Polemik Apartemen Meikarta antara Homologasi & Tuntutan Konsumen

Para konsumen apartemen Meikarta di Cikarang Kabupaten Bekasi bersikeras meminta refund atau pengembalian dana atas pembelian unit apartemen besutan PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK). Pembangunan apartemen Meikarta sendiri dilakukan oleh anak usaha LPCK yakni PT Mahkota Sentosa Utama (MSU).

Yanita Petriella

12 Des 2022 - 22.10
A-
A+
Polemik Apartemen Meikarta antara Homologasi & Tuntutan Konsumen

Apartemen Meikarta District 1. /istimewa

Bisnis, JAKARTA – Para konsumen apartemen Meikarta di Cikarang Kabupaten Bekasi bersikeras meminta refund atau pengembalian dana atas pembelian unit apartemen besutan PT Lippo Cikarang Tbk (LPCK). Pembangunan apartemen Meikarta sendiri dilakukan oleh anak usaha LPCK yakni PT Mahkota Sentosa Utama (MSU). 

Ketua Komunitas Peduli Konsumen Meikarta Aep Mulyana mengatakan konsumen Meikarta menolak serah terima unit apartemen secara bertahap hingga 2027 yang dijanjikan oleh LPCK.

“Kita minta di refund, komunitas sepakat semua untuk refund,” ujarnya kepada Bisnis, Senin (12/12/2022). 

Konsumen Meikarta tak menyetujui Putusan No. 328/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga Jakarta Pusat pada 18 Desember 2020 atau Putusan Homologasi dimana dalam putusan tersebut dilakukan perpanjangan serah terima yang mulanya dijanjikan 2019 menjadi 2027. Menurutnya, produk hukum itu dinilai berat sebelah dan hanya menguntungkan pihak pengembang.

“Di awal itu janji serah terima tahun 2019, kemudian sekarang serah terima sampai 2027 dan kita harus menunggu, itu adil enggak? Itu juga belum tentu, kalau ditengah-tengah pailit, gimana?” katanya. 

Untuk diketahui, proyek Meikarta sendiri mencakup District 1, Distric 2, dan District 3. Selama 5 tahun dikembangkan, hanya District 1 yang terlihat wujudnya sementara dua distrik lainnya masih berupa rangka bangunan dan tanah kosong. Walaupun diperpanjang hingga 2027, Aep menilai progres pembangunan 3 district tidak akan signifikan dan berpotensi kembali mangkrak.

“Walaupun targetnya itu 2027 saya kira itu cuma omongan aja, enggak akan kekejar juga,” ucapnya. 

Terkait PKPU yang telah disahkan itu, dia menilai adanya permainan dalam produk hukum tersebut. Pasalnya, dalam PKPU tidak satu pun keputusan yang memihak konsumen Sebab, di awal perjanjian yang ditetapkan pada tahun 2020 itu berisi, sejak ditetapkan maka pengembang harus membangun selama 24 bulan, artinya seharusnya di tahun 2022 selesai. Namun, perjanjian tersebut justru diperpanjang menjadi 55 bulan hingga 2027.

Dia juga menambahkan untuk proses refund yang tidak adil karena ditambah 6 bulan setelah 2027 atau setelah serah terima. Bahkan, di dalam PKPU itu pun tidak disebutkan berapa besarannya refund. Sementara, dari pengembang menaksirkan refund maksimal 5 persen dari dana awal pembelian.

“Tapi, tahu-tahu 15.000 konsumen katanya menyetujui, makanya ini mau diusut pengadilan niaganya mau diambil berkasnya 15.000 itu siapa saja?” tuturnya. 

Untuk itu, komunitas yang terdiri dari 100 orang lebih pembeli unit Meikarta akan mengusut PKPU yang disahkan pengadilan niaga, sekaligus meminta bukti berkas persetujuan dari konsumen.

Dia juga mempertanyakan peran LPCK yang justru membangun proyek baru seperti Newville di kawasan industri Cikarang, alih-alih mempergunakan dana tersebut untuk PT MSU di proyek Meikarta.

