Polemik Jagung Pakan : Buah Pengabaian Peringatan Dini FAO

Risiko gejolak harga jagung pakan sejatinya telah disampaikan Kementerian Perdagangan kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian melalui surat yang dikirim sejak Maret 2021. Notifikasi ini disampaikan menyusul kasus lonjakan harga pada impor kedelai.

Iim Fathimah Timorria & Wike D. Herlinda

21 Sep 2021 - 15.28
A-
A+
Polemik Jagung Pakan : Buah Pengabaian Peringatan Dini FAO

Hasil panen jagung./ANTARA

Bisnis, JAKARTA — Karut marut lonjakan harga jagung pakan di dalam negeri sejatinya telah diperingatkan oleh Kementerian Perdagangan sejak indeks harga pangan dunia untuk komoditas tersebut mulai terindikasi naik pada akhir 2020.

Sejak akhir tahun lalu sampai dengan semester I/2021, Food and Agriculture Organization (FAO) mencatat indeks harga pangan dunia terus menanjak di atas level 100.

Mengutip data FAO Food Price Index (FFPI) pada Juni, indeks harga pangan menunjukkan lonjakan signifikan untuk pertama kalinya sejak Oktober 2010, yaitu di level 127,1 dari bulan sebelumnya di level 121,3.

Penyumbang utamanya adalah komoditas serealia, terutama harga jagung. Indeks harga jagung saat itu tercatat naik 8,8% secara bulanan seiring dengan turunnya prospek produksi di Brasil dan berlanjutnya permintaan yang kuat dari importir.

Selaras dengan tren gejolak harga di tingkat global, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan risiko anomali harga jagung pakan di dalam negeri juga telah dia prediksi sejak awal tahun. Terlebih, dia menengarai pasokan di dalam negeri mulai memasuki periode paceklik.

Lutfi mensinyalir harga jagung pakan yang menembus Rp6.100 per kilogram (kg) tidak terlepas dari faktor pasokan yang terbatas. Hal ini tecermin dari tidak terpenuhinya kebutuhan jagung pipil sebanyak 7.000 ton untuk sebulan di Blitar, yang notabene salah satu sentra peternakan unggas.

“Kalau [klaim Kementerian Pertanian] kita punya 2,3 juta ton jagung, mungkin tidak harganya naik meroket seperti itu? Tidak mungkin. Sekarang kita jangan ngomong [surplus] jutaan [ton], ngomong 7.000 ton saja tidak ada buat kebutuhan sebulan di Blitar. Tidak ada barangnya,” tegas Lutfi dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI yang disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube, Selasa (21/9/2021).

Dia menyebut risiko gejolak harga jagung pakan sejatinya telah dia sampaikan kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian melalui surat yang dikirim sejak Maret 2021.

Notifikasi ini disampaikan Lutfi menyusul kasus impor kedelai, yang harganya mengalami lonjakan sehingga memengaruhi aktivitas produksi perajin tahu dan tempe.

Meski saat itu harga kedelai impor naik, Lutfi mengatakan pasokan domestik tetap terjaga karena pemasukan komoditas tersebut tidak terikat oleh tata niaga yang diatur rigid.

Namun, kondisi berbeda terjadi pada komoditas jagung yang tata niaga impornya memerlukan rekomendasi dari Kementerian Pertanian.

“Saya sudah tulis surat resmi pada Maret ke Kemenko [Perekonomian], hati-hati. Kalau kedelai kita tidak ada tata niaganya. Saya tahu harganya akan tinggi, tetapi tidak akan kurang barangnya. Jagung—pada saat yang bersamaan—tata niaganya diatur. Tidak bisa sembarangan orang impor karena memerlukan persetujuan dari Kementerian Pertanian,” papar Lutfi.

Dia berpendapat, secara logika, harga jagung tidak akan melonjak sampai Rp6.100 per kg jika ketersediaannya memadai.

Situasi ini juga diakuinya memperberat usaha peternak ayam layer (petelur) karena sekitar 70% biaya produksi disumbang oleh komponen pakan. Adapun, harga acuan jagung sebagaimana ditetapkan dalam Permendag No. 7/2020 adalah Rp4.500 per kg.

Untuk mengantisipasi tekanan yang lebih besar bagi usaha peternakan ayam petelur, Lutfi mengatakan Kemendag siap menggelontorkan anggaran subsidi agar pelaku usaha bisa memeroleh jagung sesuai dengan harga acuan.

Namun, dia tidak memungkiri ada kendala dari ketersediaan barang.

“Ini masalah supply and demand. Saya sejak awal sudah prediksi harga kedelai akan tinggi, tetapi barang ada. Ada goncangan sedikit, saya umumkan harga tahu akan jadi Rp15.000 per kg. Jadi kita bekerja bersama. Sekarang kalau barang tidak ada, harga naik, mau cari ke mana barangnya?”

Wakil Menteri Pertanian Hasnul Qolbi, pada kesempatan terpisah di DPR, mengeklaim stok jagung dalam kondisi surplus sebesar 2,37 juta ton.

Sampai pekan kedua September, stok sebanyak 744.250 ton berada di pengepul, 95.506 ton di tingkat grosir, 423.473 ton di agen, dan 29 ton di distributor, dan 288.305 ton di pedagang eceran.

Sementara itu, industri pengolahan menampung 20.962 ton, usaha lainnya memegang stok 276.300 ton, pemerintah dan lembaga nirlaba 30.136 ton, rumah tangga memiliki stok 14.214 ton jagung, dan di Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT) sebanyak 722.252 ton.

Harvick, bagaimanapun, tidak memerinci apakah stok jagung ini mencakup jagung pangan dan pakan sekaligus atau tidak.

