Pasokan Batu Bara PLTU Terancam, Kontrak PLN Disorot

Selama ini PLN melakukan kontrak batu bara paling besar dengan pemegang IUP OPK angkut jual sebesar 38%. Sementara itu, kontrak dengan perusahaan pemasok pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) hanya 31%.

Rayful Mudassir

16 Nov 2021 - 15.04
A-
A+
Pasokan Batu Bara PLTU Terancam, Kontrak PLN Disorot

Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Barito, Barito Kuala, Kalimantan Selatan, Rabu (1/9/2021). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat produksi batu bara nasional semester l/2021 mencapai 286 juta ton, realisasi itu baru mencapai 45,76 persen dari target produksi tahun ini yaitu sebesar 625 juta ton. ANTARA FOTO/Makna Zaezar

Bisnis, JAKARTA — Masih rendahnya realisasi pasokan batu bara untuk pembangkit listrik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) disebut karena perusahaan setrum pelat merah itu lebih banyak melakukan kontrak pembelian dengan pemegang izin usaha pertambangan operasi produksi khusus (IUP OPK) angkut jual.

Akibatnya, ketika harga komoditas emas hitam sedang tinggi, berpotensi memberikan ketidakpastian pasokan kepada PLN, apalagi pemegang IUP OPK tidak memiliki kewajiban untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation/DMO).

Dirjen Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin menjelaskan bahwa selama ini PLN melakukan kontrak batu bara paling besar dengan pemegang IUP OPK angkut jual sebesar 38%.

Sementara itu, imbuhnya, kontrak dengan perusahaan pemasok pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) hanya 31%.

Artinya, kata dia, sebagian besar kontrak batu bara yang dilakukan PLN bukan dengan perusahaan tambang, tetapi didominasi oleh IUP OPK angkut jual.

“Ini yang sering menjadi kendala ketika PLN memerlukan penambahan pasokan,” katanya saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, Senin (15/11/2021).

Ridwan menuturkan bahwa kontrak dengan pemegang IUP OPK angkut jual itu berpotensi memberikan ketidakpastian pasokan, khususnya pada saat harga batu bara sedang tinggi.

Selain itu, imbuhnya, perusahaan pemegang IUP OPK tersebut tidak memiliki kewajiban memenuhi DMO.

Menurut dia, PLN seharusnya meningkatkan kontrak pembelian batu bara dengan industri pertambangan secara langsung. Langkah tersebut diperlukan sebagai upaya agar pasokan DMO tetap terpenuhi untuk memastikan bahan bakar PLTU milik PLN maupun lewat skema independent power producer (IPP) tetap aman.

Setali tiga uang, Komisi VII DPR RI mendorong PLN melakukan kontrak pembelian langsung dan kontrak jangka panjang ke pemilik tambang untuk memenuhi kebutuhan pasokan batu bara dalam negeri.

Pimpinan rapat dengar pendapat Komisi VII Maman Abdurrahman mendorong perusahaan setrum itu tidak membeli batu bara untuk bahan bakar listrik melalui trader.

“Dalam memenuhi kebutuhan pasokan batu bara, PT PLN [Persero] melakukan kontrak pembelian jangka panjang dan melakukan pembelian langsung ke pemilik tambang tanpa harus melalui trader,” katanya membacakan hasi RDP di Gedung Parlemen, Senin (15/11/2021).

Selain itu, Dewan mendesak Dirjen Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin dan PLN melakukan evaluasi terhadap perusahaan pertambangan yang tidak berkomitmen dalam memenuhi kewajiban DMO, termasuk pembenahan sistem trading batu bara.

Sebelumnya, Direktur Utama PT PLN (Persero) Zulkifli Zaini menerangkan bahwa realisasi pemenuhan kebutuhan batu bara untuk ketenagalistrikan mencapai 93,2 juta metrik ton hingga Oktober 2021.

Angka itu terbagi untuk kebutuhan PLTU milik PLN sebesar 55,5 juta ton dan kebutuhan PLTU IPP sebesar 37,6 juta metrik ton. Sementara itu, kebutuhan pasokan batu bara untuk ketenagalistrikan mencapai 137,2 juta ton hingga akhir 2021. Artinya, realisasi pasokan yang diterima PLN hanya sekitar 67,8%.

“Masih terdapat gap atas realisasi pemenuhan batu bara dengan kewajiban pemenuhan batu bara dalam negeri,” katanya saat rapat dengar pendapat di Gedung Parlemen, Jakarta, Senin (15/11/2021).

Secara detail, realisasi pasokan batu bara yang diterima PLN hingga Oktober 2021 didominasi oleh pemegang perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B) sebanyak 41,7 juta dari kewajiban 66, juta metrik ton.

Kemudian, pemegang izin usaha pertambangan operasi produksi (IUP OP) baru memenuhi 22,9 juta ton DMO dari kewajiban 52,07 juta ton. Selanjutnya, IUP operasi produksi khusus baru telah mencapai DMO 10,6 juta.

Lainnya, IUPK OP baru memenuhi realisasi 4,3 juta ton baru bara dari target 4,3 juta ton, sedangkan IUP penanaman modal asing baru merealisasi pasokan batu bara DMO 2 juta ton dari kewajiban 7,5 juta ton.

Dari kontrak yang ada, hanya kontrak BUMN melalui PT Bukit Asam Tbk. yang telah melewati target DMO 6 juta ton, yakni mencapai 11,4 juta ton.

Di sisi lain, Kementerian ESDM mengungkapkan data yang berbeda. Dari laporan pemerintah menyebutkan bahwa realisasi DMO telah mencapai 110 juta ton atau sekitar 80% dari target 137,2 juta ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Ibeth Nurbaiti*

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.