harga CPO

ekspor impor

Belum lama ini, Presiden Joko Widodo menyuarakan rencana untuk terus mengerem dan bahkan menghentikan ekspor minyak sawit mentah alias crude palm oil (CPO).
Presiden menyebut kebijakan itu bertujuan agar Indonesia dapat mengolah sendiri bahan mentah untuk mendapatkan nilai tambah.
Secara detail, Jokowi ingin produk kelapa sawit Indonesia diolah menjadi produk seperti kosmetik, mentega dan biodiesel.
Dalam hal ini, pernyataan yang disampaikan oleh Presiden Jokowi baru sebatas rencana. Namun demikian hal itu bisa menjadi pertanda sekaligus haluan, terkait arah industri sawit Indonesia di masa depan.
&ldquo;Di suatu titik nanti, setop yang namanya ekspor CPO. Harus jadi kosmetik, harus jadi mentega, harus jadi biodiesel, dan turunan lainnya [di dalam negeri],&rdquo; kata Jokowi dalam pidato sambutan di Lemhannas, pekan lalu.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Bidang Luar Negeri Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Fadhil Hasan menilai penghiliran perlu dijalankan dengan menggunakan prinsip-prinsip ekonomi. Namun demikian, dia menilai larangan ekspor CPO tidak selayaknya dilakukan.
Oleh karena itu, wacana penghentian ekspor CPO perlu dipertimbangkan kembali dan dilihat secara lebih jauh dari berbagai aspek ekonomi. Menurutnya, apabila penghentian ekspor tersebut hanya mempertimbangkan aspek untuk hilirisasi saja masih kurang kuat.
&ldquo;Harus ada argumen ekonomi yang kuat, kecuali ada aspek pertimbangan lingkungan itu mungkin bisa diperdebatkan, kalau argumennya cuma hilirisasi saja kurang kuat,&rdquo; katanya Kamis (18/11/2021).
Menurutnya, terdapat beberapa dampak ikutan apabila penyetopan ekspor CPO dilakukan tanpa persiapan yang matang dan berbagai pertimbangan. Dalam hal ini, salah satu hal yang perlu dipertimbangkan adalah instrumen baru untuk mengakomodasi perubahan di lembaga dana kelolaan sawit.
Fadhil berujar, apabila penghiliran dilakukan dengan menghentikan ekspor CPO, tanpa ada penyesuaian dan persiapan yang matang, dampaknya penerimaan dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) akan jauh lebih rendah.
Sebab, apabila ekspor CPO dilarang, penerimaan BPDPKS hanya berasal dari pungutan ekspor produk turunannya saja.
&ldquo;Pungutan ekspor CPO jauh lebih tinggi dari produk turunannya, jadi harus dipertimbangkan secara keseluruhan,&rdquo; katanya
Menurutnya, pengembangan industri hilir CPO tetap perlu dijalankan tanpa harus mengorbankan industri hulu, konsumen dan para petani. Apalagi, dia mencatat ekspor CPO yang terjadi pada 2021 pun hanya sekitar 9 persen dari total produk CPO.
&ldquo;Sebenarnya penurunan sudah terjadi sejak 2017 saat pemerintah mengeluarkan pajak ekspor, karena pajak ekspor CPO lebih tinggi dibandingkan dengan produk turunan. Itu yang mendorong terjadi hilirisasi,&rdquo; katanya.
Dia melanjutkan, industri sawit di Indonesia sebenarnya sudah cukup terdiversifikasi. Namun, jika dibandingkan dengan Malaysia memang memiliki perbedaan dalam proses pengolahan CPO. Ekspor produk olahan CPO Malaysia lebih besar dibandingkan dengan Indonesia.
&ldquo;Ini wajar karena mereka lebih tumbuh lebih dahulu,&rdquo; katanya.
Senada, Ketua Bidang Komunikasi Gapki Tofan Mahdi mengatakan para pengusaha kelapa sawit menyadari nilai tambah terbesar dalam suatu produk ada di sisi hilir. Kendati demikian, pihaknya berharap jangan sampai program penghiliran tidak mendistorasi apa yang selama ini sudah dikerjakan di hulu.
&ldquo;Kami sangat mendukung program penghiliran,&rdquo; ujarnya kepada Bisnis, Sabtu (13/11).
Tofan menjelaskan bahwa ekspor produk sawit mencapai 34 juta ton pada 2020. Dari jumlah itu, hanya sebanyak 7,17 juta ton dalam bentuk minyak sawit mentah
Sisanya, lanjut dia, komposisi terbesar atau sebanyak 21 juta ton atau sekitar 60 persen sudah dalam bentuk refinery atau hanya satu tingkat di bawah produk akhir.
&ldquo;Jadi, kalau kemarin pemerintah mendorong penghiliran sawit hasilnya sudah kelihatan karena 60 persen sudah bukan mentah lagi meski belum end product,&rdquo; jelasnya.
Dia mengungkapkan untuk menjadi pemain di produk akhir Indonesia perlu menyiapkan strategi yang berbeda. Pasalnya, pesaing utama merupakan manufaktur dari negara maju yang sudah berusia ratusan tahun seperti Unilever dan pemain besar lainnya.
&ldquo;Beberapa poin yang kami highlight bahwa penghiliran harus dilakukan dengan skema insentif dan disinsentif bukan dengan regulasi karena bisa mendistorsi pasar,&rdquo; imbuhnya.
Tofan mengatakan saat ini masih banyak permintaan dalam bentuk CPO. Oleh karena itu, tidak memungkinkan apabila tiba-tiba muncul regulasi larangan ekspor.
<iframe class="flourish-embed-iframe" style="width: 100%; height: 600px;" title="Interactive or visual content" src="https://flo.uri.sh/visualisation/7908964/embed" frameborder="0" scrolling="no" sandbox="allow-same-origin allow-forms allow-scripts allow-downloads allow-popups allow-popups-to-escape-sandbox allow-top-navigation-by-user-activation"></iframe>
RESPONS EMITEN
Di sisi lain, sejauh ini, pelaku pasar khususnya emiten perkebunan sawit di pasar modal belum melihat wacana tersebut sebagai kendala.
Mayoritas produk sawit Indonesia yang diekspor menuju negara lain diklaim sudah berupa produk olahan. Sehingga, emiten-emiten perkebunan optimistis larangan ekspor CPO masih dapat dimitigasi dampaknya.
&ldquo;Saat ini, 60 persen&mdash;70 persen ekspor minyak sawit nasional sudah dalam bentuk refined product. Hanya 30 persen saja yang dalam bentuk CPO. Kami akan menunggu tindak lanjut dari arahan presiden tersebut,&rdquo; ujar Investor Relations Manager PT Astra Agro Lestari Tbk. (AALI) Fenny Sofyan saat dikonfirmasi Bisnis.
Manajemen AALI menambahkan bahwa pada prinsipnya, perusahaan selalu mendukung dan beradaptasi dengan kebijakan pemerintah. Bila pada akhirnya ekspor CPO benar-benar disetop, hal tersebut juga akan lebih disikapi sebagai peluang dan tantangan alih-alih hambatan.
Sementara itu, PT Mahkota Group Tbk. (MGRO), mengaku endukung rencana pemerintah apabila ingin menjadikan Indonesia sebagai negara produsen barang jadi.
Corporate Secretary MGRO Elvi menilai demi mewujudkannya, dibutuhkan peran pemerintah meningkatkan teknologi pendukung di dalam negeri.
Apalagi saat ini harga CPO dunia kini sedang naik. Kenaikan ini diperkirakan mendatangkan keuntungan lebih kepada negara pengekspor.
&ldquo;Namun demi menjadi negara produsen barang jadi, kemajuan industri dalam negeri yang menggunakan bahan baku minyak sawit dalam jangka panjang memang dibutuhkan dukungan dari pemerintah,&rdquo; kata Elvi kepada Bisnis, Minggu (17/10/2021).
Elvi mengingatkan bahwa harga CPO dan produk-produk turunnya kini menjadi primadona dan mengalami kenaikan harga. Di sisi lain, terdapat berbagai gugatan dari negara pengimpor CPO tentang sawit di Indonesia.
&nbsp;

