Penguasa Militer Myanmar Janji Kerja Sama dengan Asean

Penguasa militer Myanmar berjanji untuk menjalin kerja sama sebanyak mungkin dengan Asean setelak blok bangsa-bangsa Asia Tenggara itu mengesampingkan jutusan junta pada perteuan sebelumnya.

M. Syahran W. Lubis

24 Okt 2021 - 21.58
A-
A+
Penguasa Militer Myanmar Janji Kerja Sama dengan Asean

Militer Myanmar/Anadolu

Bisnis, JAKARTA – Penguasa militer Myanmar pada Minggu (24/10/2021) berjanji bekerja sama "sebanyak mungkin" dengan rencana perdamaian yang disepakati dengan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Asean), meskipun ada teguran keras dari blok regional itu dengan mengeluarkan komandan tertinggi negara itu dari KTT pekan ini.

Dalam sebuah pengumuman di media pemerintah pada Minggu, sebagaimana dilansir Channel News Asia, junta mengatakan pihaknya menjunjung tinggi prinsip hidup berdampingan secara damai dengan negara-negara lain dan akan bekerja sama dengan Asean dalam mengikuti "konsensus" lima poin yang disepakati pada April, sebuah rencana yang didukung oleh Barat dan China.

Para menteri luar negeri Asean pada 15 Oktober memutuskan untuk mengesampingkan Min Aung Hlaing, pemimpin kudeta Myanmar 1 Februari, karena kegagalannya untuk mengimplementasikan rencana itu, termasuk mengakhiri permusuhan, memulai dialog, mengizinkan dukungan kemanusiaan dan memberikan utusan khusus akses penuh di negara itu.

Junta Myanmar membalas pada Jumat malam, menuduh Asean menyimpang dari prinsip konsensus dan non-intervensi. Myanmar menolak mengirim perwakilan yang netral secara politik. Ketua Asean Brunei Darussalam belum menanggapi penolakan Myanmar.

Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Thailand menolak berkomentar pada Sabtu, dengan alasan sensitivitas masalah ini, sementara juru bicara Kemenlu Indonesia Teuku Faizasyah mengatakan konsensus Asean tentang siapa yang akan mewakili Myanmar di KTT adalah "panduan umum untuk semua anggota Asean".

Pengecualian tersebut merupakan penghinaan yang belum pernah terjadi sebelumnya dari Asean, yang telah lama dikritik karena terlambat dan tidak efektif dalam berurusan dengan pemerintah anggota yang dituduh melakukan kekejaman.

Lebih dari 1.000 warga sipil tewas dalam tindakan keras pasca-kudeta di Myanmar, dengan ribuan lainnya ditahan, banyak yang disiksa atau dipukuli, menurut PBB, mengutip para aktivis. Junta dituduh menggunakan kekuatan militer yang berlebihan terhadap penduduk sipil.

Junta bersikeras banyak dari mereka yang terbunuh atau ditahan adalah "teroris" yang bertekad untuk mengacaukan negara. Kepala junta pekan lalu mengatakan pasukan oposisi memperpanjang kerusuhan.

Utusan khusus Asean, Erywan Yusof dari Brunei, telah meminta pertemuan dengan pemimpin terguling Aung San Suu Kyi, tetapi pemerintah militer mengatakan itu tidak mungkin karena dia ditahan dan didakwa melakukan kejahatan.

Junta memperingatkan Erywan untuk tidak terlibat dengan pasukan oposisi yang dilarang, termasuk bayangan Pemerintah Persatuan Nasional, aliansi pro-demokrasi dan kelompok etnis bersenjata, kata penyiar Jepang NHK, mengutip laporan yang tidak dipublikasikan.

Seorang juru bicara militer Myanmar dan kantor Erywan tidak segera menanggapi permintaan komentar terpisah pada hari Minggu tentang peringatan yang dilaporkan.

Dalam pengumuman hari Minggu, para penguasa Myanmar pertama-tama menegaskan kembali rencana lima poin mereka sendiri untuk memulihkan demokrasi, yang mereka umumkan setelah kudeta.

Militer berkeras bahwa itu adalah otoritas yang sah di Myanmar dan pengambilalihannya bukanlah kudeta, tetapi intervensi yang diperlukan dan sah terhadap ancaman kedaulatan yang ditimbulkan oleh partai Aung San Suu Kyi, yang dikatakan memenangkan pemilihan dengan cara curang tahun lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Syahran Lubis

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.