Bisnis, JAKARTA — Berbagai upaya pemerintah untuk menarik pengusaha menggunakan mata uang lokal dalam kegiatan ekspor impor tidak kunjung berjalan optimal. Industriawan masih saja memilih dolar AS guna menghindari sejumlah risiko fluktuasi nilai tukar.
Rendahnya minat pengusaha dalam memanfaatkan fasilitas local currency settlement (LCS) yang sudah berjalan sejak 2018 diakui oleh Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno.
Para eksportir cenderung kurang melirik skema LCS dalam transaksi perdagangan dengan empat negara yang sudah menjalin kesepakatan transaksi mata uang lokal dengan Indonesia; seperti China, Jepang, Malaysia dan Thailand.
Benny beralasan program itu cenderung mengikis keuntungan eksportir akibat nilai tukar mata uang lokal dengan negara terkait lebih lemah dibandingkan dengan nilai dolar Amerika Serikat. Konsekuensinya, eksportir cenderung melakukan transaksi dagang mengikuti harga greenback.