kepala keluarga baru.

Terlebih, pemerintah menargetkan dapat mengentaskan permasalahan kepemilikan hunian atau zero backlog pada Indonesia Emas tahun 2045 mendatang. Untuk mencapai target tahun 2045 ini tentu perlu terobosan. Jika tidak, tahun 2045, pada saat Indonesia Emas, 100 tahun Indonesia merdeka, jumlah backlog diperkirakan dapat mencapai 25 juta unit atau 25 juta kepala keluarga tidak memiliki rumah.

Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk menekan angka backlog perumahan mulai dari program Sejuta Rumah, skema pembiayaan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM), Subsidi Selisih Bunga (SSB), Bantuan Stimulant Perumahan Swadaya (BSPS), Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT), rumah susun (rusun) dan rumah khusus (rusus) melalui Kementerian PUPR, dan lain sebagainya. 

Sejak tahun 2010, pemerintah telah mengalokasikan investasi pemerintah untuk program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebesar Rp108,5 triliun yang disalurkan melalui dana bergulir maupun Penyertaan Modal Negara (PMN). Dari total Rp108, 5 triliun tersebut, Pemerintah telah mengucurkan anggaran sebesar Rp79,77 triliun sepanjang 2010 hingga 2022 untuk program subsidi kredit pemilikan rumah (KPR) dengan skema FLPP. Kucuran dana tersebut dimaksudkan untuk membantu pembiayaan perumahan kepada MBR sehingga dapat mengatasi persoalan backlog perumahan.

Dalam rentang 2010 hingga Juli 2023, program FLPP telah mendukung kepemilikan rumah sebanyak 1.289.748 unit rumah yang tersebar di seluruh Indonesia. Penerima manfaat program FLPP ini didominasi oleh pekerja swasta dengan porsi 77 persen, diikuti ASN 9 persen, wiraswasta 7 persen, TNI/polri 4 persen, dan sisanya 3 persen dari sektor lainnya.

Sepanjang tahun ini, pemerintah telah mengalokasikan investasi dalam APBN untuk mendukung program FLPP kepada Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) sebesar Rp19,48 triliun dan PMN kepada PT Sarana Multigriya Finansial (Persero)/PT SMF sebesar Rp1,53 triliun.

Pemerintah pun telah berupaya selama sembilan tahun terakhir melakukan percepatan pembangunan perumahan bagi seluruh masyarakat melalui Program Sejuta Rumah (PSR). Adapun mulai dari 2015 hingga Juli tahun 2023, angka PSR mencapai 7,98 juta unit.


Baca Juga: Pengentasan Backlog Hunian Berpacu Waktu dan Keluarga Baru



Bidik Pekerja Mandiri

Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) Adi Setianto mengatakan dalam menyelesaikan backlog hunian yang mencapai 12,7 juta ini tidak memungkinkan untuk menggunakan dana APBN.

Sesuai dengan amanah dari UU No. 4 tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat Tapera, visi BP Tapera adalah mewujudkan kepemilikan rumah yang layak dan terjangkau bagi Peserta MBR melalui pembiayaan dana murah berkelanjutan berlandaskan gotong-royong. Nantinya peranan APBN akan digantikan dana masyarakat melalui tabungan rumah Tapera.

BP Tapera memiliki program Tabungan Rumah Tapera (TRT) yang ditujukan untuk para pekerja mandiri di luar Aparatur Sipil Negara (ASN) dan TNI/Polri untuk bisa menabung dengan skema saving plan dan memperoleh pembiayaan perumahan. Target tabungan rumah Tapera ini adalah pekerja mandiri/informal dengan penghasilan tidak tetap seperti wiraswasta, UMKM, pekerja seni, para pekerja kontrak dan jasa pengemudi daring.

Adi menuturkan masyarakat yang memiliki penghasilan di atas Rp8 juta per bulan dapat menabung di Tapera dimana nantinya dananya akan dikelola dan dipinjamkan kepada kalangan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam membeli rumah pertama. Hal ini sebagai upaya dalam mengentaskan angka backlog, apalagi sebesar 60 persen kalangan MBR tersebut merupakan pekerja mandiri yang sulit memiliki akses ke perbankan atau unbankable.

