PTBA Kebut Proyek Pabrik DME Bersama Pertamina dan Air Products

Emiten berkode saham PTBA itu bersama PT Pertamina (Persero) dan Air Products & Chemicals Inc. saat ini tengah menyusun perjanjian kerja sama terkait dengan skema pembangunan pabrik DME yang direncanakan dibangun di Tanjung Enim, Sumatra Selatan.

16 Agt 2021 - 21.10
A-
A+
PTBA Kebut Proyek Pabrik DME Bersama Pertamina dan Air Products

Alat berat dioperasikan di pertambangan Bukit Asam yang merupakan salah satu area tambang terbuka (open-pit mining) batu bara terbesar PT Bukit Asam Tbk. di Tanjung Enim, Lawang Kidul, Muara Enim, Sumatra Selatan, Sabtu (5/11/2016). Antara/Nova Wahyudi

Bisnis, JAKARTA — PT Bukit Asam Tbk. terus mematangkan rencana pembangunan pabrik untuk proyek gasifikasi batu bara menjadi dimethyl ether (DME).

Emiten berkode saham PTBA itu bersama PT Pertamina (Persero) dan Air Products & Chemicals Inc. saat ini tengah menyusun perjanjian kerja sama terkait dengan skema pembangunan pabrik DME yang direncanakan dibangun di Tanjung Enim, Sumatra Selatan.

Direktur Utama PTBA Suryo Eko Hadianto optimistis proyek DME sebagai pengganti liquefied petroleum gas atau LPG itu akan mencapai keekonomian pada waktunya.

Apalagi, imbuhnya, pemerintah melalui Undang-undang Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja juga telah memberikan insentif berupa pengenaan royalti hingga 0% untuk batu bara yang dimanfaatkan dalam penghiliran.

“Kami cukup terbantu dengan kebijakan UU Cipta Kerja dan kebijakan menteri ESDM, kaitannya dengan beberapa kemudahan dan insentif. Kami juga bangun proyek ini di area kawasan industri, jadi ada insentif-insentif yang kami dapatkan. Saya yakin ini akan jadi layak pada waktunya,” kata Suryo, Senin (16/8/2021).

Dia menjelaskan saat ini biaya produksi DME masih berada pada kisaran US$490 per ton. Hanya saja, angka itu belum termasuk ongkos carbon capture yang diperkirakan mencapai US$20—US$40 per ton.

“Jadi [harga DME] sekitar US$550 per ton. Tapi di dalam negeri masih ada biaya distribusi, dan sebagainya. Ini masih dalam taraf perhitungan,” tuturnya.

Alat berat dioperasikan di pertambangan Bukit Asam yang merupakan salah satu area tambang terbuka (open-pit mining) batu bara terbesar PT Bukit Asam Tbk. di Tanjung Enim, Lawang Kidul, Muara Enim, Sumatra Selatan, Sabtu (5/11/2016). Antara/Nova Wahyudi

Menurut Suryo, harga tersebut masih lebih rendah dibandingkan dengan harga LPG Saudi Aramco yang saat ini menembus US$660 per ton. Meski demikian, dia menekankan bahwa harga LPG di dalam negeri sekarang ini masih disubsidi oleh pemerintah.

Terkait dengan rencana kerja sama PTBA bersama Pertamina dan Air Products, Suryo menjelaskan bahwa proyek berkapasitas produksi mencapai 1,4 juta ton DME per tahun itu ditargetkan dapat rampung pada 2024.

Proyek dengan total investasi mencapai US$2,1 miliar tersebut, lanjutnya, diharapkan dapat berkontribusi mengurangi impor LPG pemerintah hingga 1 juta ton LPG per tahun, sehingga menghemat cadangan devisa sebesar Rp9,71 triliun per tahun serta neraca perdagangan senilai Rp5,5 triliun per tahun.

Suryo menuturkan, ada dua opsi skema pembangunan pabrik yang tengah dipertimbangkan, yakni membangun pabrik secara terintegrasi dari proses gasifikasi batu bara sampai menjadi DME atau membangun pabrik hanya sampai pada pengolahan menjadi metanol.

“Kami sedang olah perjanjian yang lebih detail yang kaitannya, kami akan lewati proses dua pabrik atau satu pabrik, karena ini untuk buat DME melalui proses batu bara dilakukan gasifikasi menjadi metanol. Kemudian metanol diproses baru jadi DME,” ujar Suryo.

Jika pabrik hanya dibangun sampai pada tahap pembuatan metanol, menurutnya, akan mendorong munculnya banyak industri DME di dalam negeri.

Maket rancangan pembangunan empat komplek pabrik gasifikasi batubara di Tanjung Enim, Palembang, Sumatra Selatan, Minggu (3/3/2019).  PT Bukit Asam Tbk (PTBA) berencana membangun empat komplek pabrik gasifikasi batu bara di Bukit Asam Coal Based Special Economic Zone (BACBSEZ) guna mendukung proyek hilirisasi batubara. Felix Jody Kinarwan

Produk metanol dapat dijual ke pasar untuk kemudian diolah menjadi DME oleh industri yang memiliki skala lebih kecil.

Sementara itu, untuk membangun pabrik gasifikasi batu bara menjadi DME secara terintegrasi dibutuhkan biaya investasi yang cukup besar, sehingga baru bisa dikembangkan oleh perusahaan skala besar.

“Kalau batu bara ke metanol terlebih dahulu, tentunya bisa ke skala produksi yang jauh lebih kecil, sehingga skala industrinya bisa diturunkan grade-nya. Ini akan muncul banyak industri dalam negeri dari metanol ke DME,” kata Suryo.

Adapun, PTBA bersama Pertamina dan Air Product memastikan proyek gasifikasi batu bara menjadi DME terus berlanjut dengan ditandatanganinya amandemen perjanjian kerja sama pengembangan DME pada Mei 2021 lalu.

Suryo menambahkan, proyek tersebut diperkirakan akan beroperasi komersial pada akhir 2024 atau awal 2025.

 

Reporter: Denis Riantiza Meilanova

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.