Nasib Industri Gim dalam Genggaman Formasi Baru Kemendikbud

Dalam pengembangan industri gim nasional, pekerjaan rumah dari pemerintah dan pengembang lokal adalah mengetahui secara persis bagaimana pola masyarakat bermain gim.

3 Mei 2021 - 18.27
A-
A+
Nasib Industri Gim dalam Genggaman Formasi Baru Kemendikbud

Aktivitas WFH membutuhkan dukungan internet WiFi yang cepat dan stabil. Biznet

Bisnis, JAKARTA — Dari tahun ke tahun, salah satu permasalahan laten dalam industri gim nasional adalah minimnya minat investor lokal dalam pengembangan sektor tersebut. Namun, kondisi tersebut bisa berubah setelah dibentuknya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

Ketua Umum Asosiasi Startup Teknologi Indonesia (Atsindo) Handito Joewono mengatakan ke depan, langkah penggabungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) bisa menggerakan kampus untuk lebih berinovasi di dalam bisnis digital, salah satunya industri gim.

“Ini adalah kabar baik yang diberikan pemerintah bagi industri gim Tanah Air. Sebab, aspek inovasi digital menjadi tidak terpisah dan satu payung. Salah satunya, ITB yang menghubungkan IT dengan Desain Komunikasi Visual (DKV) dan bisnis sehingga ini contoh yang baik bagi ekosistem gim ke depan,” ujar Handito.

Berdasarkan riset Peta Ekosistem Industri Game 2020 yang diterbitkan pada 2021, talenta digital dalam   pengembangan   industri gim   didominasi oleh tenaga kerja dengan latar belakang pendidikan Strata-1 (S1), yaitu sebesar  74%.

Handito melanjutkan kemampuan pengembang gim lokal sebenarnya bisa ditingkatkan untuk industri gim. Bahkan, memang sudah seharusnya 2021 menjadi tahun untuk mendorong sektor tersebut agar menjadi makin sistematis dan langkah tersebut tidak lepas dari dukungan universitas.

Riset yang sama menuliskan pangsa pasar gim dalam negeri hanya dikuasai oleh produk domestik sebanyak 0,4%.  Hal tersebut  menjadi pekerjaan rumah bagi semua pemangku kepentingan dan pelaku industri dalam meningkatkan kontribusi investor lokal dalam perkembangannya.

“Bila kita bisa tingkatkan persentase pemain lokal tahun ini hingga 1% saja, ini sudah jadi lompatan besar dan itu pertumbuhannya di dalam negeri sangat besar,” kata Handito.

Menurutnya, kunci lompatan besar tersebut bukan berasal dari permintaan, tetapi pasokan gim yang dirilis oleh para pengembang lokal.

 “[Untuk itu] kampus harus jadi motor penggerak industri gim ke depan dan menjawab tantangan kehausan konsumen gim global dengan mendorong terciptanya kolaborasi antar unsur pengembangan games dalam satu rumah,” tuturnya.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan dibutuhkan pemahaman yang baik dan mendalam tentang industri gim Indonesia untuk menentukan inisiatif dan kebijakan yang tepat sasaran.

“Tantangan yang masih ada saat ini mencakup penguatan sumber daya manusia, peningkatan mutu pendidikan, sampai masalah pendanaan bagi pelaku industri gim lokal,” katanya.

Berdasarkan data Statista pada 2021, pendapatan di segmen gim video diproyeksikan mencapai US$ 1,936 juta pada 2021. Sementara itu, untuk mobile game diproyeksikan mencapai US$ 1,487 juta pada 2021.

Adapun, pendapatan di segmen konsol gim video diproyeksikan mencapai US$ 3,287 juta pada 2021. Kemudian, untuk gim kartu diproyeksikan mencapai US$ 199 juta pada 2021. Terakhir, pendapatan di segmen gim jaringan diproyeksikan mencapai US$ 11 juta pada 2021.

PASAR GLOBAL

Di sisi lain, pengembang gim lokal justru masih mengandalkan pasar internasional sebagai pangsa untuk bisa bertahan di industri tersebut saat ini.

Ketua Umum Asosiasi Game Indonesia (AGI) Cipto Adiguno mengatakan strategi ini sepertinya akan tetap menjadi cara yang baik bagi pengembang lokal dalam jangka waktu pendek dan menengah.

Berdasarkan data Statista pada 2021, terdapat  42,8  juta  populasi pemain gim video dengan pangsa pasar sebesar US$321 juta yang mengalami kenaikan menjadi US$1,1 miliar atau  naik  hampir  350% dari tahun lalu.