“Ini seperti BPJS Kesehatan dimana tabungan masyarakat akan dikelola, masyarakat yang penghasilannya tinggi, dananya dipinjam untuk membantu MBR memiliki rumah. Masyarakat di atas Rp8 juta ini bisa menggunakan tabungan tapera ini untuk merenovasi rumahnya,” ujarnya, Sabtu (7/10/2023).

Dia menilai jika seluruh masyarakat Indonesia menabung Tapera ini maka ke depannya beban APBN dalam membiayai perumahan akan berkurang. Hal ini karena pembiayaan perumahan akan digantikan dengan dana masyarakat.

Para prinsipnya, lanjutnya, kebutuhan pembiayaan rumah masih sangat besar. Buktinya, compounded annual growth rate (CAGR) atau dikenal dengan tingkat pertumbuhan tahunan gabungan penyaluran dana FLPP BP Tapera mencapai 27,42 persen selama 2020-2023.

“Sekarang tinggal bagaimana masyarakat menjangkau BP Tapera atau sebaliknya,” katanya. 


Baca Juga: Asa Tapera di Tengah Mimpi Masyarakat Punya Rumah Pertama 


BP Tapera memberikan pembiayaan perumahan melalui dana Tapera dan FLPP. Pembiayaan dana tapera terdiri atas KPR, kredit bangun rumah (KBR), dan kredit renovasi rumah (KRR) dengan suku bunga kompetitif 5 persen. Dalam KPR, tenor pembiayaan BP Tapera mencapai 35 tahun untuk sarusun dan 30 tahun untuk rumah tapak, sedangkan KBR 20 tahun, dan KRR 10 tahun. Sementara itu, bunga KPR dana FLPP yang disalurkan BP Tapera 5 persen dan tenor 20 tahun.

Adapun sumber dana tapera berasal dari hasil penghimpunan peserta, hasil pemupukan simpanan peserta, hasil pengembalian kredit, dan hasil pengalihan aset tabungan perumahan pegawai. Kemudian, dana lainnya, seperti wakaf, dan dana FLPP.

Adi menuturkan kepesertaan Tapera berasal dari ASN, pekerja swasta, dan pekerja mandiri (non fixed income). Sepanjang tahun ini, BP Tapera menargetkan menjadi 30.000 peserta mandiri dengan target penyaluran FLPP sebanyak 50.000. Adi optimistis bisa mencapai target 30.000 pekerja hingga akhir tahun meski jumlah peserta mandiri BP Tapera saat ini baru mencapai 10 orang. Tahun depan, BP Tapera menargetkan 160.000 pekerja mandiri tergabung menjadi peserta TRT. 

“Kami terus gandeng komunitas unbankable bersama dengan Bank BTN untuk dapat meningkatkan kepesertaan mandiri,” ucapnya.

Dia menjamin dana peserta digunakan untuk membiayai perumahan dan dikelola oleh pihak ketiga. Pengelolaan dana peserta berdasarkan kontrak dana pengelolaan tapera (KDPT) oleh bank kustodian (BK). Selanjutnya, BK dalam rangka pemupukan dana Tapera bekerja sama dengan manajer investasi untuk melakukan kontrak investasi kolektif (KIK). Instrumen investasinya adalah yang berisiko rendah, seperti pasar uang, obligasi, surat berharga perumahan, dan investasi lain yang aman dan menguntungkan.

“Manajer investasi (MI) pengelola dana KIK tapera adalah Bahana, Batavia Prosperindo, BNI Asset Management, Mandiri Investasi, Danareksa Investment Management, Schroders, dan Manulife Investment Management. Selanjutnya, BP Tapera memberikan informasi jumlah saldo tabungan, jumlah unit pernyataan dan NAB per unit,” tutur Adi.

Dia mencatat, nilai aktiva bersih (NAB) atau unit penyertaan (UP) terus naik sejak diluncurkan pada 14 Juni 2021. Waktu itu, NAB/UP mencapai Rp 1.000, sedangkan per 29 September 2023 mencapai Rp 1.075 dengan NAB Rp7,21 triliun. Artinya, imbal hasil KDPT sejak peluncuran pada 2021 mencapai 7,53 persen (net), di atas deposito Himbara sebesar 2,78 persen (gross).

