Bisnis, JAKARTA — Korea Selatan telah menurunkan jumlah pembayaran yang direncanakan Indonesia untuk bagiannya dari biaya untuk proyek pengembangan pesawat tempur bersama karena pesawat perang tersebut telah ditetapkan sebagai "barang pertahanan" yang memenuhi syarat untuk pembebasan pajak, kata badan pengadaan senjata negara, Senin.
Dengan demikian, Administrasi Program Akuisisi Pertahanan (Defense Acquisition Program Administration/DAPA) mengatakan bahwa Indonesia akan membayar total 1,6 triliun won (US$1,35 miliar), turun 100 miliar won, untuk proyek senilai 8,1 triliun won, yang disebut KF-X.
DAPA seperti dikutip dari kantor berita Yonhap, Senin (15/11/2021) mengumumkan perubahan tersebut setelah menyelesaikan negosiasi bertahun-tahun dengan Indonesia minggu lalu mengenai kesepakatan pembagian biaya, dan Indonesia menegaskan kembali janjinya sebelumnya untuk menanggung 20 persen dari biaya KF-X dan setuju untuk melakukan pembayaran dalam bentuk barang untuk 30 persen dari bagiannya.
Di Korsel, setelah suatu barang diklasifikasikan sebagai barang pertahanan, barang tersebut dibebaskan dari pajak pertambahan nilai. Penunjukan untuk proyek KF-X datang pada 2017, tetapi perubahan itu belum tecermin dalam kesepakatan pembagian biaya di tengah seruan Indonesia untuk negosiasi ulang.
Kedua negara telah mengadakan enam putaran negosiasi, termasuk sesi hari Kamis (11/11/2021) di Jakarta karena Indonesia menuntut pengurangan bagian biaya dan penyesuaian lain dari kesepakatan sebelumnya.
Pejabat DAPA mengatakan bahwa Kedua belah pihak akan melakukan konsultasi tambahan mengenai rencana terperinci mengenai bagaimana dan kapan Indonesia akan melakukan pembayaran yang terlambat untuk proyek pertahanan, yang saat ini mencapai sekitar 800 miliar won.
“Indonesia mungkin kesulitan melakukan pembayaran tunggakan sekaligus karena situasi yang sangat sulit, termasuk pandemi Covid-19, tetapi negosiasi telah berjalan berdasarkan rasa saling percaya," kata seorang pejabat DAPA.
Korea Selatan telah mengerjakan proyek KF-X sejak 2015 untuk mengembangkan jet tempur buatan sendiri yang canggih untuk menggantikan armada jet F-4 dan F-5 Angkatan Udara yang sudah tua.