PENEMBAKAN, Ratusan Orang Terbunuh Saat AS Rayakan Kemerdekaan

Penembakan demi penembakan yang terjadi membuat Amerika Serikat semakin memerlukan adanya kontrol kepemilikan senjata. Biden sedang mengupayakan hal yang pernah diberlakukan di masa Obama bisa kembali berjalan, meski dengan modifikasi sesuai situasi yang sedang berlangsung di negerinya.

Saeno
6 Jul 2021 - 21.20
A-
A+
PENEMBAKAN, Ratusan  Orang Terbunuh Saat AS Rayakan Kemerdekaan

Jennifer Cunningham (kiri) dan Zleen Kieran Johnson saling berpegangan saat mengheningkan cipta di Capitol Negara Bagian Colorado atas kekerasan bersenjata setelah terjadi penembakan masal Boulder di King Soopers, Denver, Colorado, Minggu (28/3/2021)./Antara - Reuters/Alyson McClaran

Bisnis.com, JAKARTA - Penembakan merupakan salah satu kasus akut di Amerika Serikat. Banyaknya korban yang meninggal sia-sia akibat penyerangan oleh orang bersenjata membuat kasus penembakan tak ubahnya epidemi. 

Di masa Barack Obama berkuasa, AS sempat memberlakukan kontrol atas pemilikan senjata serbu. Namun, hal itu tak bertahan. Menjelang Trump berkuasa, kelompok pro kepemilikan senjata berhasil membuat aturan itu dibatalkan.

Kegagalan AS menerapkan pelarangan penggunaan senjata api terus berdampak, bahkan saat negeri itu merayakan kemerdekaannya.

Sedikitnya 150 orang tewas akibat kekerasan senjata atas lebih dari 400 penembakan di seluruh Amerika Serikat (AS) selama akhir pekan perayaan kemerdekaan 4 Juli. Hal itu terjadi seiring dengan lonjakan berbagai aksi kekerasan, menurut data yang dikumpulkan Arsip Kekerasan Senjata.

Data yang mencakup jumlah insiden penembakan dan korban kekerasan senjata secara nasional selama 72 jam dari Jumat hingga Minggu, masih terus berkembang dan akan diperbarui.

Di New York terdapat 26 korban dari 21 penembakan dari Jumat hingga Minggu. Angka itu menunjukkan penurunan dari periode yang sama tahun lalu ketika 30 orang tertembak dalam 25 penembakan, menurut laporan Kepolisian New York.

Pada 4 Juli lalu, kota tersebut mengalami 12 insiden penembakan yang melibatkan 13 korban. Angka itu meningkat dari tahun lalu ketika ada delapan penembakan dan delapan korban, menurut NYPD.

Ilustrasi /Antara

Sepanjang tahun ini, insiden kekerasan senjata di New York dilaporkan melonjak hampir 40 persen dibandingkan periode yang sama pada 2020. Saat itu sebanyak 767 penembakan terjadi dengan 885 korban.  Sedangkan di Chicago, 83 orang ditembak, termasuk 14 tewas, dalam sebuah aksi penembakan yang berlangsung mulai pukul 6 sore. Salah satu dari 14 orang yang tewas adalah anggota Garda Nasional Angkatan Darat Illinois.

Keluarga  mengidentifikasi bahwa di media sosial namanya tertera sebagai Chrys Carvajal, meskipun pemeriksa medis Cook County belum secara resmi merilis namanya. Letkol. Brad Leighton mengkonfirmasi kepada CNN bahwa Carvajal ditugaskan ke Kompi L, Garda Nasional Angkatan Darat Illinois.

"(Carvajal) baru di Garda Nasional Illinois dan akan ditugaskan ke unit transportasi. Dia baru saja menyelesaikan pelatihan dasar Angkatan Darat," kata Leighton seperti dikutip CNN.com, Selasa (6/7/2021).

Sementara itu, dua petugas polisi Chicago terluka dalam penembakan Senin malam, Menurut laporan polisi, insiden itu terjadi ketika seorang individu melepaskan tembakan saat petugas membubarkan kerumunan ribu orang dan melakukan lebih dari 60 penangkapan.

Kasus Sebelumnya

Penembakan brutal dengan target spesifik terjadi di halaman kantor pemeliharaan rel di San Jose, California, Rabu (26/5/2021) pagi waktu setempat. Kasus itu menewaskan sembilan orang, termasuk pelaku penembakan.

