Bisnis, JAKARTA — Nasib mujur mulai menghampiri industri pertekstilan nasional pada 2022, seiring dengan berlanjutnya tren limpahan permintaan dari China akibat lambatnya pemulihan produksi garmen di Negeri Panda.
Sekjen Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menjelaskan, selain mengalami krisis energi pada akhir tahun lalu, Pemerintah China berambisi memangkas emisi karbonnya.
Akibatnya, progres pemulihan produksi dari industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di negara tersebut turut terdampak.
"Dari trennya ekspor [tekstil] China itu turun, hanya sekitar US$135 miliar [pada 2021]. Kalau dibandingkan 2017—2018 sekitar US$147 miliar. Prediksi kami, pada 2022 [produksi TPT China] belum bisa balik, limpahan order dari sana pun cukup besar," ujarnya, belum lama ini.