Pembatasan ekspor membayangi prospek CPO bagi industri di Tanah Air. Simak penjelasannya.

Pembatasan Ekspor Bayangi Prospek CPO

Pemerintah tengah membentuk Indonesia Tourism Fund atau dana abadi pariwisata. Penyusunan Peraturan Presiden (Perpres) tengah dilakukan untuk membentuk lembaga dan tata kelola dana abadi pariwisata. Adapun alokasi dana pariwisata mencapai Rp2 triliun.

Polemik Rencana Pungutan Iuran Pariwisata dari Tiket Pesawat

Menghadapi pasar yang melesu, kalangan pabrikan atau agen pemegang merek punya strategi beragam untuk tetap menjaga perfoma penjualannya.

Siasat Pabrikan Truk Menghadapi Pasar Lesu

Meskipun pendapatannya masih bertumbuh, laba bersih TLKM tertekan pada kuartal pertama 2024 akibat peningkatan sejumlah beban. Meski begitu, sejumlah analis masih merekomendasikan beli terhadap saham TLKM.

Laba TLKM Tertekan di Kuartal Pertama 2024, Simak Rekomendasi Sahamnya

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020, salah satu target RPJMN yakni kontribusi ekspor produk industri berteknologi tinggi mencapai 13% pada tahun ini. 

Jurus Kemenperin Perluas Pasar Ekspor Non Migas RI

Bank Indonesia memastikan industri perbankan nasional dalam kondisi yang stabil meski suku bunga acuan kembali dinaikkan pada RDG April 2024. Meski demikian, data OJK menunjukkan adanya gejala pelemahan kinerja bank pada awal tahun ini.

Menakar Dampak Naiknya BI Rate pada Bisnis Bank

Tak hanya di dalam negeri, Medco juga bermanuver di beberapa negara seperti Malaysia, Thailand, Oman, Yaman, Meksiko, Libya, dan Tanzania, dengan aktif menanamkan investasinya di sejumlah proyek migas.