Sementara itu, KDPT syariah dirilis pada Februari 2022 dengan NAB/UP Rp1.000. Hingga 29 September 2023, NAB/UP mencapai Rp1.052, sedangkan NAB Rp505,7 miliar dengan imbal hasil (net) mencapai 5,23 persen. 

Adi menambahkan, BP Tapera juga menerima peralihan dana dari Bapertarum dengan peserta 5,04 juta senilai Rp11,8 triliun per Desember 2020. Dari jumlah itu, berdasarkan penelahaan BP Tapera, peserta pensiun-ahli waris 1,02 juta senilai Rp2,69 triliun, sedangkan peserta aktif 4,02 juta senilai Rp9,18 triliun.

Adapun sepanjang 2022, realisasi penyaluran dana FLPP BP Tapera mencapai 226.000 unit dengan nilai Rp25,15 triliun dan sesuai target yang dicanangkan. Hingga September 2023, realisasi penyaluran dana FLPP mencapai 166.883 unit senilai Rp18,91 triliun. Sampai akhir tahun, jumlah penyaluran dana FLPP bakal mencapai 229.000 unit.

“Kami optmistis target FLPP tahun ini tercapai. Kami akan kebut penyaluran kuartal IV tahun ini lewat koordinasi dengan perbankan,” tutur Adi.


Baca Juga: Imbas Harga Rumah Subsidi Naik, Alokasi Kuota FLPP Berkurang



Himpun Dana Murah

Sementara itu, Chief Economist di The Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip memproyeksikan jika setiap tahunnya pemerintah hanyak membangun sejuta rumah, maka pengentasan permasalahan backlog baru selesai pada 2064 mendatang. Pemerintah diharapkan setiap tahunnya dapat membangun 1,5 juta hunian untuk menyelesaikan angka backlog sehingga pada 2040 mencapai zero backlog. Hal ini berdasarkan asumsi angka backlog saat ini yang mencapai 12,7 juta dan penambahan 700.000 hingga 800.000 keluarga baru setiap tahunnya.  

Dia menuturkan salah satu prinsip yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan perumahan adalah keterjangkauan. Selama ini upaya meningkatkan keterjangkauan perumahan lebih berfokus pada aspek pengendalian biaya dan harga seperti pengendalian harga bahan baku, pertanahan, dan pengendalian pasar perumahan.

“Selama ini aspek keterjangkauan pada sisi pasokan, akan lebih efektif bila dikombinasikan dengan upaya meningkatkan keterjangkauan dari sisi pendanaan. Ini agar semakin banyak masyarakat yang memiliki kemampuan memiliki rumah,” ujarnya. 

Hal itu dilakukan dengan pengerahan likuiditas murah dari masyarakat dalam upaya meningkatkan keterjangkauan rumah khususnya dari sisi permintaan. Ketersediaan likuiditas murah akan mendorong penurunan biaya dana. Apabila biaya dana dapat diturunkan, maka akan meringankan biaya yang akan ditanggung masyarakat ketika membutuhkan pembiayaan perumahan. Tentunya, kondisi ini akan mendorong semakin banyak masyarakat yang dapat memiliki rumah.

“Memang ada perbankan tetapi karakteristik dananya tidak match dengan pembiayaan perumahan. Dana di perbankan itu jangka pendek dimana orang nabung besok diambil lagi, sedangkan biayai rumah itu jangka panjang itu paling tidak 15 tahun lunas dicicil. Tidak mungkin perbankan dapat menyalurkan pembiayaan perumahan dengan bunga kredit murah bila dana yang dipakai berasal dari dana mahal. Ada mismatch sehingga butuh ketersediaan dana murah yang juga jangka panjang,” terangnya.

Dalam rangka menurunkan biaya dana di perbankan, pemerintah pun turun tangan dengan mengintervensi melalui APBN dalam bentuk penyediaan FLPP yang dicampur dengan dana perbankan sehingga menghasilkan suku bunga gabungan yang lebih rendah. Mekanisme ini cukup berhasil menurunkan biaya dana bagi pembiayaan perumahan. Hal ini suku bunga KPR bagi MBR pun dapat ditekan pada level rendah.