Menurut saksi, pelaku tidak melakukan aksinya secara acak. Pelaku memilih target secara spesifik dan membiarkan orang-orang lainnya di TKP. "Dia menyasar orang-orang tertentu. Dia melewati orang-orang lainnya," ujar saksi mata, seorang pegawai Santa Clara Valley Transportation Authority (VTA) Kirk Bertolet, dikutip dari CNN.com, Kamis (27/5/2021).

Delapan dari sembilan korban jiwa dalam penembakan itu adalah pegawai VTA. Tersangka, yang diketahui bernama Sam Cassidy, membunuh mereka dengan dua pistol semiotomatis. Kejadian berlangsung di dua gedung VTA pada sif pagi. Motif pembunuhan belum diketahui.

Ilustrasi - Aksi protes menyusul penembakan Jacob Blake, seorang pria kulit hitam di Kenosha City, Wisconsin, AS./Bloomberg

Jika benar kesaksian bahwa Cassidy memilih targetnya secara spesifik, motif pribadi diduga ikut berperan. Mantan istri Cassidy, Cecilia Nelms, mengatakan kemungkinan Cassidy memilih targetnya sangat mungkin.

Cassidy, kata dia, sangat membenci pekerjaannya di VTA dan kerap mengamuk soal bos serta rekan-rekan kerjanya. Saking membenci tempat kerjanya, Nelms kerap menjadi sasaran pelampiasan.

"Dia membenci apa yang dia sebut sebagai penugasan yang tidak adil. Dia kerap mengamuk ketika pulang ke rumah," ujar Nelms yang menjadi pasangan Cassidy selama 10 tahun.

Kasus Colorado

Kasus penembakan lainnya terjadi Colorado. Seorang pria menembak hingga tewas enam orang, termasuk kekasihnya. Pelaku kemudian membunuh dirinya sendiri. Aksi brutal tersebut berlangsung pada sebuah pesta di Colorado Springs, Colorado, Minggu dini hari, kata pihak berwenang.

"Tersangka, yang adalah pacar salah satu perempuan yang menjadi korban, mendatangi rumah tersebut, masuk ke dalam dan mulai menembaki orang-orang di pesta itu sebelum akhirnya dia bunuh diri," demikian pernyataan Departemen Kepolisian Colorado Springs.

Polisi tiba di tempat kejadian dan menemukan enam orang sudah tak bernyawa. Orang ketujuh yang terluka parah kemudian meninggal setelah dibawa ke rumah sakit, ujar pernyataan itu.

"Saat penembakan terjadi, teman-teman, keluarga, dan anak-anak sedang berkumpul di dalam trailer untuk berpesta," lanjut pernyataan tersebut.

Belum ada kejelasan soal motif penembakan. Pembantaian itu terjadi sekitar 110 kilometer di selatan Denver. Ini merupakan kejadian terbaru dalam kemunculan kembali rentetan penembakan massal di Amerika Serikat.

Kasus penembakan massal tampaknya surut selama puncak pembatasan pandemi virus Corona. Di antara insiden yang terjadi tahun ini adalah satu di Boulder, Colorado. Terkait kejadian itu, seorang pria berusia 21 tahun didakwa membunuh 10 orang.

Aksi penembakan pada 22 Maret tersebut terjadi di sebuah supermarket, sekitar 50 kilometer di barat laut Denver. Penembakan 22 Maret terjadi kurang dari seminggu setelah pria bersenjata berusia 21 tahun lainnya dituduh membunuh delapan orang di tiga spa di daerah Atlanta.

Dua Pembantaian

Colorado merupakan negara bagian tempat dua pembantaian terpisah terjadi, yaitu di Denver pada 1999 dan Aurora pada 2012. Di Denver, penembakan berlangsung di Sekolah Menengah Columbine dan menewaskan 15 orang, termasuk dua pelaku.

Sementara di Aurora, penembakan terjadi di sebuah bioskop hingga menewaskan 12 orang dan melukai sekitar 70 lainnya. Penembak Aurora menjalani hukuman seumur hidup.

Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden. - Antara/Reuters

Jika ditarik mundur ke masa yang lebih lampau masih banyak kasus penembakan di Amerika. Pembataian demi pembantaian itu mendorong Joe Biden merencanakan untuk memberlakukan kontrol kepemilikan senjata. Hal serupa yang pernah berlaku di masa Obama, namun mungkin dengan modifikasi sesuai dinamika politik saat ini. 

(John Andhi Oktaveri, Edi Suwiknyo, Oktaviano DB Hana)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Saeno

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.