Pulihnya Pesona LQ45 di Tengah Harapan Perbaikan Kinerja Ekonomi

Kinerja indeks saham terlikuid di Bursa Efek Indonesia perlahan tapi pasti kembali ke atas permukaan. Hal ini seiring dengan kembalinya optimisme pelaku pasar terhadap pemulihan ekonomi pasca PPKM Darurat.

Dwi Nicken Tari

26 Sep 2021 - 19.04
A-
A+
Pulihnya Pesona LQ45 di Tengah Harapan Perbaikan Kinerja Ekonomi

Karyawan melintas di dekat layar pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (29/6/2021). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis, JAKARTA — Pulihnya optimisme pelaku pasar terhadap prospek kinerja ekonomi Indonesia mendorong aksi beli yang lebih besar pada saham-saham blue chip anggota indeks LQ45 di pasar, sehingga mendorong kinerja indeks itu perlahan makin membaik.

Berdasarkan data Bloomberg, kinerja indeks LQ45 kembali tumbuh positif secara bulanan sebesar 5,28% pada Agustus 2021. Kenaikan ini merupakan yang kedua kali sejak Februari 2021 saat indeks LQ45 naik 3,59%. Penurunan kinerja indeks LQ45 terjadi pada Juni 2021 sebesar 4,93% dan Maret sebesar 4,44%.

Secara kumulatif sejak awal tahun hingga Jumat (24/9), indeks LQ45 masih melemah 7,34%. Posisi ini underperform terhadap IHSG yang menguat 2,77% dan indeks IDX SMC Composite yang melesat 17,10%.

Dilihat dari konstituennya, saham PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) menjadi motor pendorong utama kenaikan indeks LQ45 dalam periode tiga bulan terakhir. Terpantau, saham BBCA menguat 5,70%.

Selanjutnya saham PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk dan saham PT Astra International Tbk. (ASII) turut menambah daya dengan kenaikan masing-masing 5,64% dan 4,46% pada periode yang sama.

Namun, saham dari emiten terkait pertambangan terpantau berada di jejeran paling atas top gainers di indeks LQ45.

PT AKR Corporindo Tbk. (AKRA) menjadi saham dengan kenaikan harga tertinggi dalam tiga bulan sebesar 35,95%. Berikutnya saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk. (ITMG) yang naik 28,35% edan saham PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) naik 19,51%.

Direktur Avrist Asset Management Farash Farich mengatakan kenaikan kinerja indeks yang berisi 45 saham terlikuid di Bursa Efek Indonesia atau LQ45 pada bulan lalu didorong oleh optimisme investor akan kepastian kebijakan ekonomi ke depan.

“Agustus ada penguatan [indeks LQ45] karena ternyata respons positif untuk indikasi akan dimulainya tapering. Ada kepastian untuk investor,” jelas Farash kepada Bisnis, Minggu (26/9).

Kepastian itu, lanjut Farash, membantu mengokohkan sentimen positif di saham-saham indeks LQ45. Menurutnya, saat ini investor tengah mengincar saham big caps dengan valuasi murah di dalam indeks LQ45.

Ditambah lagi, kinerja dari emiten big caps tersebut telah sesuai harapan pada semester I/2021. Peluang kelanjutan pemulihan bisnis pun kian terbuka jelang akhir tahun ini mengingat kasus Covid-19 yang mulai turun dan pemerintah melonggarkan pembatasan aktivitas masyarakat.

Farash menilai saham-saham dari sektor perbankan dan otomotif dari konstituen indeks LQ45 masih menarik untuk dicermati dari sisi valuasi yang belum mahal. Sementara itu, saham dengan sudut pandang pertumbuhan seperti dari sektor teknologi, tambang, dan batu bara juga dapat diperhatikan investor jelang akhir tahun ini.

Selain itu, Farash juga mengingatkan bahwa pasar juga mengantisipasi terjadinya window dressing pada akhir tahun ini hingga tahun depan. Apabila window dressing terjadi seperti tahun-tahun sebelumnya, saham dari indeks LQ45 diperkirakan bakal paling banyak diincar mengingat likuiditasnya yang tinggi dan valuasinya menarik.

