PLTA Jadi Andalan Tingkatkan Bauran EBT, tapi Sarat Investasi

Sungai Kayan berpotensi menghasilkan energi listrik sekitar 13.000 megawatt (MW), sedangkan Mamberamo mencapai 23.000 MW. 

Rayful Mudassir

22 Nov 2021 - 18.55
A-
A+
PLTA Jadi Andalan Tingkatkan Bauran EBT, tapi Sarat Investasi

Pekerja mengatur arah mesin bor di area Tailrace Tunnel proyek PLTA Jatigede, di Sumedang, Jawa Barat, Kamis (6/4)./Antara-Aprillio Akbar

Bisnis, JAKARTA — Pembangunan pembangkit listrik tenaga air menjadi salah satu andalan untuk meningkatkan capaian bauran energi baru terbarukan (EBT) karena Indonesia memiliki ribuan sungai. Pulau Papua dan Kalimantan menjadi lokasi dua proyek utama pembangkit hidro tersebut karena memiliki sungai-sungai yang besar.

Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa potensi pembangkit hidro cukup besar di Indonesia. Data pemerintah mencatat total sungai di Tanah Air mencapai 4.400 sungai skala besar dan sedang. Namun, kebutuhan investasi di sektor ini cukup besar. 

“Kita coba dua dulu, Sungai Kayan [di Kalimantan Utara] dan Sungai Mamberamo [di Papua],” katanya saat membuka 10th Indo EBTKE ConEx 2021 di Istana Negara, Jakarta, Senin (22/11/2021). 

Presiden menyebut bahwa Sungai Kayan berpotensi menghasilkan energi listrik sekitar 13.000 megawatt (MW), sedangkan Mamberamo mencapai 23.000 MW. 

Dia meminta supaya jajaran pemerintahan untuk mencari investor menyukseskan pelaksanaan dua proyek tersebut. Selain itu, dia meminta agar pemasangan grid di proyek itu dipisah dengan milik PT PLN (Persero)

Sementara itu, Presiden merencanakan pemancangan tiang perdana green industrial park di Kalimantan Utara. PLTA Kayan akan dijadikan penopang dalam kawasan tersebut. 

“Industri yang akan masuk antre ternyata. Saya kaget. Mereka ini semuanya produknya itu [ingin] dicap sebagai green product dengan harga yang jauh lebih tinggi daripada produk dari energi fosil,” tuturnya.

Di sisi lain, Jokowi meminta jajarannya untuk berembuk menghasilkan skenario penerapan transisi energi dengan lebih konkret dan hitung-hitungan jelas. 

Meski namanya kalah tenar dengan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS), PLTA menjadi tulang punggung penopang bauran energi bersih.

Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Chrisnawan Anditya mengatakan bahwa PLTA menjadi tulang punggung pengembangan EBT untuk saat ini hingga 10 tahun ke depan.

“Ini berdasarkan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik [RUPTL] 2021–2030 yang baru disahkan,” katanya, Rabu (27/10/2021).

Berdasarkan RUPTL 2021–2030, kapasitas pembangkit EBT akan ditambah hingga 20.923 megawatt (MW). Kapasitas itu terbagi pada PLTA/MH mencapai 10.391 MW, PLTB 597 MW, PLT Bio 590 MW, PLTP 3.355 MW, PLTS 4.680 MW, PLT EBT Base 1.010 MW, dan battery energy storage system (BESS) 300 MW.

POTENSI 94 GW

Menurutnya, potensi energi air di Indonesia mencapai 94 gigawatt (GW), sedangkan pemanfaatannya baru mencapai 6,2 GW. Oleh karena itu, pemerintah mendorong pembangunan PLTA di beberapa lokasi.

Beberapa di antaranya PLTA Poso yang akan berfungsi sebagai peaker dengan kapasitas 515 MW, PLTA Batang Toru di Tapanuli Selatan yang berkapasitas 510 MW, dan PLTA upper Cisokan pumped storage sebesar 1.000 MW.

Dalam upaya transisi dari fosil ke energi terbarukan, pemerintah menerapkan beberapa kebijakan hijau untuk mengurangi energi fosil.

Beberapa hal yang dicanangkan pemerintah, antara lain penerapan pajak dan perdagangan karbon, kemudian co-firing PLTU dengan EBT. Selain itu, Negara juga turut mendorong penggunaan kendaraan listrik di sektor transportasi, dan memanfaatkan carbon capture and storage.

Proses transisi menuju EBT itu, lanjutnya, akan dilakukan secara bertahap dan hati-hati. Hal tersebut perlu dilakukan untuk menghindari terjadinya krisis energi seperti di China, dan Inggris.

Sementara itu, Ketua Yayasan Perspektif Baru Hayat Mansur menilai bahwa kebijakan transisi energi fosil ke energi terbarukan perlu dukungan semua pihak karena pemerintah tidak akan mampu melakukannya sendiri.

“Kita harus mampu melakukan transisi energi karena peningkatan porsi energi terbarukan sangat penting untuk pengurangan emisi karbon, selain ketahanan dan kemandirian energi,” ujarnya.

Dampak penggunaan EBT dalam mengurangi emisi, menurutnya, cukup besar. Secara hitung-hitungan, 1 MW dari pembangkit EBT mampu mengurangi 483 ton emisi karbon.

Misalnya, PLTA Batang Toru berkapasitas 510 MW di Tapanuli Selatan, Sumatra Utara diatur untuk berkontribusi pada pengurangan emisi karbon sekitar 1,6 juta ton per tahun atau setara dengan kemampuan 12 juta pohon menyerap karbon.

Dari contoh itu, kata dia, menunjukkan bahwa pemanfaatan pembangkit listrik dari energi terbarukan, seperti PLTA mampu mengurangi emisi karbon sangat signifikan. Hal tersebut juga dinilai menjadi upaya mitigasi perubahan iklim yang telah disetujui dalam Kesepakatan Paris.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Zufrizal

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.