Reksa Dana Pendapatan Tetap Masih Jawara

Reksa dana pendapatan tetap mencatatkan kinerja terbaik di antara produk reksa dana lainnya pada Juli 2021. Cemerlangnya kinerja reksa dana pendapatan tetap tersebut diperkirakan akan terus berlanjut.

9 Agt 2021 - 20.39
A-
A+
Reksa Dana Pendapatan Tetap Masih Jawara

Ilustrasi Reksa Dana

Bisnis, JAKARTA— Kinerja unggul produk reksa dana pendapatan tetap pada Juli 2021 diperkirakan masih akan berlanjut, setidaknya bulan ini, menimbangnya banyaknya sentimen positif yang menopang pergerakan pasar surat utang saat ini.

Berdasarkan data Infovesta Utama, produk reksa dana pendapatan tetap mencatatkan kinerja terbaik diantara produk reksa dana lainnya baik secara tahun berjalan hingga 30 Juli 2021 maupun secara bulanan.

Indeks Infovesta Corporate Bond mencatatkan kinerja terbaik dalam tahun berjalan (year-to-date/YtD) hingga akhir Juli 2021 yaitu naik sebanyak 3,20% YtD. Sementara dibawahnya indeks Infovesta Government Bond tumbuh sebesar 2,30% YtD, diikuti dengan kinerja indeks Infovesta 90 Fixed Income Fund yang tumbuh 1,91% YtD.

Sedangkan secara bulanan atau month-to-month (MoM) indeks Infovesta 90 Fixed Income Fund memimpin dengan pertumbuhan 1,27% pada 30 Juli 2021. Lalu selanjutnya untuk indeks Infovesta Government Bond mengalami pertumbuhan 1,13%, dan indeks Infovesta Corporate Bond naik sebesar 0,51%.

Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana menyampaikan bahwa kinerja reksa dana pendapatan tetap saat ini sudah mengalami kebangkitan, setelah pada kuartal I/2021 dan kuartal II/2021 sempat mencatatkan kinerja yang negatif.

Namun, menurutnya saat ini kinerja reksa dana pendapatan tetap sudah berada dalam jalurnya dan sudah hampir menyamai kinerja reksa dana pasar uang pada tahun berjalan. Indeks Infovesta 90 Money Market Fund mencatatkan pertumbuhan sebesar 1,94% YtD.

“Kalau kita lihat itu indeks government bonds itu di bulan lalu naik 1%. Itu tinggi sekali ya,” jelas Wawan kepada Bisnis, Rabu (4/8).

Tingginya pertumbuhan reksa dana pendapatan tetap tersebut menurutnya dikarenakan kepercayaan investor terhadap obligasi negara utamanya telah bangkit kembali.

Data Infovesta Utama menunjukkan kinerja Indeks Reksa Dana Saham (IRDSH) masih tertekan paling dalam sepanjang tahun ini (YtD), sedangkan jenis reksa dana lainnya mulai bangkit, baik Indeks Reksa Dana Campuran (IRDCP), Indeks Reksa Dana Pendapatan Tetap (IRDPT), dan Indeks Reksa Dana Pasar Uang (IRDPU). Namun, hanya IRDPU yang kinerjanya berhasil mengungguli indeks acuannya.

Sementara itu, pada semester I/2021 pasar masih dibayangi kekhawatiran akan naiknya suku bunga di Amerika Serikat. Pada Juli hingga saat ini kebijakan suku bunga the Fed telah kembali dovish.

Oleh karena itu, ungkapnya, kepercayaan terhadap surat utang negara (SUN) kembali naik, sehingga membuat kinerja reksa dana pendapatan tetap naik secara signifikan.

“Saya masih melihat reksa dana pendapatan tetap masih akan tancap gas terus. Yield-nya sudah turun terus untuk SUN. Jadi, masih ada harapan,” tutup Wawan.

Direktur Utama PT Trimegah Asset Management Antony Dirga menyampaikan tren kinerja positif reksa dana pendapatan tetap akan berlanjut sejalan dengan proyeksinya bahwa tingkat suku bunga jangka panjang Indonesia saat ini berada di kisaran 6,3% dan akan mengalami penurunan ke arah 6% hingga akhir tahun.