Namun demikian, pada suatu saat kemampuan APBN pasti akan memiliki keterbatasan sehingga memang harus bersiap bila dukungan pemerintah seperti FLPP berakhir. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem yang dapat diandalkan untuk menjamin pembiayaan perumahan berkelanjutan dan mandiri dengan memperkuat ekosistem likuiditas murah dari masyarakat.

Dalam rangka memperkuat ekosistem likuiditas murah, pemerintah telah membentuk BP Tapera. Yang  memiliki tugas menghimpun tabungan, mengelola dan memupuknya melalui berbagai instrumen investasi. Hasil dari pengelolaan dana tersebut kemudian dipergunakan untuk membiayai kebutuhan perumahan bagi pesertanya.

Tapera menggabungkan antara konsep pembiayaan dan tabungan hari tua. Melalui Tapera, peserta selain memperoleh fasilitas pembiayaan perumahan dengan biaya bunga rendah dan pada akhir kepesertaannya juga memperoleh pengembalian tabungan beserta manfaat investasi.

“Konsep Tapera mirip dengan konsep jaminan sosial lainnya seperti yang berlaku pada jaminan sosial dimana, melalui kepesertaannya pada suatu jaminan sosial, selain akan memperoleh manfaat jaminan sosial selama menjadi peserta, pada akhir kepesertaannya juga akan memperoleh pengembalian tabungan berikut hasil investasinya,” kata Sunarsip. 

Tapera juga menggabungkan konsep gotong royong dan kemandirian dimana besaran iuran yang dibayarkan sebesar 3 persen dari penghasilan. Dengan demikian, semakin besar penghasilan maka iuran tabungan juga semakin besar. Peserta yang memiliki penghasilan lebih besar secara tidak langsung turut membantu peserta lain yang memiliki penghasilan lebih kecil, dalam penyediaan dana bagi pembiayaan perumahan.

“Semakin banyak peserta maka dana yang terkumpul akan semakin besar. Dana kemudian dikembangkan melalui investasi dan

hasilnya dipergunakan untuk membiayai kebutuhan perumahan bagi peserta. Bila konsep ini berjalan, peran pemerintah melalui penyediaan anggaran negara akan semakin berkurang,” ucapnya. 

Menurutnya, tabungan pada Tapera bersifat jangka panjang, tidak bisa ditarik sewaktu-waktu. Peserta Tapera hanya dapat menarik dananya dua kali yakni saat membutuhkan pembiayaan perumahan dan kepesertaannya berakhir.

Konsep tabungan pada Tapera yang bersifat jangka panjang ini cocok dengan karakteristik pembiayaan perumahan yang bersifat jangka panjang pula. Meskipun berperan sebagai lembaga pembiayaan perumahan, BP Tapera tidak menyalurkan pembiayaan kepada peserta. Pembiayaan dilakukan oleh bank pelaksana pembiayaan. Dalam konteks ini, kerjasama antara Tapera dengan bank pelaksana menjadi solusi atas problem mismatch yang dialami perbankan.

“Dana Tapera akan menjadi komponen dana murah perbankan untuk membiayai KPR bagi peserta Tapera. Perbankan juga diuntungkan, karena keberadaan Tapera dapat memperluas pasar KPR mereka,” tuturnya. 

Kehadiran Tapera dnilai telah menjadi tonggak bagi modernisasi sistem pembiayaan perumahan yaitu, dari sebelumnya terlalu menggantungkan dukungan pemerintah menuju sistem pembiayaan yang lebih mandiri dan berbasis ekosistem.


Baca Juga: Mimpi Memerdekakan Indonesia dari Masalah Backlog Perumahan



Perluas Keterjangkauan

Di sisi lain, Sunarsip menilai pemerintah perlu memperluas jangkauan kepesertaan Tapera dimana saat ini masih terbatas khususnya pada aparat sipil negara. Berdasarkan Undang- undang Nomor 4 Tahun 2006, kepesertaan Tapera bersifat wajib bagi seluruh pekerja. Perluasan jangkauan kepesertaan ini penting untuk memperkuat kegiatan pemupukan dana dan pembiayaan. Merujuk Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), pemberi kerja diberikan kesempatan mendaftarkan pekerjanya paling lambat pada 2027. Dalam rangka memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap keberlangsungan Tapera, upaya perluasan kepesertaan ini perlu dipercepat. BP Tapera memang telah melakukan berbagai upaya untuk memperluas kepesertaan.

