Bisnis, JAKARTA – Kebutuhan hunian yang layak huni masih menjadi permasalahan di Indonesia. Setiap tahunnya, tepatnya pada tanggal 25 Agustus diperingati sebagai Hari Perumahan Nasional (Hapernas). Pada 1950, Wakil Presiden pertama Mohammad Hatta memiliki cita-cita untuk menyediakan perumahan rakyat yang layak huni. Dalam kurun waktu 50 tahun atau tepatnya tahun 2000.Â
Indonesia diharapkan dapat merdeka dari permasalahan perumahan. Namun hingga kini, angka backlog perumahan di Indonesia masih sangat tinggi mencapai di level 12,7 juta berdasarkan data Susenas BPS. Terlebih angka backlog setiap tahunnya mengalami penambahan mencapai 700.000 hingga 800.000 kepala keluarga baru.
Untuk diketahui, backlog adalah kesenjangan antara jumlah rumah terbangun dengan jumlah rumah yang dibutuhkan oleh masyarakat. Backlog dihitung berdasarkan kebutuhan satu unit rumah untuk satu rumah tangga atau kepala keluarga (KK).
Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk menekan angka backlog perumahan mulai dari program Sejuta Rumah, skema pembiayaan Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM), Subsidi Selisih Bunga (SSB), Bantuan Stimulant Perumahan Swadaya (BSPS), Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT), rumah susun (rusun) & rumah khusus (rusus) melalui Kementerian PUPR, dan lain sebagainya.Â