Bisnis, JAKARTA – Langkah pemerintah membuka pintu lebar kepemilikan properti hunian bagi warga negara asing (WNA) di Indonesia menimbulkan polemik. Pasalnya, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah besar dalam mengatasi angka backlog kepemilikan rumah mencapai 12,75 juta berdasarkan Susenas Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2021.Â
Ditambah lagi, setiap tahun ada penambahan kebutuhan rumah berkisar 600.000 unit hingga 700.000 unit seiring bertambahnya keluarga baru. Pemerintah telah menargetkan problem kekurangan rumah dapat sepenuhnya diatasi pada 2045.
Selama ini, orang asing yang hanya diperbolehkan memiliki hunian yang berada di atas tanah hak pakai dan wajib memiliki Kartu Izin Tinggal Tetap (Kitap) dan Kartu Izin Tinggal Terbatas (Kitas).Â
Namun nantinya, orang asing bisa memiliki hunian dengan cukup melampirkan dokumen keimigrasian berupa visa, paspor, atau izin tinggal. Orang asing ini diberikan hak kepemilikan satuan rumah susun (sarusun/apartemen) yang berdiri di atas hak guna bangunan selain hak pakai sebagaimana diatur sebelumnya. Sarusun di atas tanah HGB dibangun di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, kawasan industri, dan kawasan ekonomi lainnya.Â