“BP Tapera tentunya tidak dapat bekerja sendiri. Dukungan dari stakeholders seperti pejabat negara/pemerintah, kepala daerah, pejabat BUMN/BUMD, dan para pelaku usaha swasta sangat diperlukan untuk perluasan jangkauan kepesertaan Tapera,” ujarnya. 

Kemudian diperlukan perluasan kriteria peserta yang memperoleh manfaat pembiayaan perumahan. Selama ini , yang berhak atau layak (eligible) memperoleh pembiayaan perumahan dengan manfaat berupa suku bunga 5 persen per tahun (fixed) adalah kelompok MBR, belum memiliki rumah, dan menggunakannya untuk pembiayaan pemilikan rumah pertama, pembangunan rumah pertama, atau perbaikan rumah pertama. Adapun kriteria MBR yang dikeluarkan pemerintah adalah pekerja yang memiliki penghasilan maksimal Rp8 juta per bulan.

Sunarsip menilai batasan penghasilan bagi MBR ini kurang menarik untuk mendorong pekerja terutama yang memiliki penghasilan di atas Rp8 juta menjadi peserta Tapera. Manfaat dan insentifnya kurang.

“Meskipun Tapera bersifat wajib namun menciptakan rangsangan bagi peserta seperti yang berlaku pada sistem voluntary menjadi hal yang perlu dipertimbangkan. Peserta dengan penghasilan di atas Rp8 juta/bulan tidak memiliki kesempatan untuk memanfaatkan pembiayaan perumahan dari Tapera. Manfaat mereka hanya satu yaitu hasil investasi dari pemupukan dana Tapera. Itupun baru dapat dinikmati ketika selesai menjadi peserta,” terangnya. 

Terlebih, pekerja yang memiliki penghasilan lebih dari Rp8 juta per bulan ini jumlah yang relatif besar. Kelompok ini, di satu sisi, tidak tercover oleh manfaat pembiayaan perumahan Tapera, namun juga tidak seluruhnya tersentuh oleh perbankan sebagai sasaran penyaluran KPR komersial.

“Untuk kalangan masyarakat berpenghasilan tanggung (MBT) ini tak mampu membeli hunian komersial, pertimbangan perbankan adalah keterbatasan kapasitas membayar dengan skim bunga komersial,” katanya. 

Oleh karena itu, Sunarsip mengusulkan konsep penerima manfaat pembiayaan perumahan tidak dibatasi pada kriteria penghasilan tetapi diperluas menjadi pekerja yang belum memiliki rumah pertama. Artinya, semua peserta Tapera memiliki kesempatan memperoleh manfaat fasilitas pembiayaan perumahan dari Tapera untuk rumah pertamanya.

Konsep peserta yang menerima manfaat pembiayaan dibuat secara berjenjang dimana peserta yang memiliki kemampuan atau penghasilan lebih tinggi diberlakukan tarif atau suku bunga yang lebih tinggi dibanding peserta dengan penghasilan lebih rendah.

“Bila peserta dengan penghasilan maksimal Rp8 juta memperoleh fasilitas pembiayaan dengan suku bunga 5 persen (fixed) maka peserta dengan penghasilan di atasnya, katakanlah Rp8 juta hingga Rp12 juta dikenakan suku bunga 6 persen (fixed). Dan seterusnya hingga maksimal bunga KPR yang berlaku di pasar,” ucapnya.

Dengan pola tersebut, Sunarsip meyakini Tapera menjadi semakin menarik pekerja sebagai peserta. Pasalnya, peserta non MBR ini menjadi memiliki peluang untuk memperoleh manfaat pembiayaan perumahan dengan biaya yang lebih terjangkau.


Baca Juga: Menakar Efektivitas Sewindu Program Sejuta Rumah Atasi Backlog

 (Alifian Asmaaysi / Yanita Petriella)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Yanita Petriella
Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.