“Padahal uang itu pakai saja untuk PT MSU yang Meikarta kan belum selesai, kenapa harus jual beli yang baru lagi propertinya?” ujar Aep. 

Baca Juga: Sengkarut Masalah Proyek Apartemen Meikarta Tak Kunjung Selesai

Di sisi lain, kisruh mangkraknya proyek Meikarta juga menjalar kalangan perbankan, salah satunya PT Bank Nationalnobu Tbk. (NOBU). Pasalnya, bank yang telah diakuisisi oleh Lippo Grup pada 2010 itu terus melakukan penagihan cicilan hingga mengintimidasi debitur yang merupakan konsumen Meikarta.

Aep mengungkapkan sejumlah anggotanya resah karena terus disurati terkait kewajiban membayar cicilan, sedangkan hak yang seharusnya didapat belum kunjung diterima hingga kini.

“Dalam waktu dekat, tanggal 19 Desember ini rencananya gruduk Nobu karena ini bank tidak punya rasa malu. Nagih saja terus, kasihan anggota kita disurat terus soal kewajiban, yang stop cicilan diintimidasi,” katanya. 

Dia mencatat dari 100 orang lebih anggotanya, sebanyak 72 orang merupakan debitur di Bank Nobu dengan nilai mencapai Rp12,3 miliar. Selain Bank Nobu, ada 6 bank atau kreditur lain yang memfasilitasi kredit pemilikan apartemen (KPA) Meikarta. Beberapa di antaranya yaitu, Bank Muamalat sebanyak 2 orang dengan nilai Rp249 juta, Bank CIMB sebanyak 7 orang dengan nilai Rp1,9 miliar. Selanjutnya, BNI 2 orang dengan nilai Rp285 juta, Cipta Dana 1 orang dengan nilai Rp243 juta dan Niaga Syariah sebanyak Rp913 juta.

Aep menilai perbankan pun menjadi korban dalam hal ini. Sebab, tidak dapat mengembalikan dana atau membatalkan karena perjanjian awal dan dananya pun telah disetor ke developer, PT MSU. Hal ini menjadi pertanyaan tersendiri terkait hubungan antara perbankan dan developer.

“Kok berani-beraninya bank langsung mengucurkan dana ke pengembang, apa yang dijaminkan? Itu juga bisa menyalahi aturan, bank bisa dituntut juga,” ucapnya. 

Pihaknya pun akan melakukan demo dan mengunjungi seluruh bank yang terkait dengan proyek Meikarta. Namun, dalam waktu dekat, Bank Nobu yang menjadi sasaran utamanya.

“Yang paling ngotot itu Bank Nobu, karena satu group kan [dengan Lippo]. Jadi itu harus diserang itu karena kalau satu grup itu kan jadi enggak bisa profesional,” tutur Aep. 

Hingga berita ini diturunkan, pihak manajemen Bank Nobu belum memberikan respons ketika dikonfirmasi Bisnis terkait hal tersebut.


Sementara itu, Corporate Secretary LPCK Veronika Sitepu menuturkan hingga saat ini sebanyak 28 tower Meikarta yang berada di District 1, District 2, dan District 3 telah dalam tahap penyelesaian akhir pembangunan. “Sementara 8 tower lainnya sudah dilakukan topping off dan saat ini sedang dalam pengerjaan penyelesaian facade,” ujarnya. 

Sampai dengan saat ini sudah diserahterimakan kurang lebih 1.800 unit kepada pembeli. Pelaksanaannya secara bertahap sejak Maret 2021 lalu. Kemudian untuk estimasi waktu dilakukannya serah terima unit apartemen Meikarta District 1, District 2, dan District 3 kepada konsumen akan menyesuaikan dengan Putusan Homoligasi. 

“Dalam Putusan Homologasi, penyerahan unit akan dilakukan secara bertahap sampai dengan tahun 2027,” katanya. 
 
Berdasarkan keterangan yang diterimanya dari PT MSU, putusan yang dimaksud ialah Putusan No. 328/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga Jakarta Pusat tertanggal 18 Desember 2020 yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) pada 26 Juli 2021 (Putusan Homologasi). Untuk itu, PT MSU senantiasa berkomitmen dan menghormati Putusan Homologasi yang mengikat bagi pengembang serta seluruh krediturnya (termasuk pembeli).
 
