JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) menargetkan pertumbuhan industri ritel sekitar 3 persen sampai 3,3 persen pada tahun ini seiring pemulihan ekonomi nasional. Meski angka tidak signifikan, tapi proyeksi kali ini lebih baik dibandingkan tahun lalu.
Ketua Aprindo Roy N. Mandey mengatakan bahwa target tersebut didasarkan pada penanganan pemerintah yang lebih baik dalam menjaga harga kebutuhan pokok. Perbaikan tersebut, ujar Roy, mengarah pada keseimbangan harga baru di tengah gejolak inflasi.
“Tetapi ketika adanya ekstra effort dan upaya-upaya dari Kemendag dapat menjembatani dua hal yang menjadi pokok ultimate goal dan menuju kepada keseimbangan baru atau kestabilan harga,” ujar Roy saat dihubungi bisnis.com pekan ini.
Roy mengatakan bahwa pihaknya optimistis tetap bertumbuh meski ketidakpastian global terus menghampiri. Pasalnya, basis ekonomi Indonesia, ujar Roy, adalah konsumsi yang menjadi penyumbang 50 persen lebih Produk Domestik bruto (PDB) Indonesia.
“Kita berharap bisa tumbuh sekitar 3 persen sampai 3,2 persen karena 56 persen dari konsumsi rumah tangga kan dan dari 56,4 persen ditransaksikan di ritel,” tuturnya.
Lebih lanjut, Roy merinci untuk supermarket. Dia memperkirakan bahwa segmen ini akan tumbuh hingga 5 gerai hingga 6 gerai sepanjang tahun ini. Padahal, supermarket tahun lalu hanya tumbuh sekitar 2 gerai sampai 3 gerai.
“Untuk minimarket tahun lalu hanya berekspansi 600 minimarket per 1 perusahaan ritel. Maka, tahun ini diprediksikan bisa sampai 800 gerai sampai 900 gerai. Lalu, untuk Hypermarket yang tahun lalu berekspansi sekitar 1 gerai sampai 2 gerai, tahun ini bisa berekspansi sampai 4 gerai sampai 5 gerai,” jelas Roy.
Dia pun berharap agar pemerintah terus menjaga kebijakan fiskal dan moneter. Kemudian bantalan untuk masyarakat marginal tetap dilanjutkan untuk mencegah tergerusnya daya beli.
Baca juga: Penjualan Eceran Diproyeksi Melambat, Harga BBM Menambah Parah
Di samping itu, lanjut Roy, harus ada program mitigasi dari pemerintah saat komoditas ekspor Indonesia terjadi windfall.
“Beberapa komoditi kita tahun awal tahun seperti batu bara, CPO bagaimana memitigasi yang windfall itu menyubsidi yang bergejolak yang memang lagi di luar kontrol, kaitan panen, musim yang memangnya tidak bisa maksimal hasilnya,” ungkap Roy.
Proyeksi Ekonomi Indonesia 2023
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan bahwa pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 sebesar 5,3 persen
Menurutnya, proyeksi tersebut cukup realistis dengan mempertimbangkan dinamika pemulihan dan reformasi struktural untuk mendorong kinerja perekonomian yang lebih akseleratif.
Baca juga: Daya Tahan Emiten Sektor Ritel Diuji Kenaikan Harga BBM Subsidi
“Kinerja ekonomi pada 2023 terutama akan ditopang oleh pulihnya konsumsi masyarakat, investasi, dan perdagangan internasional," katanya dalam Rapat Paripurna DPR RI, Kamis (29/9/2022).
Peningkatan konsumsi masyarakat akan didorong oleh tingkat kepercayaan masyarakat yang naik, seiring dengan pemulihan ekonomi yang terus berlanjut. Kondisi ini juga diperkirakan akan memperkuat sisi produksi sehingga menggerakkan perekonomian.
“Pemerintah bersama otoritas moneter akan berupaya mengendalikan inflasi agar harga komoditas pokok terjangkau bagi seluruh masyarakat, terutama masyarakat miskin dan rentan miskin,” kata dia.
Pada APBN 2023, tingkat inflasi diperkirakan mencapai 3,6 persen. Target tersebut meningkat dari proyeksi RAPBN 2023 sebelumnya sebesar 3,3 persen.
Kenaikan tersebut, kata Sri Mulyani, mempertimbangkan tekanan inflasi global yang diperkirakan masih tinggi serta volatilitas dan ketidakpastian dari pergerakan harga komoditas di pasar global.
Sejalan dengan itu, nilai tukar rupiah yang semula diperkirakan sebesar Rp14.750 per dolar Amerika Serikat (AS), menjadi Rp14.800 per dolar AS pada 2023.
Ketidakpastian prospek ekonomi global dan kenaikan suku bunga di negara-negara maju, serta ketatnya kondisi likuiditas global, masih menjadi risiko yang perlu terus diwaspadai. (Indra Gunawan dan Maria Elena)