Bisnis, JAKARTA— Emiten batu bara milik konglomerat Garibaldi Thohir, PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) berupaya untuk menangkap peluang sektor green economics atau ekonomi hijau melalui pembangunan smelter aluminium di kawasan industri Kalimantan Utara sebagai gelombang awal.
Emiten dengan kode saham ADRO tersebut menargetkan fase awal smelter aluminium pada kuartal pada kuartal I/2025 dengan kapasitas 500.000 ton per tahun.
Apalagi, baru-baru ini, pemberi pinjaman terbesar Singapura, DBS, mempertebal komitmennya untuk menghentikan pendanaan ke sektor batu bara, termasuk Adaro Energy. Upaya itu menyusul langkah serupa yang diumumkan perbankan yang berbasis di London, Inggris, Standard Chartered.
Penyetopan pembiayaan oleh DBS dan Standard Chartered mungkin barulah sebuah pembuka bagi gelombang peralihan sektor keuangan menuju proyek-proyek hijau yang berkelanjutan.
The Straits Times mengutip seorang Juru Bicara DBS yang pekan lalu mengatakan bahwa eksposur pembiayaan mereka ke Adaro dan anak usahanya di sektor batu bara akan berkurang signifikan pada akhir tahun ini. “Kami tidak ada niat untuk memperbaharui pembiayaan jika bisnisnya masih didominasi batu bara thermal,” ujar juru bicara tersebut.