Bisnis, JAKARTA — Periode 2022 masih belum akan menjadi tahun ekspansi bagi bisnis ritel modern, kendati sektor perdagangan eceran digadang-gadang tengah bertransisi menuju pemulihan kinerja.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey mengatakan banyak perusahaan yang belum mengambil keputusan investasi dan ekspansi pada 2022, terlepas dari prospek pasar yang jauh lebih baik.
“Banyak peritel masih mengobservasi perkembangan pandemi. Setelah melalui observasi dan melihat seberapa landai kasus, mungkin kami akan mulai akselerasi meski belum ada keputusan. Kami masih wait and see,” kata Roy, Selasa (16/11/2021).
Keputusan soal belanja modal untuk ekspansi pada 2022, kata Roy, bakal ditentukan oleh kondisi pada pengujung 2021 dan kuartal I/2022.
Situasi ekonomi dan pandemi dalam periode ini dia sebut akan menentukan keputusan bisnis yang diambil perusahaan, terlebih dengan fakta bahwa kuartal II/2022 bertepatan dengan festive season.
“Ekspansi sangat tergantung bagaimana kita melewati kuartal IV/2021. Meski beberapa sudah menyusun rencana bisnis terbaik,” katanya.
Roy mengatakan terdapat beberapa pertimbangan bisnis yang mulai disusun peritel, seperti mengurangi luas gerai dan mempertimbangkan membeli lokasi di wilayah dengan prospek konsumsi yang masih bagus.
Kendati demikian, eksekusi rencana ini tetap kembali pada perkembangan penanganan Covid-19 di dalam negeri.
Selain itu, Roy meyakini peluang bagi ritel format besar tetap terbuka lebar, mengingat potensi perbaikan konsumsi di segmen-segmen produk secondary di kalangan konsumen menengah ke atas.
“Selama pandemi masyarakat fokus membeli barang kebutuhan pokok. Ketika pandemi berhasil ditanggulangi, kebutuhan secondary bisa meningkat. Namun kembali lagi, masyarakat akan terlebih dahulu melihat situasi,” ujarnya.
Terlepas dari ketidakpastian dalam eksekusi perencanaan bisnis dan lesunya bisnis ritel format besar, Roy mengatakan peritel terus menyusun strategi agar tetap relevan dengan perkembangan aktivitas belanja masyarakat.
Sebagai contoh, peritel mulai mempertimbangkan perampingan ukuran toko untuk menyesuaikan kebutuhan masyarakat. Sekalipun ukuran besar dimanfaatkan, Roy mengatakan terdapat layanan baru yang disiapkan untuk menarik konsumen.
“Strategi sekarang lebih ke bagaimana creating demand dan menyesuaikan perubahan pola konsumsi,” katanya.
Ritel format besar seperti hypermarket dan department store menjadi salah satu yang paling tertekan selama pandemi.
Laporan Nielsen Retail Audit menunjukkan ritel hypermarket dan supermarket tumbuh negatif 10,1 persen pada 2020, lebih dalam daripada penurunan 2019 sebesar 5,8 persen. Sementara pada kuartal I/2021, penurunan kinerja format ini mencapai 14,5 persen tahunan.
TRANSFORMASI LAYANAN
Di sisi lain, pengamat menilai investasi baru di ritel modern format besar amat memungkinkan direalisasikan pada 2022.
Namun, investasi baru perlu diiringi dengan transformasi model layanan yang sesuai dengan perkembangan perilaku konsumen.
“Investasi baru sangat mungkin dilakukan. Ketika daya beli meningkat dan ekonomi berjalan, belanja akan mengikuti tren tersebut. Jadi semua balik ke toko offline,” kata Staf Ahli Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Yongky Susilo.
Dia mengatakan investasi baru di ritel format besar perlu diiringi dengan layanan yang menyesuaikan perubahan proses belanja masyarakat.
“Sebelum Covid-19 format besar seperti hypermarket dan department store sudah melemah karena tidak ikut berevolusi mengikuti zaman,” katanya.
Dia mengatakan pengalaman belanja konsumen telah mengarah ke omnichannel. Dia memberi contoh soal layanan di mana konsumen bisa mencari barang secara digital, tetapi tetap bisa datang ke toko.
“Omnichannel artinya jika barang yang dicari konsumen tidak ada di toko, konsumen tetap bisa melakukan pembayaran dan barang dikirim kemudian. Bukan multichannel yang banyak dianut peritel seperti sekarang,” kata dia.
Yongky menilai format besar tetap menarik bagi investor selama kinerjanya menunjukkan perbaikan setelah Covid-19.
Jika layanan sama saja, kata dia, format besar hanya akan terjebak pada keuntungan dari tren belanja pada momen Lebaran.
“Ekspansi selalu dilakukan dengan hati-hati. Kebanyakan akan mematangkan toko existing,” kata dia.