Peluang Startup Raup Untung dari Bisnis Fintech

Berbagai perusahaan startup mulai melirik bisnis fintech. Namun, dibandingkan mendirikan perusahaan baru, startup memilih untuk mengakuisis perusahaan fintech yang sudah ada. 

13 Mei 2021 - 17.39
A-
A+
Peluang Startup Raup Untung dari Bisnis Fintech

Ilustrasi, bisnis finansial teknologi atau fintech.

Bisnis, JAKARTA. Perkembangan bisnis teknologi finansial atau financial technology (fintech) begitu pesat. Tak heran jika banyak perusahaan mulai melirik industri tersebut. 

Salah satunya perusahaan rintisan alias startup teknologi yang cukup tertarik dengan peluang cuan dari fintech. Direktur utama PT Mandiri Capital Indonesia Eddi Danusaputro pun buka-bukaan mengenai hal tersebut. 

Dia mengatakan bahwa bisnis kredit digital memiliki potensi keunungan yang cukup mudah. Selain itu, keuntungan tersebut bisa diperoleh dalam jangka pendek-menengah. 

Maka tak heran jika banyak startup teknologi yang mengincar perusahaan pembiayana digital. Mereka bahkan memiliki fintech dan menjadikan hal itu sebagai bagian dari grup mereka. 

Adapula startup yang bekerja sama dengan fintech untuk menyediakan layanan finansial. Hal itu untuk memperluas layanan sekaligus menjaring potensi profit dari banyak lini bisnis.

"Misalnya, sekadar startup e-commerce itu monetisasinya susah, makanya mereka kolaborasi dengan lembaga keuangan dan mengincar mereka, buat ikut menggelar financial services," kata dia dalam diskusi bersama media, dikonfirmasi Bisnis, Rabu (12/5/2021). 

Beberapa akuisis pun telah berjalan. Sebut saja LinkAja yang mengakuisis fintech peer-to-peer (P2P) lending PT iGrow Resources Indonesia (iGrow). Ada juga Cermati Fintech Group (CFG) yang menaungi Indonda besutan PT Artha Dana Teknologi. Perusahana itu juga memiliki produk Cermati Protech sebagai pialang asuransi digital.

Selain itu, ada Gojek yang telah memiliki platform P2P lending bernama PT Mapan Global Reksa atau Findaya. Perusahaan itu bertujuan menyalurkan paylater dan GoModal. Sedangkan pesaingnya, OVO, menggelar bisnis pembiayaan dengan memanfaatkan anak usaha di bidang P2P lending, yaitu PT Indonusa Bara Sejahtera atau Taralite. 

Aapun Bendahara Asosiasi Modal Venture untuk Startup Indonesia (Amsevindo) Edward  Ismawan Chamdani menilai fintech di bidang pembiayaan dibutuhkan untuk menghidupkan ekosistem pengguna startup yang sudah berjalan tersebut. "Sehingga peran fintech yang biasanya di P2P akan mampu menjembatani keterbatasan ke ekosistem yang lebih  besar," kata Edward pada Bisnis

Sedangkan VP Investment & Portfolio Kejora Ventures sekaligus Wakil Sekretaris Amvesindo Andreas Surya mengatakan bisnis pembiayaan digital memang bisnis model yang mudah dipahami dan lebih jelas untuk mendapatkan keuntungan. Sehingga masih ada kesempatan bisnis yang bisa digapai oleh startup

Meskipun, kenyataan operasional fintech tidak seindah kelihatannya. Pasalnya praktik bisnis harus dilaksankaan dengan etis.

"Penggunaan teknologi seharusnya bisa menjadikan operasi bisnis pembiayaan lebih mudah, [tapi] banyak hal yang perlu di-tweak pada kenyataannya," ujar Andreas. 

Beberapa persoalan yang perlu jadi perhatian di antaranya promosi yang menyesatkan, mengevaluasi kelayakan kredit pelanggan, hingga cara mendapatkan kembali dana.  Hal tersebut perlu menjadi perhatian karena mayoritas pelanggan merupakan masyarakat yang literasi finansialnya belum matang. Dengan begitu perusahaan bisa menjaga kualitas kredit agar tidak menjadi kredit macet. 


