Realisasi Subsidi Energi 2022, Mayoritas Dinikmati Orang Mampu

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, subsidi dan kompensasi energi yang dibayarkan pemerintah pada 2022 lebih banyak dinikmati oleh dunia usaha dan rumah tangga yang tergolong mampu.

Ibeth Nurbaiti

10 Mar 2023 - 08.44
A-
A+
Realisasi Subsidi Energi 2022, Mayoritas Dinikmati Orang Mampu

Warga beraktivitas di kawasan Kebon Melati, Jakarta, Kamis (17/2/2022). Program subsidi energi harus diperbaiki efektivitasnya dalam hal distribusi subsidi yang tepat sasaran, terutama untuk menurunkan tingkat kemiskinan ekstrem ke 0 persen pada 2024, mengingat sebagian besar realisasi subsidi energi 2022 malah lebih banyak dinikmati oleh masyarakat mampu. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha

Bisnis, JAKARTA — Kebijakan pemerintah yang masih konsisten memberikan subsidi energi dinilai mampu menjaga daya beli masyarakat agar tidak jatuh ke jurang kemiskinan. Sayangnya, sebagian besar realisasi subsidi energi 2022 malah lebih banyak dinikmati oleh masyarakat mampu.

Sejatinya, kebijakan subsidi energi yang selalu dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) diperuntukkan bagi masyarakat menengah, rentan miskin, dan miskin, serta UMKM.

Baca juga: Cara Beli LPG Subsidi 3 Kg, Wajib Pakai KTP Mulai 1 Maret 2023

Dengan tidak membebankan kenaikan harga energi dunia yang berpengaruh terhadap harga bahan bakar minyak (BBM), gas minyak cair (liquified petroleum gas/LPG), dan listrik, menjadi bentuk komitmen negara untuk hadir dalam melindungi masyarakat.

Namun, jika pendistribusiannya dilakukan secara serampangan atau tidak tepat sasaran, tentu tujuan adanya subsidi tersebut menjadi tidak tercapai. Seturut dengan itu, akan berdampak pada peningkatan beban subsidi dan kompensasi yang harus digelontorkan pemerintah.

Baca juga: Dampak Ketidaktepatan Subsidi BBM dan Ketimpangan Sosial

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, subsidi dan kompensasi energi yang dibayarkan pemerintah pada 2022 lebih banyak dinikmati oleh dunia usaha dan rumah tangga yang tergolong mampu.

Dari total subsidi dan kompensasi Solar sebesar Rp145,6 triliun pada 2022, sekitar 89 persennya atau sebesar Rp129,6 triliun dinikmati oleh dunia usaha, sementara 11 persen atau Rp16,0 triliun dinikmati oleh rumah tangga.


Dari Rp16,0 triliun yang dinikmati rumah tangga tersebut, ternyata 95 persennya atau Rp15,2 triliun dinikmati oleh rumah tangga mampu, sementara hanya 5 persen atau Rp800 miliar dinikmati oleh rumah tangga miskin.

“Dari sisi total konsumsinya, hanya 0,1 juta liter untuk 4 desil terbawah. Sementara, 6 desil teratas menikmati 95 persen dari konsumsi Solar. Ini yang menjadi logika kami melakukan adjustment terhadap harga BBM,” kata Abdurahman, Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan dalam acara Diskusi Publik Indef, Rabu (8/3/2023).

Baca juga: Fakta Harga BBM Nonsubsidi Naik Turun, Masyarakat Sudah Biasa

Demikian juga pada alokasi kompensasi Pertalite/Premium. Dari Rp161,6 triliun yang dibayarkan pemerintah, 86 persennya atau Rp138,9 triliun dinikmati oleh rumah tangga dan sisanya 14 persen atau Rp22,6 triliun dinikmati oleh dunia usaha.

Dari Rp138,9 triliun, 80 persen di antaranya atau sebesar Rp111,2 triliun dinikmati oleh rumah tangga mampu dan 20 persennya atau Rp27,8 triliun dinikmati oleh 4 desil terbawah.

Selain itu, dari total Rp134,8 triliun subsidi LPG 3 kg yang diberikan pemerintah, 68 persennya atau Rp91,7 triliun dinikmati oleh rumah tangga mampu.

Baca juga: Pemerintah Atur Strategi Amankan Pasokan Energi

Itu sebabnya, Kepala Pusat Ekonomi Makro dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M. Rizal Taufikurahman mengatakan program subsidi tersebut harus diperbaiki efektivitasnya dalam distribusi subsidi yang tepat sasaran, terutama untuk menurunkan tingkat kemiskinan ekstrem ke 0 persen pada 2024.

Terlebih, secara secara nasional kebijakan subsidi BBM mampu menjaga sekitar 5,7 juta orang atau 2,10 persen penduduk Indonesia untuk tidak jatuh ke jurang kemiskinan.