Head of Equity Research BNI Sekuritas Kim Kwie Sjamsudin mengatakan kenaikan indeks LQ45 pada bulan lalu disebabkan oleh kembalinya optimisme pelaku pasar menyusul pelonggaran PPKM Darurat.

“Sejak ada relaksasi PPKM, saham-saham old economy kinerjanya mulai membaik,” kata Kim kepada Bisnis, Jumat (24/9).

Dia memperkirakan tren kenaikan harga saham-saham terlikuid dan berkapitalisasi besar di indeks LQ45 akan terus menanjak hingga akhir tahun. Hal itu juga seiring dengan pengendalian kasus Covid-19 yang tertangani dengan baik dan meluasnya cakupan vaksinasi.

Ditambah lagi terdapat potensi window dressing yang biasanya menaikkan harga-harga saham blue chip pada akhir tahun hingga awal tahun depan.

Dalam laporan Asia Pacific Equity Research, Tim Riset J.P.  Morgan yang termasuk Head of Indonesia Research & Strategy J.P. Morgan Sekuritas Indonesia Henry Wibowo memaparkan saat ini topik hangat yang dibicarakan pelaku pasar Indonesia a.l. teknologi, bank digital, baterai, dan lainnya.

“Secara umum, perusahaan menunjukkan optimisme jelang kuartal IV/2021 seiring dengan pembukaan kembali perekonomian [sekolah, bioskop, dan mal sekarang dibuka] dengan Jakarta menggenjot tingkat vaksinasi untuk mencapai herd immunity,” tulis J.P. Morgan.

Adapun, pemulihan ekonomi yang diantisipasi tahun ini mendapat tantangan dari PPKM Darurat pada Juli - Agustus 2021 yang dikhawatirkan bakal memukul kinerja emiten pada kuartal III/2021.

Kendati demikian, J.P. Morgan masih mempertahan target IHSG pada level 6.800 jelang akhir tahun dan memberi rekomendasi overweight untuk sejumlah saham-saham di lantai bursa.

Dari sektor teknologi, J.P. Morgan menunjukkan pendatang baru di indeks LQ45 yaitu saham PT Bukalapak.com Tbk. (BUKA) menarik karena memiliki kesempatan penguatan bisnis di masa depan.

Tanpa memberikan rekomendasi terhadap saham BUKA, J.P. Morgan mengantisipasi BUKA bakal menyerap dana emisi penawaran umum perdana saham (IPO) baru-baru ini senilai Rp21,09 triliun. Adapun, saham BUKA baru akan efektif masuk indeks LQ45 pada 29 September 2021 nanti.

Selanjutnya, antisipasi ekspansi juga datang dari PT Bank Jago Tbk. (ARTO) yang akan masuk ke ekosistem GoTo, walaupun J.P. Morgan juga belum memberi rekomendasi untuk saham ARTO.

Sementara itu, J.P. Morgan memberikan rekomendasi overweight atau beli untuk saham perbankan pelat merah seperti PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI).

Keduanya diperkirakan bakal membukukan pertumbuhan kredit sebesar 5% - 10% tahun ini dengan biaya kredit yang lebih baik.

Pada saat bersamaan, baik BMRI maupun BBNI juga melanjutkan pengembangan inisiasi bank digitalnya seperti Livin 2.0 untuk Bank Mandiri serta kolaborasi Palylater dengan Traveloka dan Shopee untuk BBNI.

Dari emiten tambang, J.P. Morgan memperkirakan PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) dan PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) akan diuntungkan oleh pengembangan pabrik baterai di Indonesia.

Sementara itu, saham PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk. (ICBP) juga direkomendasikan beli setelah mendengar perseroan bakal melakukan diskusi mengenai inflasi biaya produksi dan mengambil posisi wait and see sebelum menaikkan harga jual.

Selanjutnya, saham PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. (SMGR) diberi rating overweight menyusul kemungkinan perseroan untuk menaikkan harga jual dalam rangka menyeimbangkan kenaikan harga batu bara.

Selain itu, kerjasama yang dijalin dengan Taiheiyo Cement Corp. dengan anak usaha SMGR yaitu PT Solusi Bangun Indonesia Tbk. (SMCB) juga membuka pintu ekspor yang lebih luas untuk produk Semen Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Emanuel Berkah Caesario

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.