Cipto melanjutkan, meskipun tren bermain gim terus meningkat selama pandemi Covid-19, gim buatan anak bangsa masih harus melakukan upaya lebih keras untuk dipandang di negaranya sendiri.

Namun, dia meyakini bila produktivitas pengembang untuk mengeluarkan produk baru pada tahun ini pesat, kontribusi pasar luar negeri memberikan potensi pertumbuhan bagi industri gim di kisaran 20%—50%.

“Produk gim lokal masih belum mampu bersaing di dalam negeri. Pemenang pasar lokal kecenderungannya adalah produk karya raksasa-raksasa asing. Agar pengembang lokal dapat bersanding dengan mereka, solusinya tidak hanya dari satu sisi. Dari talenta hingga investasi, cukup banyak yang perlu dilakukan bersama,” ujar Cipto, Minggu (2/4/2021).

Sekadar catatan, pada 2020 terjadi peningkatan jumlah unduhan gim, bahkan diprediksi akan meningkat lebih dari 20% pada 2025. Meski demikian, hal ini justru berbanding terbalik dengan produktivitas pengembang gim di Indonesia.

Dalam laporan Peta Ekosistem Industri Game 2020, 57% dari 80 perusahaan gim lokal yang disurvei mengatakan produktivitas karyawan menurun sejak pandemi.

Selain produktivitas, masalah komunikasi juga menjadi salah satu hambatan walau bisa dilakukan secara virtual. Sebab, para pengembang butuh proses komunikasi yang intensif untuk berkoordinasi dalam membuat sebuah game dan hal tersebut sulit diakomodasi.

Tidak hanya itu, pengembang gim lokal menunda jadwal rilis gim yang sudah ditentukan sebesar 39,1%. Sebanyak 30,4% di antaranya juga menunda pembaruan gim mereka, serta 29% memperpanjang waktu produksi. 

Namun, Cipto optimis tahun ini pandemi Covid-19 belum sepenuhnya reda sehingga masyarakat di seluruh dunia masih banyak menghabiskan waktu di rumah. Seiring dengan tren tersebut, gim pun menjadi media hiburan yang diyakini menuai banyak permintaan.

“Selain itu, konsol baru dari PlayStation dan Xbox yang sulit didapat pada 2020 sudah mulai tersedia untuk dibeli. Saya percaya 2021 diperkirakan industri akan mengalami pertumbuhan besar lagi,” katanya.

PERTUMBUHAN MINIM

Direktur eksekutif ICT Institute Heru Sutadi menambahkan secara industri peran gim lokal juga masih kecil, hanya berkontribusi di kisaran 1%—2% sehingga potensi pertumbuhan pada tahun ini juga masih di bawah 1%.

Menurutnya, dalam pengembangan industri gim nasional, pekerjaan rumah dari pemerintah dan pengembang lokal adalah mengetahui secara persis bagaimana pola masyarakat bermain gim.

Hal ini ditujukan agar dorongan pengembangan gim tidak salah. Sebab, ada gim yang diprediksi booming hasilnya ternyata tidak sesuai harapan, tetapi yang dianggap gim biasa justru bisa meledak di pasaran.

Heru menegaskan dibutuhkan tim riset untuk mengetahui genre gim yang marak dikonsumsi masyarakat agar konsumsi gim lokal bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

“Ini jadi tantangan bagi Kemenparekraf dan Kemkominfo untuk kolaborasi mencari strategi bersama agar gim lokal tumbuh signifikan dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Kalau tidak dan hanya begini terus ya kita hanya jadi pasar atau penonton saja,” ujarnya.

Sementara itu, Bendahara Asosiasi Modal Ventura Seluruh Indonesia (Amvesindo) Edward Ismawan Chamdani menilai pengembang gim lokal selama ini masih terlalu fokus ke pengembangan mobile, casual, dan creative agency atau gamifikasi.

“Mereka [pengembang lokal] perlu jeli melihat perkembangan teknologi di infrastruktur perangkat, aplikasi, dan tren lainnya seperti virtual reality (VR) dan augmented reality (AR), 3D motion devices, metaverse dan termasuk mulai masuknya aset digital dalam bentuk blockchain seperti nonfungible token (NFT),” ujar Edward.

