Bisnis, JAKARTA - Indonesia berpeluang mendapatkan sumber penerimaan baru setelah OECD/G20 menyelesaikan negosiasi mengenai instrumen multilateral yang melindungi hak negara berkembang atas pajak perusahaan multinasional dalam konteks transaksi internal grup lintas negara seperti dividen dan deposito serta jasa.
Dengan penyelesaian negosiasi itu, pemerintah bisa melakukan topup pajak. Secara konkrit, Indonesia dan negara berkembang lainnya bisa mengutip selisih dari tarif pajak yang berlaku di negara domisili dengan basis tarif minimum sebesar 9%. Misalnya, investor luar negeri menerima dividen yang beroperasi di Indonesia dengan tarif di negara domisili sebesar 2%, selisih antara 9% dan 2% itu yang bisa dipungut Ditjen Pajak.
Kerangka Kerja Inklusif OECD/G20 terkait Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) telah menyelesaikan negosiasi mengenai instrumen multilateral yang akan memfasilitasi penerapan pajak minimum global.
Instrumen multilateral tersebut akan melindungi hak negara-negara berkembang yang memastikan perusahaan multinasional membayar pajak minimum atas berbagai transaksi intra-grup lintas negara, termasuk untuk jasa.