Sebagai gambaran, jika subsidi BBM ditiadakan, maka Jawa Timur akan menjadi provinsi yang jumlah kemiskinannya naik paling tinggi, sekitar 1,1 juta atau 2,8 persen penduduknya akan jatuh ke jurang kemiskinan. Tidak jauh berbeda, subsidi LPG 3 kg juga secara empiris terbukti mampu menyelamatkan sekitar 6,9 juta rumah tangga untuk tidak jatuh miskin. 

Baca juga: Subsidi BBM yang Bikin Galau, Semua Harus Mengerti

Hanya saja dalam implementasinya, subsidi LPG 3 kg dan BBM masih banyak dinikmati oleh mereka yang tidak berhak. Dengan kata lain, subsidi BBM secara besar-besaran yang digelontorkan pemerintah ternyata tidak menyentuh kemiskinan ekstrem.

“Sehingga perlu ada kebijakan lebih lanjut terkait efisiensi dan targetting subsidi, terutama harus tepat sasaran,” katanya, Rabu (8/3/2023).

Tercatat, ada sekitar 5,77 juta rumah tangga dari kelompok miskin dan hampir miskin yang tidak menggunakan subsidi LPG, sementara sekitar 5,75 juta tidak menggunakan BBM. Jika dilihat secara mendalam, ada sebanyak 1,99 juta masyarakat di desil 1 yang tidak menggunakan subsidi LPG dan 2,15 juta tidak menggunakan BBM.

Baca juga: Pemetaan Arah Subsidi BBM Kian Sulit, ‘Tersandera’ Tahun Politik

Untuk diketahui, kelompok rumah tangga di desil 1 terdiri dari 1,1 juta rumah tangga miskin ekstrem, 4,4 juta rumah tangga miskin non ekstrem, dan 1,8 juta rumah tangga rentan miskin.


Lebih lanjut, terdapat 419.419 rumah tangga miskin ekstrem (37,6 persen) yang tidak menikmati subsidi LPG 3 kg dan sebanyak 462.915 rumah tangga miskin ekstrem (40,9 persen) yang tidak menikmati subsidi BBM.

“Artinya, ada ketidaktepatan sasaran terkait kebijakan subsidi energi ini. Secara data dan fakta, kelompok desil 1—4 inilah yang mestinya lebih berhak mendapatkan subsidi energi ini,” ujar Rizal.

Senada, Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penghapusan Kemiskinan  (TNP2K) Suprayoga Hadi mengatakan bahwa berdasarkan Susenas 2021, hanya 33,1 persen masyarakat kelompok bawah yang menikmati subsidi LPG.

Baca juga: Pilah-Pilih Pembeli BBM Subsidi, Keputusan Pemerintah Dinanti

“Kalau dibandingkan dengan program bantuan untuk kemiskinan yang selama ini sudah dialokasikan, ternyata subsidi LPG dan BBM relatif tidak tepat sasaran, kecuali listrik. Jadi dampaknya terlihat pada pengurangan kemiskinan,” katanya.

Dia menilai, bantuan sosial dalam bentuk Program Keluarga Harapan (PKH), Program Indonesia Pintar (PIP), Bantuan Pangan Non Tunai (BNPT), cenderung lebih memberikan dampak pada pengurangan ketimpangan.

Baca juga: Jalan Terjal Proyek Gasifikasi Batu Bara

Di samping itu, bantuan produktif usaha (BPUM) juga menurutnya cenderung lebih tepat sasaran dan berdampak pada pengurangan ketimpangan. Oleh karenanya, dia mengusulkan untuk komoditas energi, dijual berdasarkan harga keekonomian atau mendekati harga keekonomian sehingga dapat mengurangi disparitas harga LPG di pasar.

Sementara itu, subsidi sebaiknya diberikan secara langsung dalam bentuk nontunai kepada rumah tangga/keluarga yang berhak atau besaran subsidi diberikan dalam jumlah tetap setiap bulannya dan ditransfer langsung oleh pemerintah ke rekening penerima manfaat.

Baca juga: Duka Mendalam di Tanah Merah, Kebijakan Solutif Jauh Lebih Urgen

Sebagaimana diketahui, pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp426,1 triliun untuk subsidi dan kompensasi pada tahun anggaran 2023. Alokasi anggaran untuk subsidi energi ditetapkan sebesar Rp212,0 triliun dan kompensasi energi sebesar Rp127,8 triliun.

Dengan alokasi anggaran untuk subsidi dan kompensasi energi tersebut, pemerintah berhasil menjaga harga beberapa komoditas energi yang nilainya jauh di bawah harga keekonomian. (Maria Elena)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Ibeth Nurbaiti

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.