Penerimaan Pajak Jadi Tumpuan

Kendati pembatasan mobilitas sudah dilonggarkan, mutasi virus menjadi ancaman yang dapat meledak sewaktu-waktu. Aktivitas ekonomi bisa meredup lagi jika pembatasan pergerakan kembali diperketat. Imbasnya, penerimaan pajak yang sudah tumbuh sejak Mei bisa kembali terkontraksi.

Maria Elena, Dany Saputra & Wibi Pangestu Pratama

8 Nov 2021 - 21.37
A-
A+
Penerimaan Pajak Jadi Tumpuan

Petugas pajak dengan melayani wajib pajak dari balik sekat kaca guna mencegah penularan Covid-19./Antara

Bisnis, JAKARTA – Penerimaan pajak niscaya menjadi satu-satunya sumber pendanaan belanja negara pada akhir tahun setelah pemerintah menyetop penerbitan surat utang karena telah melampaui target.

Berdasarkan data Ke­men­terian Ke­uang­an, realisasi rasio utang per akhir September mencapai 41,38% terhadap pro­duk domestik bruto (PDB) dengan po­sisi utang pemerintah Rp6.711,52 triliun. Angka itu telah melampaui target rasio pemerintah 41% terhadap PDB.

Alhasil, pemerintah mem­batalkan pe­narikan utang baru melalui enam surat utang negara (SUN) dan surat berharga syariah negara (SBSN). Kini, penerimaan perpajakan menjadi satu-satunya harapan.

Sepanjang Januari-September, realisasi penerimaan pajak Rp850,1 triliun. Meskipun tumbuh realisasi 13,3% (year on year), pencapaian itu masih jauh dari target tahun ini Rp1.229,6 triliun. Artinya, dalam tiga bulan hingga Desember, pemerintah harus mengumpulkan Rp379,5 triliun.

Kendati pembatasan mobilitas sudah dilonggarkan, mutasi virus menjadi ancaman yang dapat meledak sewaktu-waktu. Aktivitas ekonomi bisa meredup lagi jika pembatasan pergerakan kembali diperketat. Imbasnya, penerimaan pajak yang sudah tumbuh sejak Mei bisa kembali terkontraksi.

Penerimaan pajak pertambahan nilai menjadi salah satu sumber pemasukan negara yang terancam jika gelombang ketiga wabah Covid menerjang. Pembatasan pergerakan mengurangi aktivitas konsumsi yang pada gilirannya menekan penerimaan PPN. Padahal, realisasi PPN dalam negeri, yang mencerminkan aktivitas konsumsi dalam negeri, hingga September mencapai Rp205,9 triliun, melesat 13,9% (yoy).

Demikian juga dengan pajak penghasilan (PPh) badan yang sudah tumbuh 7% menjadi Rp128,4 triliun, bisa turun performa jika kegiatan bisnis dibatasi.

Staf Ahli Menteri Ke­uangan Bi­­dang Kepa­tuhan Pajak Yon Arsal mengakui pe­merintah masih meng­­hadapi beberapa ken­dala untuk mampu me­­realisasikan tar­get pene­rimaan pajak sepanjang tahun ini. Kendala terbesar berasal dari risiko lonjakan kembali virus corona yang bisa meng­ham­bat kinerja ekonomi dan selanjutnya menyumbat setoran pajak.

“Angkanya [realisasi pajak] sangat tricky karena baru Rp850 triliun sampai akhir September 2021. Artinya, kalau mencapai Rp1.229 triliun masih banyak yang harus kita kumpulkan,” katanya.

Menurutnya, angka pro­­yeksi peneri­maan pajak ter­kini masih dirumuskan oleh Kemenkeu dengan mempertimbangkan se­jumlah variabel dinamis, seperti aktivitas masyarakat dan sebaran Covid-19.

Tantangan juga datang dari akhir commodity boom yang bisa berakhir sewaktu-waktu. Harga batu bara dunia terus turun sejak pertengahan Oktober 2021 setelah sempat mencetak rekor tertinggi dengan menembus US$200 per ton.

Penurunan harga batu bara, yang bisa diikuti oleh koreksi harga komoditas substitusi, dapat mengancam penerimaan pajak, terutama PPh badan, dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Realisasi PNBP hingga September tercatat Rp320,83 triliun atau 107,6% dari target APBN 2021 yang senilai Rp298,20 triliun. Realisasi ini ditopang oleh pendapatan pertambangan mineral dan batu bara (minerba) yang hingga akhir September mencapai Rp29,5 triliun atau 133,5% dari target. Angka itu juga meroket 98,53% dari periode sama tahun lalu.

POTENSI SURPLUS

Namun, Mandiri Research menerka penerimaan negara tahun ini bisa surplus Rp80 triliun. Dalam kajian Mandiri Research Group Oktober 2021, surplus terjadi karena kenaikan harga komoditas serta momentum pemulihan ekonomi domestik dan global.

"Kami kini percaya bahwa penerimaan fiskal bisa mencetak surplus sekitar Rp50 triliun-Rp80 triliun tahun ini atau setara dengan 0,3%-0,5% dari PDB," tulis riset itu.

Di sisi pemulihan ekonomi domestik, pengendalian gelombang kedua Covid-19 pada pertengahan tahun menyebabkan pengetatan pembatasan kembali dilonggarkan sehingga memicu kegiatan ekonomi kembali bergeliat. Indeks keyakinan konsumen (IKK) tercatat kembali ke level optimistis, yakni 113,4 pada Oktober setelah tiga bulan berturut-turut terjerembap di zona pesimistis.

Di sisi lain, purchasing managers’ index (PMI) manufaktur juga mencapai rekor level ekspansif baru yaitu 57,2 pada Oktober.

Riset mendiri mengatakan Indonesia akan menikmati momentum kenaikan harga komoditas sepanjang tahun ini, khususnya akibat kenaikan pada harga minyak. Di sisi lain, kajian tersebut menyampaikan tidak akan ada kenaikan besar subsidi BBM seiring dengan langkah pemerintah menetapkan subsidi tetap pada BBM.

"Sensitivitas kami menunjukkan bahwa setiap kenaikan harga minyak sebesar 10%, itu bisa menaikkan penerimaan fiskal Indonesia sampai Rp12 triliun."

Hingga saat ini pun, total pendapatan negara tumbuh kuat, setidaknya hingga September 2021 sebesar 13,9% secara tahunan menjadi Rp1.354,8 triliun. Realisasi itu 77,7% dari target.

Pada sisi penerimaan perpajakan, peningkatan penerimaan didukung oleh permintaan domestik dan pemulihan global yang kuat. Secara terperinci, pemulihan domestik terlihat dari kinerja perpajakan yang terkait dengan impor dan kinerja PPN.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Sri Mas Sari

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.