Raih Rp126,43 Triliun, Emiten Bank Antre Terbitkan Saham Baru

Sejumlah emiten bank antre terbitkan saham baru di pasar modal. Simak penjelasannya.

Dionisio Damara, Rika Anggraeni & Khadijah Shahnaz Fitria

6 Nov 2021 - 19.02
A-
A+
Raih Rp126,43 Triliun, Emiten Bank Antre Terbitkan Saham Baru

Sejumlah emiten bank antre terbitkan saham baru di pasar modal. (Bisnis/Eusebio Chrysnamurti)

Bisnis, JAKARTA— Sejumlah emiten bank antre menerbitkan saham baru di pasar modal kendati sepanjang tahun penggalangan dana lewat rights issue mencapai Rp126,43 triliun.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga pekan ketiga Oktober, jumlah realisasi dana yang dihasilkan dari penerbitan saham baru atau rights issue mencapai Rp126,43 triliun yang dilakukan oleh 11 emiten bank.

Menariknya, jelang berakhirnya 2021 ternyata masih ada sejumlah emiten yang menempuh cara yang sama untuk mengumpulkan dana.

PT Bank Bumi Arta Tbk. (BNBA) meramaikan perdagangan pada Jumat (5/11/2021) karena harga sahamnya naik 24,92 persen atau menyentuh batas auto reject atas (ARA) ke Rp2.080. Lalu, harga saham BNBA ditutup pada Rp1.665 dengan jumlah saham yang diperdagangkan sebanyak 108,20 juta saham dengan turnover senilai Rp216,03 miliar.

Di level harga tersebut, kapitalisasi pasar Bank Bumi Arta senilai Rp4,8 triliun. Adapun, sepanjang tahun berjalan, harga sahamnya sudah naik 450,26 persen. Gejolak saham BNBA belakangan bukan tanpa alasan. Mengingat, perusahaan telah mengantongi restu pelaksanaan rights issue dengan jumlah saham maksimal 750 juta lembar dan nominal Rp100.

Perseroan memperkirakan dapat mengantongi pernyataan efektif dari OJK untuk aksi ini pada 29 November 2021 sehingga penerbitan saham baru dilakukan pada 13-17 Desember 2021.

Melalui aksi ini, perusahaan ingin mempertebal modal guna mengikuti ketentuan dalam POJK 12/2020, sehingga modal inti perseroan akan menjadi minimum sebesar Rp2 triliun dan memperkuat struktur permodalan perseroan.

Langkah serupa juga dilakukan oleh PT Bank JTrust Indonesia Tbk. (BCIC) yang bakal menerbitkan 4,54 miliar saham seri C dengan nominal Rp100 per saham.

Perseroan menjadwalkan dapat mengantongi pernyataan efektif dari OJK pada 9 November 2021 dengan perdagangan pada 23-29 November 2021. Perusahaan menggunakan dana hasil rights issue untuk mengembangkan modal inti, usaha dan kinerja kredit.

Selain BCIC, terdapat PT Bank Capital Indonesia Tbk. (BACA) yang berencana menerbitkan 20 miliar saham baru dengan nilai Rp100 per saham. Sebelumnya, manajemen berharap bisa menggalang dana hingga Rp7 triliun kendati belum ada pembeli siaga dalam rights issue.

Lebih lanjut, perusahaan melilrik rights issue untuk memperkuat modal perusahaan yakni minimal Rp6 triliun seperti ketentuan dari OJK.

Emiten bank lainnya yakni PT Bank Aladin Syariah Tbk. yang akan menerbitkan hingga 2 miliar saham baru pada Desember. Perusahaan yang memiliki aset Rp1,18 triliun pada akhir September 2021 itu menetapkan harga Rp100 untuk aksi korporasi yang bertujuan untuk mempertebal modal perusahaan.

MENGEJAR TARGET

Sejumlah bank kecil saat ini masih fokus mengejar target modal inti minimum Rp3 triliun pada akhir Desember 2022. Target ini sebagai implementasi dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No. 12/POJK.03/2020 tentang Konsolidasi Bank Umum.

