Otak-Atik Besaran Bea Keluar Turunan Bijih Nikel

Pemerintah bersama dengan pelaku usaha masih mencari formulasi penentuan persentase bea keluar untuk sejumlah produk turunan bijih nikel.

Jaffry Prabu Prakoso

3 Des 2022 - 18.51
A-
A+
Otak-Atik Besaran Bea Keluar Turunan Bijih Nikel

Pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel. - JIBI/Nurul Hidayat

JAKARTA — Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) memastikan bahwa pemerintah bakal mulai memberlakukan bea keluar ekspor komoditas hasil olahan bijih nikel tahun depan.

Pekan ini, pemerintah bersama dengan pelaku usaha masih mencari formulasi penentuan persentase bea keluar untuk sejumlah produk turunan bijih nikel seperti nikel pig iron (NPI) hingga feronikel (FeNi). Formulasi pungutan progresif itu diharapkan fleksibel mengikuti kondisi pasar nikel mendatang.

“Tahun depan kita akan berlakukan [bea keluar turunan nikel],” kata Deputi Bidang Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves, Septian Hario Seto kepada Bisnis, belum lama ini.


Produk nikel PT Ifishdeco Tbk. (IFSH). /Perseroan 

Seto mengatakan bahwa kementeriannya baru saja melakukan pertemuan dengan sejumlah asosiasi terkait di industri nikel untuk menjaring saran dan konsen pelaku usaha di lapangan.

Di saat yang sama, sosialisasi penerapan pungutan ekspor progresif juga telah dilakukan secara bertahap untuk memastikan kesiapan industri hulu hingga hilir yang terkait dengan bijih nikel itu.

“Kita baru sosialisasi, industrinya kita minta masukan juga, kita lihat kan dia masukannya apa nanti kita lihat, mereka harus kirim surat juga,” kata dia.

Baca juga: Seputar Fakta Indonesia Kalah Gugatan Nikel di WTO

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) Meidy Katrin Lengkey menuturkan bahwa otoritas fiskal masih menampung masukan yang disampaikan pelaku usaha tambang hingga pengolahan nikel sebelum akhirnya menetapkan besaran tarif pungutan ekspor akhir tahun ini.

“Yang pasti pendekatan yang digunakan akan mendekati harga pasar. Kemudian biayanya berapa, pendapatannya berapa untuk produk olahan itu,” Kata Meidy seusai rapat ihwal penggodokan pungutan itu bersama dengan pemerintah, Jumat (21/10/2022).

Dalam rapat itu, Meidy juga menuturkan bahwa pemerintah tengah menimbang ulang kebijakan tax holiday bagi pabrik pengolahan nikel seiring dengan rencana implementasi pungutan ekspor progresif tersebut.

“Itu juga kan, sebenarnya sudah diberikan tax holiday. Itu dikaji kembali apakah akan diberikan kepada pabrik yang sudah berproduksi atau hanya khusus untuk pabrik baru,” tuturnya.

Kendati demikian, dia berpendapat bahwa tingkat imbal hasil atau internal rate of return (IRR) dari pengusahaan pabrik olahan nikel bakal menyusut seiring dengan komitmen pemerintah untuk menerapkan bea keluar tersebut. Dia berharap kebijakan itu dapat mendorong investasi yang lebih masif pada industri hilir olahan nikel mendatang.

Tetap Larang Ekspor Bijih Nikel

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa pemerintah tak akan menyerah begitu saja dengan kebijakan larangan eskpor bijih nikel meski digugat Uni Eropa ke Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).

Dia pun mengaitkan langkah Uni Eropa tersebut dengan era penjajahan Belanda yang menerapkan sistem tanam paksa. 

Baca juga: Pantang Mundur Indonesia di WTO, Tekad Penghiliran Kian Kuat

“Hati-hati. Dulu zaman VOC, zaman kompeni, itu ada yang namanya kerja paksa. Ada yang namanya tanam paksa. Zaman modern ini muncul lagi, ekspor paksa. Ekspor paksa. Kita dipaksa untuk ekspor,” kata Jokowi dalam sambutannya pada CEO Forum XIII bertajuk Tantangan dan Langkah Percepatan Pemulihan 2023 di Istana Negara, Jakarta, Jumat (2/12/2022).

Jokowi menegaskan bahwa adanya gugatan tersebut tidak akan menghentikan Indonesia untuk melarang ekspor dan hilirisasi bijih nikel. 

“Lho, ini barang kita kok. Memang sudah saya sampaikan kemarin kita kalah. Tapi apakah kita langsung pengen berhenti saja, oh ndak,” ujarnya.

Pemerintah tidak akan tinggal diam karena akan mengajukan banding terhadap putusan WTO yang menyatakan bahwa Indonesia melanggar ketentuan WTO terkait dengan kebijakan larangan ekspor dan hilirisasi bijih nikel dalam negeri. 

Briket nikel di fasilitas pengolahan komoditas tersebut di Australia./Bloomberg-Philip Gostelow

Pasalnya, Jokowi melihat Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam hal menciptakan produk turunan produksi baterai kendaraan listrik.

Berdasarkan laporan final panel pada 17 Oktober 2022, Indonesia dinyatakan terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dalam sengketa yang terdaftar pada dispute settlement (DS) 592.

Adapun pembelaan pemerintah Indonesia lewat ketentuan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994 berkaitan dengan keterbatasan jumlah cadangan nikel nasional juga ditolak badan pengatur perdagangan internasional tersebut. (Nyoman Ary Wahyudi dan Ni Luh Anggela)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Jaffry Prabu Prakoso

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.