Momen Window Dressing dan Peluang IHSG Berbalik dari Zona Merah

Dalam 20 tahun terakhir, IHSG selalu berada dalam tren positif di tiap bulan Desember. Mampukan tren tersebut terulang kembali di tengah beragam sentimen negatif yang menyelimuti pasar modal Tanah Air?

Annisa Kurniasari Saumi

28 Nov 2021 - 13.59
A-
A+
Momen Window Dressing dan Peluang IHSG Berbalik dari Zona Merah

Karyawan berada di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Kamis (24/6/2021). Bisnis - Himawan L Nugraha

Bisnis, JAKARTA - Pelaku pasar tengah menantikan momentum window dressing yang kerap terjadi pada akhir tahun. Sejalan dengan munculnya momentum tersebut, gerak indeks harga saham gabungan (IHSG) biasanya ikut terangkat. 

Hal itu bisa membalikkan posisi indeks acuan yang tengah melemah sepanjang pekan ini. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 22-26 November 2021, IHSG terkoreksi 2,36 persen dari 6.720 pada pekan sebelumnya. IHSG pun parkir di zona merah dengan penurunan 137 poin atau 2,06 persen ke level 6.561 secara harian.

Meski begitu, momen window dressing bisa saja tidak terjadi pada tutup tahun ini. Senior Analyst Henan Putihrai Sekuritas, Liza Camelia Suryanata, mengatakan momentum bisa saja tidak terjadi pada Desember. 

"November benar-benar hujan, demikian juga harga-harga saham mulai jatuh ke bumi seperti hujan. Bolehkah berharap pada Desember dan window dressing? Jika boleh mengingatkan, window dressing bukanlah sebuah kewajiban, tidak harus terjadi," kata Liza kepada Bisnis, Sabtu (27/11/2021).

Dia menjelaskan, window dressing tidak harus terjadi jelang tutup tahun. Hal itu karena IHSG secara teknikal sudah mencapai target konservatif tahun ini pada level 6.750.

Di sisi lain, terdapat sederet isu negatif yang dapat menjegal laju IHSG. Salah satunya varian baru Covid-19 dari Afrika Selatan dengan kode B.1.1.529. Varian yang baru muncul itu dipercaya sangat berbeda dengan varian sebelumnya karena mengandung lebih banyak mutasi.

Selain itu, peningkatan kasus Covid-19 telah mendorong sejumlah negara Eropa memberlakukan lockdown. Bahkan lonjakan kasus tersebut telah memunculkan ketakutan bahwa dunia akan menghadapi serangan Covid-19 yang kesekian kalinya.

 

 

Dari dalam negeri, pemerintah mencoba untuk mengantisipasi sebisa mungkin hantaman terhadap pemulihan ekonomi oleh gelombang pandemi. Caranya dengan menerapkan kembali PPKM yang lebih ketat menjelang libur Natal dan Tahun Baru.

Selain itu, pasar modal Tanah Air bakal dipengaruhi oleh rencana bank sentral Amerika Serikat (AS), Federal Reserve, yang bakal menaikan suku bunga.

"Market akan cenderung lebih volatil karena selain ancaman varian baru Covid-19 di atas, pasar akan masih dibayangi oleh persiapan kenaikan suku bunga karena tapering up The Fed, yang bahkan sudah dimulai beberapa negara seperti Korea Selatan dan Selandia Baru," ucap Liza.

Cepat atau lambat, menurut Liza, hal itu akan berimbas pada Indonesia yang masih membutuhkan kebijakan moneter longgar, agar mampu mendongkrak belanja masyarakat dan korporasi lebih tinggi. Di sisi lain, pasar modal Indonesia masih bisa mendapatkan peluang di tengah tekanan tersebut jika Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mampu mengakomodir rencana IPO sejumlah perusahaan teknologi demi melancarkan dana masuk (inflow) ke pasar modal.

Selain itu, pasar modal Indonesia yang dikenal commodity driven kali ini agak sulit mengharapkan banyak sentimen positif dari sektor komoditas. Pasalnya, permintaan global yang terancam macet lagi juga akan turut memperlambat suplai dan pendapatan. 

"Menyikapi penurunan yang terjadi Jumat kemarin, kami berpendapat bahwa kita harus maklum jika IHSG memilih untuk masih melanjutkan konsolidasi ke arah 6520-6480," ujarnya.

Adapun untuk target akhir tahun, Henan Putihrai Sekuritas berpendapat jika IHSG masih bisa dipertahankan di atas level support 6.500, atau bahkan mampu ditutup sekitar range resistance 6.750-6.850.

Sementara itu, Head of Investment Research Infovesta, Wawan Hendrayana, mengatakan IHSG tidak pernah terkoreksi pada Desember selama 20 tahun terakhir.

"Dengan kemarin Jumat (26/11/2021) IHSG koreksi, saya yakin di Desember bisa positif lagi," kata Wawan kepada Bisnis, dikutip Minggu (28/11/2021).

 

 

Meski demikian, Wawan mencermati masih banyak sentimen negatif yang akan mempengaruhi gerak IHSG. Sentimen tersebut seperti perkembangan tapering di AS yang bisa berpengaruh ke pasar saham Indonesia. Kemudian, munculnya varian Covid-19 baru yakni B.1.1.529 juga dikhawatirkan menjadi katalis negatif bagi gerak IHSG.

"Kalau sampai itu masuk ke Indonesia, saya rasa itu akan jadi katalis negatif yang lumayan karena berarti ruang gerak akan diperketat. Kalau terjadi, pasti bisa membuat outlook pertumbuhan ekonomi meleset lagi," tutur dia.

Sementara sentimen lain yang akan mempengaruhi gerak IHSG adalah data-data fundamental dalam negeri, seperti data inflasi sampai November dan data neraca perdagangan. Namun, Wawan tidak khawatir data-data ini akan menjadi pemberat gerak IHSG. Itu karena mobilitas sudah kembali lancar sehingga datanya akan baik.

Wawan melanjutkan, pada Desember, IHSG ditargetkan ditutup pada level 6.600. Jika IHSG kembali ke level 6.700, lanjut Wawan, window dressing telah terjadi.

"Saya sarankan untuk investor cari kesempatan, mumpung IHSG-nya masih terkoreksi," ujarnya.

Sementara itu, sejumlah sektor bisa menjadi pilihan investor. Salah satunya saham perbankan yang selalu positif dalam lima tahun terakhir. 

Kemudian, Wawan merekomendasikan saham di sektor telekomunikasi, seperti PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM). Terlabih lagi, emiten BUMN tersebutbaru saja mengantarkan anak usahanya, PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. (MTEL) atau Mitratel, melantai ke bursa.

Sektor saham selanjutnya yang menurut Wawan patut dicermati yaitu sektor ritel. Sektor tersebut diproyeksi tumbuh seiring dengan meningkatnya aktivitas masyarakat yang diharapkan akan meningkatkan aktivitas konsumsi juga.

"Kalau berdasarkan data yang sering window dressing itu saham PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. (AMRT), emiten pengelola minimarket Alfamart. Akan tetapi ini tidak menjamin ya akan terulang, tapi, secara historis seperti itu," tutur dia.

Selain itu, saham emiten milik Grup Salim, yakni PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (ICBP) juga secara prospek menarik. "Juga saham emiten kertas, PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk. (INKP) menarik karena konsumsi kertas naik dengan adanya pelarangan pembungkus plastik dilarang. Dengan sentimen itu, kebutuhan kertas untuk pembungkus meningkat," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Febrina Ratna Iskana

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.