Pelajaran dari ISAT, Proteksi Konsolidasi Operator Seluler Urgen

Pemerintah perlu memperhatikan perusahaan telekomunikasi yang melebur untuk menjamin penggabungan usaha memberi manfaat tidak hanya bagi masyarakat, tetapi juga bagi keberlanjutan bisnis perusahaan swasta yang merger. 

Leo Dwi Jatmiko

23 Nov 2021 - 18.14
A-
A+
Pelajaran dari ISAT, Proteksi Konsolidasi Operator Seluler Urgen

Karyawan melayani pelanggan di gerai Indosat Ooredoo, Jakarta, Rabu (16/9/2020). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis, JAKARTA — Pemerintah dinilai belum memberikan proteksi yang berimbang terhadap perusahaan-perusahaan telekomunikasi yang telah melakukan konsolidasi guna menyehatkan iklim persaingan di industri tersebut.

Ketua Umum Indonesian Digital Empowering Community (IDIEC) M. Tesar Sandikapura menilai pemerintah perlu memperhatikan perusahaan telekomunikasi yang melebur untuk menjamin penggabungan usaha memberi manfaat tidak hanya bagi masyarakat, tetapi juga bagi keberlanjutan bisnis perusahaan swasta yang merger. 

Sebagai contoh kasus, secara berturut-turut aset dan frekuensi PT Indosat Tbk. disita oleh pemerintah setelah Indosat menyatakan keinginannya untuk melebur dengan PT Hutchison 3 Indonesia. 

Gabungan keduanya, padahal, diprediksi akan melahirkan perusahaan besar dengan pendapatan tahunan mencapai US$3 miliar. 

(BACA JUGA: Medan Panas Kompetisi 3 Raksasa Operator Seluler RI hingga 2026)

Menurut Tesar, disitanya aset dan frekuensi Indosat oleh pemerintah karena perusahaan telco berkode saham ISAT berpotensi menjadi pemain yang besar di industri telekomunikasi.

Indosat juga berpeluang tumbuh lebih cepat dengan penggabungan usaha dan aset-aset yang dimiliki.

Dia menilai ada kekhawatiran di pemerintah mengenai kekuatan besar dari gabungan kedua perusahaan.  

“Pemerintah setuju Indosat merger, hanya dibatasi agar tidak menjadi nomor satu,” kata Tesar saat dihubungi, Selasa (23/11/2021).  

Dia menambahkan jika pemerintah ingin menegakan hukum di industri telekomunikasi, maka pemerintah harus menegakkannya ke semua perusahaan telekomunikasi dan bersikap adil.   

(BACA JUGA:  IM2 GIG Setop Operasi, Bagaimana Kinerja Layanan Internet ISAT?)

Direktur Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala mengatakan perlindungan terhadap pemain di industri telekomunikasi merupakan bagian dari tanggungjawab Kementerian Komunikasi dan Informatika selaku regulator. 

Tugas perlidungan tersebut sebenarnya dapat dilakukan lebih optimal seandainya Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) masih ada saat ini.

“Kemenkominfo nampak tidak ada upaya perlindungan terhadap industri. Ini catatan mahal, karena ini mungkin akibat tidak adanya BRTI,” kata Kamilov. 

Dia mengatakan seharusnya Indonesia memiliki badan regulasi yang independen dan tidak berpihak. Jika pemerintah dapat menghidupkan kembali BRTI, maka itu merupakan suatu prestasi.

LANGKAH TEPAT

Di sisi lain, ISAT juga dinilai telah melakukan langkah tepat dengan menyerahkan aset Indosat Mega Media (IM2) kepada pemerintah. Perusahaan tersebut hanya akan jadi beban bagi perusahaan yang sedang dalam proses merger itu. 

Tesar Sandikapura menilai Indosat tidak memperoleh keuntungan dengan mempertahankan IM2. 

Secara bisnis, kontribusi IM2 terhadap pendapatan Indosat tidak besar. Dia menduga IM2 sulit untuk memasarkan produk karena citra layanan tersebut sudah tidak baik, akibat kasus hukum yang menjerat mereka pada 2014, 

“Menurut saya permasalahan terbesar adalah karena kasus IM2, sehingga sulit untuk menjual produk tersebut ke masyarakat,” ujarnya.