Untuk diketahui, pengembang gim lokal berfokus untuk memproduksi gim di lime genre seperti gim aksi 11,6%, simulasi 11,1%, dan edukasi 11,1%. Adapun, untuk gim petualangan dan gim roleplaying masing-masing sebesar 10,1% dan 7,2%.

“Ekosistem dan fungsi pengembang dan penerbit gim di Indonesia perlu diperkuat, tetapi tidak mudah karena banyak aspek dari sisi jam terbang tim dan digital marketing agar game yg dibuat developer Indonesia bisa bersaing di lokal maupun internasional,” katanya.

Menanggapi hal ini, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda mengatakan perkembangan gim secara global sangat meningkat.

Menurutnya, ada tiga golongan pengguna gim daring terbesar mulai dari baby boomer, milenial, hingga dan Gen Z. Ketiga golongan tersebut hampir 60% dari jumlah penduduk Indonesia.

 “Tantangan bagi pengembang lokal sebenarnya adalah persaingan dengan gim luar, yang masih digandrungi oleh pemain gim lokal. Jadi masalah selera konsumen menjadi penting untuk meningkatkan permintaan dari gim lokal,” katanya

Dia melanjutkan penting juga bagi pemerintah untuk mendorong kompetisi gim daring menggunakan produksi dari pengembang lokal. Bahkan, pemerintah bisa membuat platform khusus—seperti Playstore dan Appstore—yang bisa memuat gim lokal lebih banyak diminati.

Ilustrasi gim online./istimewa

STRATEGI PENGEMBANG

Bagaimanapun, para pengembang gim lokal tetap optimistis industri gim Tanah Air akan terus mengalami pertumbuhan. Dalam kaitan itu, Digital Happiness dan Anantarupa pun memiliki strategi untuk bisa bersaing dengan pemain asing.

CEO Digital Happiness dan President Director PT Digital Semantika Indonesia Rachmad Imron mengatakan potensi industri gim akan selalu meningkat setiap tahunnya, terlebih dari sudut pandang sebagai pasar bukan produsen.

Bahkan, terjadi peningkatan unduhan yang terjadi hampir dikuasai 80% gim asing dari perusahaan besar yang sudah menguasai market sebelumnya.

“Untuk strategi, di samping tetap melakukan pembaharuan untuk existing titles, kami melakukan kerja sama dengan salah satu perusahaan gim lokal untuk melakukan codevelopment dan copublishing untuk beberapa judul kedepan,” kata Rachmad.

Lebih lanjut, dia menjelaskan dikarenakan masih dalam tahap pengembangan untuk judul gim yang baru, perusahaan hanya menargetkan pertumbuhan positif sebesar 30% sampai dengan akhir tahun ini.

Lebih lanjut, dia berpendapat saat ini untuk para pemangku kepentingan industri gim memang memiliki banyak pekerjaan rumah.

“Pemerintah, misalnya, harus tahun bagaimana bisa mengakuisisi pasar lokal agar tidak dikuasai oleh gim asing. Mungkin salah satunya adalah membuka peluang investasi, grants, insentif untuk pajak, subsidi pinjaman untuk perusahaan gim lokal,” katanya.

Sementara itu, untuk para pengembang gim, sudah saatnya mulai meningkatkan kemampuan secara teknis agar bisa bersaing dengan produk serupa, dan kedepannya dapat mengakuisisi pasar lokal agar dapat menjadi tuan rumah di negara sendiri.

Adapun, CEO Anantarupa Studio Ivan Chen mengatakan antisipasi yang perusahaan lakukan tentunya bersiap untuk bersaing dengan industri gim global.

Hal itu mereka lakukan dengan membuat gim bertema esports, yang—menurut riset dari Niko Partners—terbukti di Asia Tenggara dan di Taiwan menguasai pangsa 90% pangsa pasar. 

“Ini kami lakukan, karena industri gim berbeda dengan startup yang mulai dari lokal dan baru merambah pasar luar negeri setelah menguasai pasar lokal. Industri gim memaksa para pemainnya langsung head to head dengan pemain global,” katanya.

Menurutnya, tantangan dan pekerjaan rumah lebih banyak dari sisi pemerintah, di mana target pemerintah seharusnya merujuk berdasarkan data-data global.

“Jika industri gim mampu meningkat lebih dari 175% dalam 3 tahun ke depan, pemerintah Indonesia harus menargetkan mau dapat berapa persen dari pasar tersebut? Bukan malah sibuk pendataan terus setiap tahun tapi masalah intinya tidak pernah diselesaikan,” kata Ivan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.