OPINI : Pariwisata Bali & Kembalinya Turisme Indonesia

Secara nasional, dibukanya pariwisata Bali untuk wisman berdampak signifikan pada citra pariwisata Indonesia.

26 Jun 2021 - 08.46
A-
A+
OPINI : Pariwisata Bali & Kembalinya Turisme Indonesia

Kebun Raya Bedugul di Tabanan, Bali. - Antara/Nyoman Budhiana

Meski demikian, sebagai bukti keseriusan setiap stakeholder pariwisata Bali membuka diri pada wisatawan, protokol kesehatan dan CHSE (cleanliness, healthy, safety, environment sustainability) dilakukan setiap lini terkait pariwisata. Tak hanya itu, Bali telah menguji coba 3 destinasi yang masuk dalam Travel Corridor Arrangement (TCA), yakni Sanur, Ubud dan Nusa Dua, sebagai ‘etalase’ kesiapan pariwisata Bali di era new normal saat ini.

Secara nasional, dibukanya pariwisata Bali untuk wisman berdampak signifikan pada citra pariwisata Indonesia. Karena itu, ada harapan menyertai upaya pembuatan grand design bagi kedatangan wisman yang dibuat oleh Pemprov Bali.

Di ranah masyarakat dan pelaku wisata, akhir tahun lalu ‘gemuruh’ kesiapan dan kerinduan akan dibukanya kembali Bali pada wisman sedikit terungkap pada rilis video clip bertajuk “Bali Kembali” dari youtube channel musisi Bali, I Wayan Balawan. Di clip tersebut, tampak dukungan sejumlah musisi dan talenta di Bali dalam semangat bersama memberi motivasi ke pelaku pariwisata Bali di masa-masa sulit ini.

Bali sebagai etalase pariwisata Indonesia, menjadi barometer keterpurukan, dan sebaliknya kebangkitan, pariwisata Indonesia di masa pandemi Covid-19.

Standard operating procedure (SOP) menyambut kedatangan wisman telah dirumuskan, mulai dari kedatangan di Bandara I Gusti Ngurah Rai telah diatur beberapa hal teknis. Antara lain, dilakukan PCR, pengecekan wisman di Kantor Kesehatan Pelabuhan, swab, pengecekan imigrasi, penjemputan taksi yang tersertifikasi CHSE, pelaksanaan karantina dan rujukan rumah sakit bila hasil swab positif.

Kualitas wisatawan semakin penting, menyetarakan kembali titik keseimbangan dengan dampak negatif dari orientasi pada jumlah kunjungan. Namun secara teknis hal tersebut belum diatur dan dipikirkan secara detail. Meski demikian, rintisan untuk menerima tamu secara lebih selektif perlu dimulai.

Dasarnya adalah, semakin dibutuhkan tamu mancanegara yang berkualitas, tidak lagi mengejar jumlah kunjungan, tetapi tingkat pengeluaran dan lama tinggal. Asumsinya, saat ini dengan tingkat kunjungan yang ada, di masa selanjutnya perlu dipertimbangkan potensi tingkat konsumsi dan perilaku yang tidak merugikan kehidupan sosial di destinasi yang dikunjungi.

Segmentasi Wisata

Model wisata yang ditawarkan pun perlu semakin diprioritaskan pada segmentasi yang relevan dengan wisatawan yang berkualitas. MICE (meeting, incentive, convention, exhibition), segmentasi pasar MICE hampir dipastikan memiliki daya beli yang bagus, lebih well educated, dan memiliki kecenderungan perilaku yang adaptif dengan norma sosial di dalam negeri. Karena itu, segenap potensi yang dimiliki daerah, dianjurkan berbenah lebih serius untuk mendatangkan tamu dari segmentasi industri ini.

Event yang kerap mendatangkan wisatawan berkualitas terdiri dari event budaya, olahraga dan musik. Lombok misalnya, dengan kehadiran Mandalika yang akan memiliki sirkuit MotoGP dan Formula 1, akan menarik minat berkunjung para pecinta olah raga tersebut.

Sport tourism menjadi event berkualitas yang diharapkan juga akan mampu menarik segmen wisatawan. Bahkan kabarnya, potensi pasar internasional untuk dua olahraga itu diperkirakan tidak hanya disediakan akomodasi di Lombok, tetapi juga Bali.

Dampak berganda dari sport tourism tidak hanya bagi tempat penyelenggaraan dan tidak terbatas pada waktu penyelenggaraan. Citra daerah sebagai tuan rumah penyelenggara event juga akan terdongkrak positif.

Selain itu, segmentasi ekowisata, jenis wisata yang menyelaraskan kelestarian alam dan budaya dengan kegiatan wisata berbasis masyarakat ini, kurang tergarap dengan baik di Indonesia. Segmentasi ekowisata meskipun memiliki karakter selektif dalam kunjungan, tetapi diproyeksikan memiliki tingkat pengeluaran yang tinggi.

Dalam sebuah wawancara yang dilakukan penulis dengan pelaku usaha adventure, diinformasikan bahwa pengeluaran per orang untuk wisatawan asing untuk mendaki gunung di Indonesia di atas Rp 100 juta dengan waktu seminggu. Wisatawan ekowisata lebih serius dan niat dalam berwisata.

Melalui momentum perumusan grand design kedatangan wisman di Bali, prinsip dan praktik responsible tourism sebagai bagian dari gelombang baru new tourism menjadi market leader yang menjadi salah satu pertimbangan penting manakala seseorang melakukan perjalanan wisata ke suatu daerah atau negara, layak untuk mulai diterapkan di Bali.

Sebagai ‘etalase’ pariwisata Indonesia, Bali telah memikat banyak orang untuk datang. Kiranya kebangkitan pariwisata Bali, dengan nantinya dibukanya Bali untuk wisman, akan mendorong kembalinya turisme Indonesia.

Dewa Gde Satrya, Dosen Hotel & Tourism Business, Fakultas Pariwisata, Universitas Ciputra Surabaya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.