Bisnis Fintech Makin Laris

Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat nilai penyaluran P2P lending pada Maret 2021 mencapai Rp 11,76 triliun. Jika dibandingkan capaian Desember 2020 senilai Rp 9,65 triliun, penyaluran pinjaman per Maret 2021 naik 21,92 persen (year to date/ytd). 

Angkanya juga lebih tinggi dari Januari 2021 yang mencapai Rp 9,38 triliun dan Februari 2021 sebesar Rp 9,58 triliun. Dengan capaian tersebut, jumlah penyaluran fintech P2P lending sepanjang kuartal I/2021 mencapai Rp 30,73 triliun. Nilainya naik dari kuartal IV/2019 sebesar Rp 27,2 triliun.

CEO & Co-Founder Akseleran Ivan Nikolas Tambunan menilai kenaikan di kuartal I/2021 kemungkinan besar terjadi akibat Ramadan 1442 H dan jelang Hari Raya Lebaran 2021. Pasalnya, para borrower, terutama pebisnis, membutuhkan working capital atau inventory yang lebih banyak serta service yang lebih baik lagi.

"Hal ini terjadi terutama pada industri-industri yang terkait langsung pada bulan Ramadan, di mana selama bulan Ramadan pastinya akan terus mengalami kenaikan," jelas Ivan pada Rabu (5/5/2021).

Dengan begitu, total penyaluran pinjaman 147 perusahaan fintech P2P lending resmi binaan OJK mencapai Rp 181,67 triliun sejak industri berdiri. Secara detail, pemain fintech P2P lending telah menyalurkan Rp 58 triliun pada 2019.

Kemudian angkanya naik 26,74 persen pada 2020 menjadi Rp 74,41 triliun. Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) pun menargetkan penyaluran pinjaman industri tersebut bisa mencapai lebih dari Rp 100 triliun pada tahun ini.

Adapun outstanding pembiayaan atau besar sisa pokok pinjaman pada waktu tertentu di luar bunga, denda, penalti  dari industri fintech P2P lending mencapai Rp 19,04 triliun. Angka tersebut melesat dari bulan-bulan sebelumnya yang rata-rata mencapai Rp 15 triliun hingga Rp 16 triliun.

Dari sisi daerah penyaluran, wilayah Jawa masih mendominasi dengan Rp 9,57 triliun. Angkanya naik 22,51 persen dari bulan sebelumnya.

Sedangkan penyaluran pinjaman ke wilayah luar Jawa hanya Rp 2,19 triliun. Meski begitu, angkanya tumbuh sebesar 23,96 persen.

Dari jumlah rekening borrower di Pulau Jawa, OJK mencatat ada kenaikkan 13,34 persen secara bulanan menjadi 47,54 juta entitas. Sedangkan borrower di luar Jawa naik 7,68 persen menjadi 7,79 juta entitas.

Meski begitu, jumlah borrower unique aktif yang masih menyumbang nilai outstanding dari Jawa justru turun 0,17 persen secara bulanan menjadi 16,18 juta. Sedangkan borrower aktif dari luar Jawa naik 12,23 persen menjadi 2,34 juta.

Peminjam aktif di Jawa memang turun karena borrower dari DKI Jakarta berkurang 6,21 persen dari 10,16 juta entitas menjadi 9,53 juta entitas. Sedangkan provinsi lainnya tidak mengalami penurunan.

Menariknya, jumlah penyaluran pinjaman bulanan ke DKI Jakarta masih naik 22,33 persen dari Rp 2,46 triliun ke Rp 3,01 triliun. Itu menunjukkan peminjam di Jakarta merupakan borrower berpengalaman yang mengajukan penghimpunan dana lebih dari satu kali atau borrower baru yang mencairkan pinjaman bernilai jumbo.

Di sisi lain, OJK juga mencatat entitas pemberi pendanaan atau lender menurun 14,52 persen (ytd). Meski begitu, jumlah transaksinya  naik 8,08 persen (ytd) menjadi 147,63 juta satuan akun.

(Reporter : Aziz Rahardyan & Wibi Pangestu Pratama)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.