Pro Kontra Kenaikan Upah Minimum, Pengusaha - Pekerja Beda Suara

Kenaikan upah minimum dengan batas maksimal 10 persen pada 2023 mengundang pro dan kontra. Kalangan pengusaha yang terdiri dari Apindo dan Kadin bahkan berupaya menggugat penetapan tersebut.

Rayful Mudassir

24 Nov 2022 - 19.02
A-
A+
Pro Kontra Kenaikan Upah Minimum, Pengusaha - Pekerja Beda Suara

Sejumlah karyawan tengah memproduksi pakaian jadi di salah satu pabrik produsen dan eksportir garmen di Bandung, Jawa Barat, Selasa (25/1/2022). Bisnis/Rachman

Bisnis, JAKARTA - Kalangan pengusaha berencana menggugat aturan upah minimum 2023 seiring dengan pro dan kontra yang ditimbulkan dari penetapan tersebut. Di sisi lain, buruh mengancam mogok bila uji materi dilakukan. 


Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah menetapkan kenaikan upah minimum maksimal 10 persen untuk tahun depan. Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No 18/2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023. 


Tidak menunggu lama, pengusaha baik Asosiasi Pengusaha Indonesia, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan seluruh perusahaan anggota Kadin berencana menggugat regulasi ini.


Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani memastikan gugatan bakal diajukan ke Mahkamah Agung dalam waktu dekat.


BACA JUGA: Dampak Kenaikan Upah Minimum 2023, Investasi Terganggu?


Pengusaha menunjuk Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yakni Denny Indrayana sebagai Ketua Tim Hukum untuk menggugat Permenaker tersebut. 

“Apindo telah menunjuk Prof Denny Indrayana untuk mengajukan uji materiil Permenaker 18/2022 ke Mahkamah Agung,” ujar Hariyadi, Kamis (24/11/2022).

Sejak Undang-undang No. 11/2022 tentang Cipta Kerja terbit, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No 36/2021 tentang Pengupahan sebagai beleid turunan soal pengupahan. Namun begitu, Kemenaker malah menerbitkan regulasi lain yakni Permenaker 18/2022 untuk menetapkan upah 2023.


PP 36/2021 menjabarkan bahwa upah minimum ditetapkan berdasarkan kondisi ekonomi dan ketenagakerjaan. Bagi kabupaten/kota, penetapan upah mengacu pada pertumbuhan ekonomi daerah atau inflasi dan kabupaten kota yang bersangkutan. 

Sedangkan, Permenaker 18/2022 mengubah variabel yang ada. Pada pasal 6 ayat 2 menetapkan upah minimum 2023 dihitung dengan mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi dan indeks tertentu. Perubahan menjadi salah satu poin yang disorot pengusaha. 

Sebagai pembanding, regulasi PP 36/2021 menghasilkan penetapan upah minimum 1,09 persen pada 2022. Sementara itu, Permenaker 18/2022 berefek pada peningkatan tajam upah minimum 2023 dengan batas maksimal 10 persen. 

Hariyadi berpendapat, perlindungan hukum terhadap iklim usaha yang kondusif dan rasa keadilan perlu dikedepankan agar pelaku usaha dapat tetap bertahan memberikan nilai tambah dari mata rantai ekonomi yang dihasilkan.

BACA JUGA: UMP 2023 di Antara Target Inflasi dan Kenaikan Daya Beli

“Semangat yang ingin dikedepankan pelaku usaha adalah menjaga stabilitas investasi, kesejahteraan pekerja, dan keadilan bagi pengusaha,” ujarnya.

Setali tiga uang, Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid menilai daya beli masyarakat akan terefleksi dari kenaikan upah minimum. Namun, kemampuan pelaku usaha merespon kondisi ekonomi saat ini juga harus diperhatikan. 

Selain itu, dikeluarkannya Permenaker 18/2022 menimbulkan dualisme regulasi dan menciptakan ketidakpastian hukum. Untuk itu diperlukan putusan yudikatif untuk menjawab keambiguan yang muncul.

“Untuk memastikan agar kebijakan tersebut tidak kontraproduktif, maka Kadin bersama dengan Asosiasi Pengusaha dan Seluruh Perusahaan Anggota Kadin terpaksa akan melakukan uji materiil terhadap Permenaker No. 18/2022,” ujar Arsjad.


ANCAMAN MOGOK


Kenaikan upah minimum pada tahun depan sejatinya masih berada di bawah tuntutan pekerja sebesar 13 persen. Kendati sempat disesalkan buruh, serikat pekerja mulai mendukung penetapan ini. 

Sebaliknya, pekerja menyesalkan sikap pengusaha yang bakal mengajukan uji materiil Permenaker No.18/2022 yang menetapkan kenaikan upah minimum dengan maksimal 10 persen pada 2023.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, mengatakan langkah Apindo dan Kadin bakal membuat kalangan buruh melakukan aksi mogok besar-besaran.

“Cara Apindo akan memancing aksi buruh besar besaran di seluruh Indonesia,” kata Said kepada Bisnis, Kamis (24/11/2022).

Dia mengatakan pelaku usaha harus melihat fakta bahwa inflasi yang tinggi sejak pandemi dan kenaikan bahan bakar minyak membuat daya beli buruh menurun. Di samping itu, menurutnya upah buruh pun tidak naik sejak pandemi.

“Jika tetap dipaksakan menggunakan PP 36/2021, maka kenaikan upah di bawah inflasi. Artinya daya beli buruh akan semakin jatuh,” ujar Said.

Di samping itu, Said mengatakan alasan resesi dan PHK massal tidak hanya dalih agar upah tidak naik tinggi. Faktanya ekonomi Indonesia di kuartal III/2022 tumbuh di atas 5 persen dan tahun depan diprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia terbesar nomor 3 di dunia.

Meski KSPI memberi catatan kritis terkait aturan UMP 2023, tetapi Said menyatakan bahwa pihaknya tetap mendukung penetapan upah menggunakan Permenaker No.18/2022 yang menggantikan PP 36/2022 dalam hal formula penghitungan upah minimum. (Indra Gunawan)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Rayful Mudassir
Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.