Pemerintah Beri Sinyal Bakal Hapus Subsidi BBM

Secara bertahap, imbuhnya, pemerintah akan mengembalikan harga komoditas energi ke harga keekonomian sehingga belanja pemerintah makin produktif. Subsidi yang diberikan pemerintah hanya untuk rakyat miskin dan rakyat yang membutuhkan bantuan.

Ibeth Nurbaiti

26 Jul 2022 - 18.30
A-
A+
Pemerintah Beri Sinyal Bakal Hapus Subsidi BBM

Bisnis, JAKARTA — Sinyal pemerintah untuk mengurangi belanja subsidi energi, khususnya bahan bakar minyak (BBM) dan listrik makin kuat di tengah kenaikan harga komoditas energi global. Terlebih, penyaluran subsidi tersebut acapkali tidak tepat sasaran, mengingat tidak adanya segmentasi yang jelas terkait dengan penerimanya.

Dengan penyaluran yang tidak tepat sasaran, sudah dapat dipastikan kebijakan subsidi berdampak pada peningkatan beban anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) karena besaran subsidi dan kompensasi yang harus digelontorkan pemerintah menjadi makin besar.

Di sisi lain, tren konsumsi BBM subsidi di dalam negeri terus meningkat dan sulit ditekan padahal harga minyak dunia diperkirakan masih akan bertahan di level US$100-an per barel hingga akhir 2022.

Baca juga: Fakta di Balik Airlangga Ajak JBIC Investasi di Blok Masela

Berdasarkan catatan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) per 20 Juni 2022, realisasi konsumsi Solar sudah mencapai 51,24 persen dari kuota yang ditetapkan sebesar 15,10 juta kiloliter (KL) pada APBN 2022.

Seturut, realisasi penyaluran Pertalite sudah mencapai 13,26 juta KL atau sebesar 57,56 persen dari kuota yang dipatok dalam APBN 2022 di angka 23,05 juta KL.

Tanpa adanya pengendalian, lembaga itu memprediksikan kuota BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar bakal habis pada Oktober 2022, dengan tingkat rata-rata konsumsi masyarakat di kisaran 10 persen setiap harinya.

“Kita harus makin mendorong belanja produktif. Ini harus menjadi kesadaran kita bersama bahwa subsidi itu enggak efisien. Subsidi BBM, subsidi listrik itu gak efisien,” ujar Direktur Penyusunan APBN Kementerian Keuangan Rofyanto Kurniawan dalam acara Konsultasi Publik RUU APBN 2023 yang ditayangkan melalui Youtube, Senin (25/7/2022).

Secara bertahap, imbuhnya, pemerintah akan mengembalikan harga komoditas energi ke harga keekonomian sehingga belanja pemerintah makin produktif. Subsidi yang diberikan pemerintah hanya untuk rakyat miskin dan rakyat yang membutuhkan bantuan. “[Rakyat] yang mampu dan menengah ke atas gak perlu dapat subsidi,” tuturnya.

Untuk diketahui, Kementerian Keuangan menggelontorkan subsidi energi sebesar Rp502 triliun pada APBN 2022. Anggaran tersebut dibayarkan pemerintah kepada PT PLN (Persero) dan PT Pertamina (Persero) untuk menahan selisih antara harga jual eceran (HJE) dan harga keekonomian BBM, listrik, dan gas LPG 3 kg.

Baca juga: Konsumsi Migas Indonesia Makin Tinggi di Pusaran Energi Bersih

Adapun, Kementerian Keuangan mencatat realisasi subsidi BBM dan LPG 3 kilogram naik rata-rata 26,58 persen setiap tahunnya selama kurun waktu 2017—2021. Kenaikan nilai subsidi itu dipengaruhi fluktuasi harga minyak mentah Indonesia atau ICP dan nilai tukar rupiah.

Sementara itu, realisasi subsidi BBM 2021 mencapai Rp16,17 triliun, termasuk di dalamnya kewajiban kurang bayar Rp7,15 triliun. Kendati demikian, masih terdapat kewajiban pembayaran kompensasi BBM Rp93,95 triliun untuk periode 2017—2021.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengungkapkan bahwa beban subsidi yang makin lebar itu berasal dari komitmen pemerintah untuk memberikan harga BBM yang tetap murah kepada masyarakat.


Dia membeberkan harga keekonomian Pertalite dan Pertamax rata-rata sudah di atas Rp30.000, meskipun Pertalite (RON 90) dijual Rp7.650 per liter dan Pertamax (RON 92) Rp12.500 per liter.

Selama ini, kebijakan pemerintah dan Pertamina yang masih konsisten tidak menaikkan harga Solar dan Pertalite serta LPG 3 Kg berdampak positif terhadap konsumsi rumah tangga khususnya kelompok 40 persen pengeluaran terbawah. 

Penduduk miskin dan rentan memanfaatkan subsidi BBM dan LPG dinilai memiliki disposable income yang digunakan untuk belanja kebutuhan lain.

Baca juga: Bola Panas BBM Subsidi

Hanya saja, selama subsidi BBM diberikan ke komoditasnya, potensi kebocoran sangat besar dan sulit dikendalikan. Apalagi jika selisih harga antara BBM subsidi dan nonsubsidi terpaut sangat jauh, sudah dapat dipastikan kesenjangan konsumsi akan terjadi.

Untuk itu, menurut Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet, pemerintah perlu membenahi data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) agar penyaluran subsidi dapat tepat sasaran.

Jika penerima subsidi lebih tepat sasaran melalui pembenahan DTKS, maka pemerintah juga dapat mempertanggungjawabkan potensi kenaikan anggaran subsidi energi. “Perlu digarisbawahi bahwa pembenahan data terutama DTKS memainkan peran penting,” katanya seperti dikutip dari Antara, Selasa (26/7/2022).


Pembenahan DTKS berhubungan dengan efektivitas penyaluran subsidi energi dan realisasi bantuan sosial karena kenaikan harga minyak dunia bisa mempengaruhi kenaikan penerimaan dalam APBN.

Yang terpenting juga, menurut Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, mekanisme yang dipilih dalam pemberian subsidi seharusnya menggunakan subsidi langsung sehingga bisa tepat sasaran. Penerapan subsidi langsung lebih memungkinkan dan masyarakat relatif siap. “Saya melihat kuncinya justru ada pada kesiapan pemerintah,” katanya. (Feni Freycinetia Fitriani)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Ibeth Nurbaiti

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.