PT MSU pun mengaku sudah menginformasikan hasil Putusan Homologasi ini kepada seluruh pembeli yang belum menerima unit. Di mana pelaksanaan hasil putusan sudah dijalankan dalam bentuk serah terima unit secara bertahap sejak Maret 2021 lalu.

“Beberapa pembeli telah berupaya menempuh jalur hukum dengan mengajukan gugatan perdata, namun pengadilan tetap memutuskan bahwa Putusan Homologasi yang harus dihormati dan dilaksanakan oleh para pihak,” ucap Veronika.

Baca Juga: Sengkarut Masalah Menjerat Proyek Apartemen Antasari Place

Dalam kesempatan berbeda, Advokat dan Pengamat Hukum Properti Muhammad Joni berpendapat tidak semua proyek pembangunan properti berjalan mulus baik apartemen maupun rumah tapak. Terkadang, dalam proses pembangunannya perlu mengubah konsep, menunda, hingga batal dibangun. Hal inilah yang terkadang ada kasus PKPU, sebagaimana diatur dalam beleid UU Nomor 37 Tahun 2004 tentang kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang.

Untuk proyek apartemen yang terkendala, proses PKPU bisa berlanjut ke perjanjian homologasi yang merupakan pengesahan rencana perdamaian yang telah disetujui kreditur dalam kasus kepailitan ataupun PKPU. Homologasi sendiri merupakan persetujuan dari badan hukum yang memiliki otoritas resmi untuk mengatur berbagai hal terkait penyelesaian permasalahan antara debitur dengan kreditur maupun pihak-pihak terkait lainnya.

“Bila sudah keluar perjanjian homologasi itu sudah aman, artinya itu sebagai dasar yang menjadi titik acuan untuk melakukan restrukturisasi utang-utang bahkan restrukturisasi perusahaan atau proyek,” tuturnya. 

Untuk mencapai perjanjian homologasi dari sisi konsumen harus melewati pengambilan suara terbanyak. Hal inilah yang membuat konsumen tidak boleh mundur dan harus kompak untuk mengawal berbagai keputusan maupun perjanjian baru terkait proses proyek. 

Menurutnya, dengan mengikatnya keputusan homologasi ini semua pihak harus kembali menjalankan kewajiban sebagaimana tertera dalam perjanjian. Sayangnya, kebanyakan menganggap homologasi ini hanya restrukturisasi utang sehingga beberapa pihak masih tidak setuju. 

Perjanjian homologasi disebut memiliki kekuatan agar konsumen bisa mendapatkan hak mereka karena dokumen ini merupakan produk Pengadilan Niaga yang menjadi acuan berbagai hal terkait kewajiban hutang debitur

“Kebanyakan dianggap homologasi ini hanya restrukturisasi utang padahal itu juga untuk korporasi makanya sangat mungkin ada investasi dari luar masuk, take over, akuisisi, buka saham baru, atau proses bisnis lainnya,” terang Joni.

Dia menilai homologasi bisa menjadi nafas baru dalam aktivitas bisnis yang terkendala karena situasi pailit. Namun bila sesuatu berjalan di luar rencana, masih ada mekanisme yang dilakukan terlebih proyek properti memiliki aset berupa tanah atau pun bangunan. 

Tentunya, untuk mencapai proses homologasi sendiri memakan proses waktu dan jalan yang cukup panjang setelah perusahaan mengajukan PKPU kepada Pengadilan Niaga. Hal itu dimulai dengan membuat surat kuasa, menyiapkan izin advokat, menyiapkan laporan keuangan perusahaan, melampirkan sisa utang dan identidas kreditur, rencana perdamaian, dan lainnya.

“Kritik saya, seharusnya saat konsumen sudah membayar apakah sebagian atau sudah lunas, barang yang dibeli itu sudah bukan lagi menjadi aset pengembang tetapi asetnya konsumen kendati fisiknya belum jadi sehingga konsumen memiliki bargaining power yang lebih besar,” ujar Joni.  (Afifah Rahmah Nurdifah)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Yanita Petriella

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.