Prospek IHSG di Paruh Kedua

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi masih mungkin menguat di tengah sejumlah sentimen. Sentimen pemilu masih positif, sedangkan global bakal merepotkan.

Rinaldi Azka

29 Jun 2023 - 19.08
A-
A+
Prospek IHSG di Paruh Kedua

Ilustrasi IHSG./BISNIS/Eusebio

Bisnis, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi bakal lebih stabil pada periode kedua semester ini. Sentimen pemilu bakal menjadi penggerak.

Pada penutupan perdagangan Selasa (27/6/2023) sebagai hari terakhir paruh pertama 2023, IHSG ditutup di zona merah dengan turun 0,04 persen ke level 6.661,87. 

Sepanjang perdagangan IHSG bergerak di rentang 6.679,62 hingga 6.652,90. Adapun secara akumulasi semester I/2023, IHSG turun sebesar 2,09 persen. Sementara itu kapitalisasi pasar tercatat sebesar Rp9.491,84 triliun.

Sejumlah saham menguat signifikan sehingga masuk jajaran top gainers sepanjang semester I/2023, saat indeks komposit terkoreksi.  Saham-saham seperti KAYU, NICL, HRTA hingga ACES masuk dalam daftar 10 top gainers. 

Berdasarkan data RTI Business, Kamis (29/6/2023), kenaikan tertinggi selama enam bulan terjadi pada saham PT Darmi Bersaudara Tbk. (KAYU). Saham emiten furnitur ini berhasil naik 206 persen atau menguat 103 poin ke posisi Rp153 per saham. 

Selanjutnya saham PT Indomobil Sukses International Tbk. (IMAS) mampu naik 1.290 poin menjadi Rp2.160 per saham. Harga tersebut melambung 148,28 persen. 

Saham pertambangan nikel PT PAM Mineral Tbk. (NICL) juga mengalami penguatan sebesar 133,85 persen. Kenaikan tersebut membawa saham NICL berada pada level Rp304 atau naik 174 poin. 

Masuk ke semester II/2023, IHSG diprediksi masih berada pada pola konsolidasi di atas level 6.500 secara teknikal. Founder CTA Saham Zakaria Siregar mengatakan meski berada di atas level 6.500, IHSG masih akan berada di bawah 7.000. 

Hal tersebut akan memberikan kesempatan penguatan kepada saham-saham bluechip outperform yang memiliki return di atas 10 persen. “Bagus untuk saham lapis kedua dan ketiga serta IPO di semester II,” katanya, dikutip Kamis (29/6/2023). 

IHSG yang bergerak konsolidasi sepanjang kuartal III diperkirakan akan mulai mengalami peningkatan pada kuartal selanjutnya. 

Baca Juga : Optimalisasi Pendapatan Pajak Menantang

Paling Boncos

Sepanjang semester I/2023, beberapa saham mencatatkan penurunan paling besar. Saham yang masuk jajaran top losers tersebut rata-rata berada di level Rp50.

Masih dari RTI Business, sepanjang paruh pertama 2023 beberapa saham mengalami penurunan paling dalam termasuk TAYS, IPPE, GIAA, hingga saham Sultan Subang ZATA dan IPPE. Sementara 4 di antara 10 saham top losers merupakan saham emiten yang tergolong baru.

Penurunan paling dalam sepanjang semester I dialami oleh saham PT Jaya Swarasa Agung Tbk. (TAYS). Saham emiten industri makanan ringan ini anjlok 89,10 persen atau turun 646 poin ke posisi Rp79 per saham.

Selanjutnya, saham anyar PT Wulandari Bangun Laksana Tbk. (BSBK) jatuh 80,62 persen ke posisi Rp50 per saham. Level tersebut turun 208 poin sepanjang semester I/2023. BSBK melakukan IPO pada 8 November 2022. 

Baca Juga : Arus Deras PHK Menyapu Korporasi Global

Kemudian saham baru IPO juga PT Isra Presisi Indonesia Tbk. (ISAP) yang boncos 79,17 persen dan membawanya ke posisi terendahnya yaitu Rp20 per saham. Menyusul saham PT Kioson Komersial Indonesia yang turun sebesar 76,87 persen atau amblas 226 poin ke posisi Rp68 per saham. 

Adapula saham Asep Sulaeman Sabanda atau Sultan Subang PT Indo Pureco Pratama Tbk. (IPPE) dan PT Bersama Zatta Jaya Tbk. (ZATA) yang kompak berada di level Rp50. Saham ini masing-masing turun sebesar 69,70 persen dan 64,29 persen. 

Kemudian saham penerbangan pelat merah PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) turun 69,05 persen ke level Rp63 per saham. 

Prospek Paruh Kedua


Head of Research NH Korindo Liza Camelia Suryanata memproyeksikan IHSG pada paruh kedua dapat bergerak ke posisi 7.000 hingga 7.100, tetapi dia kurang yakin dapat ditutup di area all time high 7.300-7.400. 

“IHSG diproyeksi bullish namun relatif sideways, tapi tidak terlihat potensi bearish terlalu dalam,” katanya kepada Bisnis, Selasa (27/6/2023).

Liza menjelaskan gerak IHSG pada semester II akan memiliki setidaknya empat sentimen dengan mayoritas dipengaruhi oleh sentimen pemilu. Hal tersebut disebabkan hajatan 5 tahun sekali itu akan meningkatkan belanja pemerintah dan konsumsi rumah tangga. 

