Omicron Menyebar, Investor Lari ke Obligasi Pemerintah

Perkembangan varian omicron yang belum diketahui pasti membuat investor global global beralih dari saham dan komoditas ke surat utang pemerintah yang dianggap aset safe-haven.

Wibi Pangestu Pratama & Sri Mas Sari

30 Nov 2021 - 16.03
A-
A+
Omicron Menyebar, Investor Lari ke Obligasi Pemerintah

Investor memantau pergerakan surat utang negara di layar komputer./Bisnis

Bisnis, JAKARTA — Pasar finansial global menghadapi kepanikan atas temuan varian baru Covid-19 omicron. Investor mengalihkan aset mereka dari saham dan komoditas ke surat utang pemerintah yang dipandang lebih aman.

Indeks Dow Jones melemah 2,53 persen ke posisi 34.899,34 pada Jumat (26/11/2021), beriringan dengan penurunan harga minyak mentah Brent 11,8 persen ke posisi US$71,55 per barel. Lalu, imbal hasil surat utang Amerika Serikat 10 tahun turun 16,1 basis poin ke 1,47 persen.

"Perubahan portofolio ini terkesan tergesa-gesa karena laporan lebih lanjut [tentang varian omicron] menunjukkan data yang ada masih perlu dikonfirmasi dalam dua minggu ke depan," kata Macro Equity Strategist Samuel Sekuritas Lionel Priyadi dalam risetnya, Selasa (30/11/2021).

Di Asia, harga sebagian besar obligasi pemerintah naik. Yield obligasi 10 tahun pemerintah Hong Kong pada Jumat pekan lalu turun paling tajam, yakni 11,4 basis poin dari hari sebelumnya menjadi 1,52 persen, menurut data Asia Bonds Online. Berikutnya, imbal hasil surat utang pemerintah Korea Selatan terpangkas 9 basis poin menjadi 2,26 persen, Singapura turun 7,6 basis poin menjadi 1,73 persen.

Di kawasan, hanya obligasi pemerintah Indonesia dan Filipina yang harganya turun. Imbal hasil surat utang acuan Indonesia naik 3 basis poin menjadi 6,09 persen dan Filipina naik 1,8 basis poin menjadi 5 persen.

Menurut Lionel, investor global mengkhawatirkan adanya penutupan (lockdown) di berbagai negara untuk mencegah penularan virus.

Harga obligasi pemerintah Jepang (JGB) naik hari ini setelah petinggi Moderna mengatakan efektivitas vaksin Covid-19 menghadapi varian omicron tidak setinggi saat menghadapi varian sebelumnya.

Mengutip Reuters, harga obligasi pemerintah Jepang (JGB) 10 tahun naik 0,2 poin menjadi 151,94. Adapun, yield obligasi turun 1,5 basis poin ke 0,055 persen atau level terendah dalam tiga minggu.

CEO Moderna Stéphane Bancel mengatakan kepada Financial Times bahwa vaksin Covid-19 tidak mungkin efektif melawan varian Omicron seperti sebelumnya.

Berita itu memicu gelombang baru penjualan aset berisiko, dengan indeks saham Topix Jepang mencapai level terendah dalam tiga bulan, dan pembelian aset berisiko rendah seperti obligasi.

Perkembangan tentang omicron juga membuat negara-negara berkembang dengan ekonomi yang bertumpu pada pariwisata dan energi menghadapi kerentanan nilai tukar mata uang paling tinggi. Amerika Latin dan Asia Selatan adalah dua kawasan yang lebih sensitif pada sentiment risiko omicron.

Dikutip Bisnis dari Bloomberg, Senin (29/11/2021), kekhawatiran investor terhadap varian omicron telah membuat nilai tukar bergerak turun pada Jumat. MSCI Emerging Markets Currency Index menunjukkan defisit sepanjang tahun berjalan, penurunan tahunan pertama dalam 3 tahun terakhir.

Investor melakukan lindung nilai terhadap risiko perubahan harga yang lebih luas. JPMorgan Chase & Co., mencatat nilai mata uang negara berkembang naik pekan lalu di atas 10 persen untuk pertama kalinya sejak April. 

Tugas bank sentral akan makin berat, terutama di negara-negara berkembang yang sudah lebih dulu mengetatkan moneter. Kebijakan moneter makin ketat dialami oleh Korea Selatan, Rusia, hingga Brasil. Negara-negara ini tidak bisa berbuat banyak untuk membendung kerugian mata uang yang bisa memicu inflasi. 

Sementara itu, mata uang negara-negara yang sudah menaikkan suku bunga acuan pada November seperti peso Meksiko, rand Afrika Selatan, dan forint Hongaria, menjadi yang paling terpuruk.  

Hongaria, misalnya, telah mengikuti jejak negara tetangganya dengan menaikkan suku bunga untuk ketiga kalinya dalam 2 pekan pada Kamis lalu. Namun, negara itu gagal mencegah kejatuhan nilai forint.

Real Brasil turun lebih dari 7 persen tahun ini meskipun ada kenaikan suku bunga 575 basis poin. Bahkan, ada sinyal dari bank sentral tentang prospek kenaikan 150 basis poin bulan depan.

"Semua faktor yang membatasi visibilitas akan membuat pekerjaan lebih sulit bagi bank sentral," ujar Manajer Senior Investasi Viktor Szabo. (NIndya Aldila)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Sri Mas Sari

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.