“Perlu diingat bahwa kinerja pendapatan tetap atau reksadana pendapatan tetap berbanding terbalik dengan tingkat suku bunga. Jika tingkat suku bunga turun, maka kinerja reksadana pendapatan tetap akan positif,” ungkap Antony kepada Bisnis, Minggu (8/8).

Proyeksi ini menurutnya didasarkan pada beberapa faktor yaitu tingkat suku bunga Indonesia secara nominal maupun real, yaitu suku bunga nominal dikurangi dengan tingkat inflasi, adalah yang termurah di Asia.

Selanjutnya adalah spread antara suku bunga jangka panjang Indonesia dengan suku bunga jangka panjang Amerika Serikat, yang menjadi acuan utama di pasar dunia, adalah juga yang termurah di Asia.

Kedua faktor tersebut menurut Antony menjadi penting karena keadaan pasar di dunia masih mengalami excess liquidity. Likuiditas itu pasti akan mencari instrumen investasi yang paling menarik secara valuasi.

“Valuasi instrumen pendapatan tetap Indonesia adalah yang paling menarik di Asia sekarang ini. Jadi, masih ada ruang untuk penurunan yield atau tingkat suku bunga ke depannya,” lanjut Antony.

Data Infovesta Utama menunjukkan sepanjang pekan lalu, kinerja Indeks Reksa Dana Saham (IRDSH) tumbuh paling tinggi dibandingkan indeks reksa dana lainnya.

Lalu faktor lainnya yang perlu diperhatikan menurutnya adalah laju inflasi yang berpotensi mengikis valuasi yang murah ini. Menurutnya, kondisi perekonomian Indonesia maupun dunia yang masih bergelut dengan pandemi yang tidak terprediksi ini masih menimbulkan excess capacity di labor market.

Dia menambahkan meski laju inflasi dalam jangka pendek terlihat tinggi, penggerak yang ada, yaitu menipisnya suplai dari barang-barang kebutuhan sehari-hari karena produksi yang sempat terhenti ketika pandemi, hanya bersifat sementara.

Dia menjelaskan bahwa penggerak laju inflasi yang lebih permanen adalah pasar tenaga kerja yang sempit, masih sangat jauh dari kenyataan, sehingga laju inflasi untuk jangka menengah menurutnya akan terkendali. Kondisi tersebut baik untuk kinerja reksa dana pendapatan tetap ke depannya.

“Kinerja reksadana pendapatan tetap di Trimegah sendiri cukup memuaskan dengan kisaraan antara 0% hingga 3% secara YtD,” ujar Antony. 

Senada dengan itu, Direktur Utama PT Pinnacle Persada Investama Guntur Putra menyebutkan bahwa reksa dana pendapatan tetap merupakan salah satu alternatif yang baik untuk diversifikasi portofolio investor. Daya tarik reksa dana pendapatan tetap menurutnya masih cukup baik hingga saat ini.

Pinnacle pun mencatatkan kinerja positif untuk produk reksa dana pendapatan tetapnya yaitu Pinnacle Indonesia Bond Fund mencatatkan pertumbuhan sebesar 1,3% selama bulan Juli lalu.

“Secara keseluruhan mungkin masih bisa potential rally kedepannya [reksa dana pendapatan tetap],” ungkap Guntur kepada Bisnis, Jumat (6/8).

Meski berpotensi masih akan ada pertumbuhan hingga akhir tahun, Guntur pun mengingatkan terdapat beberapa faktor risiko yang perlu dicermati investor yaitu kondisi pandemi Covid-19 membuat banyak perusahaan pemeringkat melakukan evaluasi credit rating Indonesia (sovereign credit rating).

Saat ini, ungkap Guntur, masih 2 notch di atas investment grade. Pada April lalu, ungkapnya, S&P masih memberikan outlook negatif untuk Indonesia yang mencerminkan adanya potensi penurunan peringkat.

“Jika kedepannya ada pertimbangan untuk menurunkan rating sovereign Indonesia, tentu ini akan sangat memberikan dampak yang negatif terhadap pasar obligasi di Indonesia,” papar Guntur.

Selanjutnya, terdapat potensi Fed tapering dan potensi the Fed untuk menaikan tingkat suku bunga. Menurutnya, hal tersebut secara tidak langsung pasti akan mempengaruhi pasar obligasi di Indonesia. (Reporter: Ika Fatma Ramadhansari)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.