LONGGARKAN IMPOR

Melihat perkembangan isu pakan di industir perunggasan, Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyarankan agar impor jagung dilonggarkan untuk menjaga stabilitas harga pakan.

“Pemerintah perlu mengevaluasi beberapa hal dalam tata niaga jagung, seperti membuka impor jagung pakan di Indonesia melalui revisi Permendag No. 21/2018 yang hanya memberikan hak mengimpor jagung untuk kebutuhan pakan kepada Bulog,” kata Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta dalam siaran pers, Selasa (21/9/2021).

Dia mengatakan relaksasi impor jagung pakan ternak akan mengurangi persaingan tinggi antara pengguna komoditas tersebut, mulai dari peternak rakyat sampai pabrik pakan dalam memeroleh jagung dari produksi domestik.

Penelitian CIPS menunjukkan bahwa produsen daging dan telur ayam saat ini harus membayar dua kali lipat untuk jagung yang menjadi komponen pakan ternak mereka.

Biaya tambahan ini terefleksi pada harga pasar ayam dan telur sehingga dapat membatasi konsumsi domestik dan perluasan industri.

“Karena ayam merupakan sumber protein utama di Indonesia, harga yang tinggi tentu akan mempersulit masyarakat berpenghasilan rendah. Pembebasan impor jagung memungkinkan  produksi komoditas yang lebih efisien,” tambah Aditya.

Dia mengatakan penghapusan proteksi perdagangan untuk jagung juga memungkinkan Indonesia memodernisasi industri ayam, menjadikannya lebih efisien dan berpotensi membantu pengembangan keunggulan komparatif untuk masa mendatang.

Pemerintah juga disarankan tidak bergantung pada kebijakan pengaturan harga seperti penentuan harga acuan. Pengalaman menunjukkan bahwa mekanisme harga acuan sulit ditegakkan.

Selain itu, harga acuan juga menaikkan pemakaian anggaran untuk subsidi harga ketika harga tidak sesuai ketentuan

“Selain membebani fiskal, subsidi merupakan instrumen yang distortif. Sementara mematok harga jagung di bawah harga pasar menghalangi petani jagung menikmati harga yang pantas sesuai mekanisme pasar,” katanya.

Pekerja mengemas jagung impor yang akan didistribusikan ke peternak di Gudang Bulog, Surabaya, Jawa Timur, Kamis (24/1/2019)./ANTARA-Zabur Karuru

POLA PASOKAN

Adapun, Technical Consultant US Grains Council Budi Tangendjaja sebelumnya berpendapat kenaikan harga jagung sejak awal tahun ini sebenarnya bisa menjadi indikator terjadinya perubahan pada pola pasokan di pasaran.

Jika merujuk pada riset yang dia lakukan, harga jagung biasanya turun dalam tiga bulan pertama tahun berjalan karena adanya panen. Anomalinya, harga jagung pada kuartal pertama tahun ini justru bergerak naik dan menyentuh Rp5.500 per kg.

Budi bahkan mendapat laporan sejumlah pabrik pakan harus membeli jagung seharga Rp6.000 per kg karena ketersediaan yang terbatas.

“Kita memiliki harga yang mengacu pada supply-demand yang berbeda kalau dibandingkan dengan harga dunia karena kita melakukan proteksi dan tidak mengimpor jagung untuk pakan,” ujarnya.

Budi juga mengkhawatirkan keberlanjutan pasokan jagung di Tanah Air untuk kebutuhan industri pakan maupun perunggasan.

Berdasarkan analisisnya, dalam 20 tahun ke depan kebutuhan jagung setidaknya bertambah 12 juta ton, seiring dengan bertambahnya produksi pakan menjadi 44 juta ton.  

Dengan produktivitas di angka 3,2 ton per hektare, Indonesia seharusnya memerlukan tambahan luas area tanam seluas 3,8 juta hektare.

Masalah gangguan pasokan jagung dikonfirmasi oleh Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GPMT).

Saat dimintai konfirmasi oleh Bisnis, GPMT mengaku ada tren penurunan pasokan jagung untuk pakan ternak seiring dengan peningkatan harga komoditas strategis itu selama satu triwulan terakhir. 

Di sisi lain, permintaan jagung untuk pakan itu stabil di posisi 650.000—700.000 ton per bulan untuk wilayah Blitar, Kendal dan Lampung. 

Ketua Umum GPMT Desianto B. Utomo menerangkan rentang ketersediaan jagung itu turut mengalami penyusutan yang signifikan.

Biasanya, ketersediaan jagung di sejumlah perusahaan produsen pakan ternak bisa mencapai 60 hingga 61 hari pada pertengahan tahun lalu. Saat ini, rentang ketersediaan jagung hanya mencapai 44 sampai 49 hari. 

“Pemakaian setiap harinya itu lebih banyak dari pada yang bisa kita beli lagi jadi tidak bisa menambah umur stok. Katakanlah pemasukkanya 10 ton tetapi permintaanya 12 ton setiap hari,” kata Desianto ketika dihubungi, Senin (20/9/2021). 

Saat ini, dia membeberkan, ketersediaan jagung untuk pakan ternak di sejumlah perusahaan sekitar 800.000 ton. Hanya saja, dia memproyeksikan, ketersediaan jagung itu bakal turun di posisi 700.000 ton bulan depan. 

“[Pada kenyataaannya] panen masih lama. Takutnya nanti setiap hari pemakaian lebih banyak dari pada pemasukkan jagung baru, stok di pabrik berkurang karena pembelian baru tidak kontinu atau lebih kecil dari pemakaiannya,” kata dia. (Stephanus I Nyoman A. Wahyudi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.