Properti Sedang Tancap Gas, Insentif PPN Jangan Direm Mendadak

Kalangan praktisi dan pengamat bisnis properti meminta pemerintah memperpanjang stimulus PPN DTP, yang sedianya usai akhir tahun ini, menjadi tahun depan. Alasannya, kebijakan tersebut efektif memutar roda bisnis properti sehingga mengontribusi pemulihan ekonomi nasional.

Yanita Petriella & M. Syahran W. Lubis

9 Nov 2021 - 22.23
A-
A+
Properti Sedang Tancap Gas, Insentif PPN Jangan Direm Mendadak

Ilustrasi perumahan./Bisnis

Bisnis, JAKARTA – Realestat Indonesia (REI) meminta pemerintah untuk memperpanjang insentif Pajak Pertambahan Nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) untuk sektor properti hingga tahun depan darfi saat ini berakhir pada 31 Desember 2011.

Sebenarnya stimulus pajak itu, yang dimulai pada 1 Maret 2021, semula berakhir pada 31 Agustus 2021. Namun, karena memandang imbasnya yang positif, Kementerian Keuangan memperpanjangnya hingga akhir tahun ini.

Meski telah mendapatkan perpanjangan, Wakil Ketua Umum DPP REI Bambang Eka Jaya mengatakan bahwa pemulihan sektor properti masih membutuhkan stimulus pajak. Menurutnya, perpanjangan insentif PPN DTP untuk sektor properti akan melengkapi kebijakan Bank Indonesia yang memberikan kelonggaran uang muka atau down payment (DP) 0 persen untuk rumah hingga Desember 2022.

Pasalnya, pemulihan sektor properti tidak bisa secepat sektor usaha lain, sehingga perlu adanya stimulus yang besar agar masyarakat kembali yakin untuk membeli produk properti.

“Harapan kami, PPN ini bisa diperpanjang ke tahun depan dan bisa disinkronkan dengan LTV [loan to value] 100%, sehingga program DP 0% dengan PPN 0% bisa dikawinkan,” ujarnya pada Selasa (9/11/2021).

Stimulus PPN DTP itu menetapkan bahwa untuk rumah tapak atau vertikal, juga rumah toko (ruko) dan rumah kantor (rukan), dengan harga maksimal Rp2 miliar mendapatkan PPN DTP 100%, sedangkan untuk kisaran harga Rp2 miliar hingga Rp5 miliar mendapatkan pemangkasan PPN 50%.

Sumber: Ditjen Pajak kementerian Keuangan

Bambang selanjutnya menilai pemerintah dan Bank Indonesia perlu melakukan sinkronisasi kebijakan agar dampaknya terasa lebih besar. Pada sektor properti, relaksasi DP hingga 0 persen juga perlu berjalan beriringan dengan insentif PPN DTP. “Insentif PPN itu langsung dirasakan konsumen, karena secara tidak langsung ini menjadi diskon besar.”

Bambang yakin sektor properti tahun depan akan melesat seiring dengan penanganan Covid-19 yang membuahkan hasil baik, dan juga sejumlah kebijakan pemerintah untuk mendorong pemulihan ekonomi. “Kami tahun depan menargetkan akan membangun 400.000 rumah, 70%-nya perumahan sederhana,” tuturnya.

Dia menambahkan banyaknya pembangunan rumah sederhana tersebut dikarenakan daya beli masyarakat saat ini berada di rumah sederhana. “Kebutuhan akan rumah masyarakat semakin meningkat setiap tahunnya. Hingga saat ini backlog perumahan mencapai lebih dari 11,4 juta unit,” ujarnya.

SEDANG TANCAP GAS

Sebelumnya, pengamat bisnis properti Ali Tranghanda juga menyarankan agar pemerintah memperpanjang masa berlaku insentif PPN DTP untuk menjaga kesinambungan tren positif investasi dan bisnis real estat.

Pengamat bisnis properti Ali Tranghanda mengutarakan kalau pun insentif tersebut hendak dihapuskan, sebaiknya dilakukan secara progresif atau bertahap.

Tren Harga Rata-rata Rumah

Menurut CEO Indonesia Property Watch (IPW) itu, yang memutar roda bisnis properti sekarang adalah segmen menenengah ke atas yakni mereka yang membeli hunian dengan harga lebih dari Rp1 miliar.

“Sekarang ibaratnya berkat insentif PPN, roda properti sedang ngegas, kalau mendadak direm [dengan penghap;usan insentif PPN], itu bisa membuat tergelincir. Jadi, kalau mau dihapuskan, sebaiknya dilakukan secara bertahap atau progresif,” tuturnya.

Kalau pemerintah memutuskan secara langsung menghapus PPN mulai tahun depan, apalagi kalau dinaikkan menjadi 11%, pasar akan bergerak menurun kembali ke segmen menengah. Masalahnya, Ali khawatir segmen menengah belum siap untuk mengambil alih peran segmen atas untuk membeli properti akibat selama 2 tahun ini mereka juga terimbas dampak pandemi Covid-19.

“Kalau itu terjadi, roda bisnis properti kembali tersendat, sehingga kontribusinya ke pemulihan ekonomi menyusut,” lanjut Ali.

Insentif PPN itu memang terbukti efektif menggerakkan roda bisnis dan investasi properti. Data Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang dilansir pada akhir bulan lalu menunjukkan bahwa kelompok perumahan, kawasan industri, dan perkantoran mencatatkan investasi terbesar sepanjang kuartal III tahun ini secara keseluruhan baik PMA maupun PMDN.

Bahkan, nilai investasi di sektor properti itu sebenarnya masih lebih besar, mengingat pergudangan—bersama transportasi dan telekomunikasi—menempati peringkat kedua jumlah terbesar penanam modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA) pada periode tersebut.

Dari sisi PMDN, sepanjang Juli hingga September 2021, investasi di bisnis properti subsektor perumahan, kawasan industri, dan perkantoran tercatat Rp20,6 triliun, juga menjadi yang terbesar di antara kelompok sektor PMDN lainnya.

Nilai PMDN sebesar itu mencakup sekitar 18,2% dari total PMDN sepanjang Juli hingga September tahun ini. Sementara untuk PMA, sepanjang periode tersebut tercatat US$500 juta atau sekitar 7,2% dari total PMA pada periode tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Syahran Lubis

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.