Sekadar informasi,  merujuk pada laporan investor memo kuartal III/2021, total pendapatan Indosat dari layanan telekomunikasi tetap mencapai Rp422,9 miliar, atau hanya 1,8 persen dari total pendapatan Indosat yang mencapai Rp23,05 triliun. 

Meski secara tahunan pendapatan dari layanan tetap naik 6,9 persen, tetapi jika dihitung dari kuartal II/2021 ke kuartal III/2021, jumlahnya turun 7 persen.

Pada periode Juli—September 2021, pendapat yang dibukukan dari layanan internet tetap Rp139,4 miliar, turun Rp10,2 miliar secara kuartal. 

Dengan kontribusi yang hanya 2 persen dari total pendapatan, kata Tesar, Indosat memegang risiko yang besar jika masih mengoperasikan IM2. 

Kasus tersebut dapat muncul kembali sewaktu-waktu. Terbukti, dengan disitanya aset IM2 pekan ini, di mana putusan Mahkamah Agung sudah muncul sejak 2014. 

“Citra tidak bagus, risiko kasus diungkit kembali, dan pemasukan yang tidak seberapa. Mudaratnya lebih banyak menurut saya,” kata Tesar. 

Sebelumnya, Indosat Mega Media (IM2) memberhentikan layanan internet tetap GIG, paling lambat 25 November 2021. 

Dalam surat pemberitahuan yang diterima oleh pengguna GIG, Jumat (19/11), IM2 menyatakan berdasarkan putusan Mahkamah Agung No.787 K/PID.SUS/2014 tertanggal 10 Juli 2014, perusahaan harus membayar Uang Pidana Pengganti Sebesar Rp1,3 Triliun dan saat ini sedang dilaksanakan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. 

Kondisi keuangan IM2 tidak cukup baik. sehingga IM2 ditempatkan pada posisi harus diambil alih. 

Becermin dari kasus ISAT, Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi berpendapat memiliki layanan internet tetap dinilai bukan suatu keharusan bagi operator seluler.

Meski dapat memberikan pemasukan tambahan, operator harus menggelontorkan investasi besar untuk mengembangkan layanan fixed broadband. 

Dia mengatakan kepemilikan layanan fixed broadband bukanlah suatu keharusan bagi operator seluler. Semua perusahaan yang bergerak di sektor layanan internet bergerak, tetap dapat tumbuh hanya dengan menjual layanan seluler. 

Hanya saja, dengan memiliki layanan internet tetap, operator berpeluang untuk mendapat tambahan pendapatan seandainya mereka masuk ke pasar yang tepat, di tengah pasar layanan internet tetap yang berdarah-darah. 

“Tidak harus. Namun, diversifikasi layanan dan komplementer jaringan tentu makin memperkuat bisnis operator bersangkutan,” kata Heru. 

Sekadar informasi, saat ini XL Axiata menjadi satu-satunya operator seluler yang memiliki layanan internet tetap dan dikelola sendiri. Melalui produk Fiber Satu, XL membundel layanan seluler mereka dengan layanan internet tetap dalam satu paket.

Selain XL, Smartfren berkolaborasi dengan Moratelindo juga menawarkan layanan internet tetap dan internet bergerak  dalam satu paket. Perbedaannya dengan XL, Smartfren memilih untuk berkolaborasi dibandingkan dengan membuat sendiri. 

Semenetara itu, Indosat dan Telkomsel tidak memiliki produk layanan internet tetap. Namun, anak dan induk perusahaan keduanya memiliki layanan tersebut, sehingga dapat dikerjasamakan. 

Tidak hanya itu, kata Heru, Banyak operator melepas aset sebagai bagian dari transformasi dan mengurangi beban perusahaan, yang jika dilepas menambah pendapatan perusahaan. 

Heru mengatakan seandainya operator seluler serius dalam mengembangkan layanan fixed broadband  dan menemukan lokasi yang tepat, bisnis internet tetap mereka dapat tumbuh lebih besar dibandingkan dengan layanan internet bergerak. 

Sementara itu, mengenai Indosat yang kerap melepas aset yang dimiliki mulai satelit, menara dan yang terbaru IM2, karena diambil oleh Kejaksaan Agung, menurut Heru hal tersebut hal tersebut tidak salah. 

“Banyak operator melepas aset sebagai bagian dari transformasi dan mengurangi beban perusahaan, yang jika dilepas menambah pendapatan perusahaan,” kata Heru. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.