Menanggapi hal tersebut, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan mengatakan prospek bank kecil di sisa tahun ini dan tahun depan masih menarik.

“Prospeknya masih menarik karena investor, terutama bank-bank besar juga masih mencari bank-bank kecil untuk ekspansi bisnis,” kata Trioksa kepada Bisnis, Jumat (5/11/2021).

Trioksa menuturkan bahwa terdapat kriteria bank kecil yang menarik perhatian para investor, yakni bank kecil yang sehat dan memiliki fundamental yang baik, serta siap untuk masuk ke dalam transformasi digital.

“Bagi investor, banknya tergolong sehat, kinerja keuangan positif, kredit macet yang rendah dan sudah memiliki sistem yang baik dan didukung SDM yang kompeten dalam operasional bank,” tuturnya.

Selain itu, lanjut Trioksa, daya tarik digitalisasi di industri keuangan membuat bank-bank kecil masih menarik, terutama jika masih memiliki harga yang murah dan dapat diubah menjadi bank digital.

Sedikit berbeda, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira melihat prospek pada akhir tahun ini kemungkinan bank-bank kecil meminta keringanan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Kalau saya lihat, akhir tahun ini mungkin ada bank-bank kecil yang meminta keringanan kepada OJK agar ditambah syarat modal intinya, ditambah perpanjangan waktu. Bagaimana caranya? Apakah harus menerbitkan saham baru, pelepasan saham baru, atau mau enggak mau melikuidasi,” kata Bhima kepada Bisnis, Jumat (5/11/2021).

Pasalnya, Bhima menilai bank-bank kecil memiliki beberapa permasalahan, baik dari sisi internal maupun eksternal.

Bhima mengatakan, ada bank kecil yang bersedia untuk melepaskan saham dan menjadi bagian dari ekosistem digital, tetapi tidak sedikit juga yang alot dalam hal negosiasi.

"Bank-bank kecil itu shareholder atau pemegang sahamnya itu relatif alot dalam hal menegosiasi, sehingga proses akuisisi itu lama banget. Itu yang membuat bank kecil ada yang enggak menarik,” ujarnya.

Artinya, lanjut Bhima, tidak semua bank kecil menarik untuk diakuisisi atau disuntik modal baru dari pemilik saham yang baru. Bhima berpendapat, ada beberapa kriteria bank kecil untuk bisa mendapatkan investor. Pertama, biaya operasional terhadap pendapatan operasional efisien atau memiliki BOPO yang rendah.

Kedua, memiliki manajemen risiko yang bagus. Dengan memiliki manajemen risiko yang bagus, maka bank kecil bisa mengendalikan portofolio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL). Ketiga, memiliki budaya kerja yang bagus.

Keempat, adanya kemauan untuk melakukan digitalisasi. “Berikutnya terkait dengan manajerial, termasuk juga bagaimana pengawasan dari pemegang saham. Itu yang akan jadi kriteria,” sambungnya.

Umumnya, kata Bhima, bank kecil juga harus memiliki segmentasi produk yang menarik. Misalnya, bank kecil bermain di sektor usaha mikro atau UMKM. Kemudian, relatif bagus hubungan terhadap nasabah dan memiliki risiko kredit yang kecil.

Sementara itu, dari kacamata investor, bank-bank kecil dinilai menarik apabila memiliki potensi pertumbuhan yang cukup cepat dan relatif lincah. Menurut Bhima, investor biasanya ingin mengakuisisi bank kecil untuk melengkapi unit bisnis ataupun melengkapi ekosistem digital.

Jika melihat tren sekarang, lanjut Bhima, aksi konglomerasi akuisisi dan membeli saham-saham bank kecil tersebut yang kemudian berpotensi mengubah menjadi bank digital.

“Karena potensi penyaluran pinjaman online-nya besar, ataupun untuk masuk ke fee based income, yaitu dengan cara, misalnya, penawaran produk reksa dana, produk asuransi pasar saham melewati aplikasi bank digital. Jadi, itulah yang sebenarnya investor mau ke sana,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Duwi Setiya Ariyant*

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.