Baca Juga : Potensi IPO Jumbo Rp9 Triliun Lebih, Sudahkah Bursa Selektif?

Pada pemilu 2024, Liza memproyeksikan nilai kampanye yang lebih besar dari sebelumnya karena calon-calon yang akan maju tidak ada yang berasal dari petahana. Dana yang dihabiskan untuk kampanye juga akan lebih banyak. 

Sentimen kedua adalah perekonomian China yang kembali bergerak makin cepat setelah Bank Central China memotong suku bunga jangka pendek dan jangka panjang. 

Ketiga, sentimen positif terkendalinya inflasi AS dan Eropa, turunnya tingkat inflasi tersebut menunjukkan adanya tanda-tanda tren kenaikan suku bunga yang mendekati akhir di kuartal IV/2023. “ Sentimen terakhir, stabilitas geopolitik,” lanjutnya. 

Baca Juga : Reksa Dana Pendapatan Tetap Konsisten Jadi Primadona

Tantangan

Kemudian IHSG juga tidak lepas dari beberapa risiko yang membayangi pada semester II ini. Salah satunya adalah munculnya kasus guncangan sektor perbankan di negara-negara barat. 

Selanjutnya, instabilitas geopolitik dunia meskipun geopolitik ini memiliki dua sisi. Instabilitas bisa jadi keuntungan bagi market Indonesia secara karakteristik pasar saham adalah commodity-driven. 

“Risiko lain adalah adanya capital outflow yang lari ke pasar negara lain dan menjauhi pasar Indonesia,” jelasnya. 

Liza juga mengatakan risiko melemahnya nilai tukar rupiah karena tren naik suku bunga AS sepertinya masih akan berlangsung setidaknya 2x lagi tahun ini, seraya memperhatikan dampaknya pada tingkat inflasi AS.

Baca Juga : Rencana Jusuf Hamka Bakal Bangun Tol Dalam Kota Bandung di 2024

Senada, Analis Samuel Sekuritas Indonesia Prasetya Gunadi mengungkapkan pada Juni 2023 tren net sell di bursa saham Indonesia belum berubah, dengan total net sell asing sepanjang Juni mencapai Rp3,7 triliun. 

"Namun, kami memperkirakan aliran dana asing akan kembali ke pasar ekuitas di semester II/2023. Kami meyakini faktor eksternal akan mulai stabil dan suku bunga acuan telah mencapai titik puncaknya. The Fed bahkan mungkin saja akan memutuskan menurunkan suku bunga acuan FFR yang akan meningkatkan kemungkinan investor kembali berinvestasi dan membangun kembali portofolio mereka," ungkapnya dalam riset. 

Di tengah kekhawatiran resesi global, Samuel Sekuritas Indonesia juga yakin Indonesia dapat menjadi salah satu pasar negara berkembang yang paling populer karena ekonominya yang mayoritas bertumpu pada pasar domestik, yang menjadikannya relatif tangguh di tengah badai resesi. Selain itu, belanja terkait pemilu juga akan mendorong ekspansi ekonomi Indonesia pada paruh kedua tahun ini.

Selain itu, tidak hanya dana asing, Analis juga memperkirakan para pelaku pasar lokal akan lebih banyak menginvestasikan dananya, di tengah keyakinan bahwa suku bunga acuan telah mencapai puncaknya dan IHSG diperdagangkan pada valuasi menarik di 13,1 kali forward P/E. 

Adapun, menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), reksa dana saham lokal memiliki tingkat kas sebesar 14,3 persen pada Mei 2023. Meskipun lebih rendah dari level bulan sebelumnya di 16,6 persen, angka ini masih lebih tinggi dari rata-rata 10 tahun sebesar 10,2 persen.

"Oleh karena itu, kami mempertahankan proyeksi IHSG kami, serta mempertahankan target skenario base case fundamental kami untuk IHSG di sepanjang 2023 di level 7.600 dengan P/E 15,0 kali," jelasnya. 

Baca Juga : Juni Melandai, Inflasi Masih Menantang

Rekomendasi

Adapun, Samuel Sekuritas Indonesia yakin sektor perbankan, telekomunikasi, dan consumer staples akan tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan laba IHSG pada sepanjang 2023. 

Margin sektor perbankan Indonesia diperkirakan akan membaik pada kuartal-kuartal mendatang, karena sejumlah bank masih memiliki likuiditas yang melimpah dan mampu membatasi penurunan margin mereka menjadi hanya 20bps secara kuartalan (quarter-on-quarter/qoq) meskipun ada kenaikan suku bunga deposito sebelum Ramadan atau Idulfitri. 

Selain itu, emiten consumer staples juga diyakini akan membukukan pertumbuhan positif sepanjang sisa tahun ini, didukung oleh pertumbuhan ekonomi, kenaikan upah minimum, momentum pemilu, dan strategi ekspansi. 

Baca Juga : Bangkitnya Optimisme BUVA Usai Diakuisisi Happy Hapsoro

"Tiga dari lima emiten consumer staples dalam coverage kami, ICBP, KLBF, dan SIDO diproyeksikan membukukan pertumbuhan dua digit tahun ini," ungkapnya. 

Untuk sektor telekomunikasi, analis juga melihat potensi katalis positif dari trickle-down effect pada semester kedua tahun ini dari pemilu, serta persaingan yang lebih matang di industri telekomunikasi Indonesia.(Artha Adventy, Mutiara Nabila)

_____

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnisindonesia.id tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Rinaldi Azka
Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.