Relaksasi Telat, Pekerja Ritel & Manufaktur Rawan Tak Selamat

Pemulihan serapan tenaga kerja baik di sektor manufaktur maupun ritel lebih tergantung kepada pencapaian program vaksinasi Covid-19 serta keberhasilan penerapan protokol kesehatan yang ketat oleh semua pihak, ketimbang sekadar pelonggaran operasional.

10 Agt 2021 - 14.58
A-
A+
Relaksasi Telat, Pekerja Ritel & Manufaktur Rawan Tak Selamat

Pekerja merakit mesin mobil Esemka di pabrik PT Solo Manufaktur Kreasi, Boyolali, Jawa Tengah, Jumat (6/9/2019). Industri manufaktur merupakan sektor padat karya terbesar di Indonesia./Bisnis-Chamdan Purwoko

Bisnis, JAKARTA — Penyesuaian operasional bisnis segelintir lini industri ritel dan manufaktur dikhawatirkan tidak akan berdampak signifikan terhadap risiko disrupsi penyerapan tenaga kerja di kedua sektor tersebut.

Menurut Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Ketenagakerjaan Adi Mahfudz Wuhadji, dibukanya operasional 100% bagi pabrikan berorientasi ekspor serta kapasitas maksimal 25% untuk pusat perbelanjaan memiliki multiplier effect minim terhadap pasar kerja

"Dampaknya terhadap penyerapan tenaga kerja [di sektor manufaktur dan ritel] masih normatif, tidak akan signifikan. Sebab, saat ini [kedua] sektor tersebut masih dalam proses struggling," ujar Adi saat dihubungi, Senin (9/8/2021) malam.

Dia menjelaskan masyarakat masih takut untuk berbelanja ke luar, kendati pusat perbelanjaan telah diizinkan beroperasi dengan kapasitas maksimal 25% untuk periode Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) 10—16 Agustus 2021.

Dengan kata lain, lanjutnya, bisnis pusat perbelanjaan tidak akan serta merta pulih akibat kelonggaran kebijakan tersebut dan risiko pengurangan tenaga kerja di sektor itu juga masih menganga.

Demikian halnya dengan industri manufaktur yang mendapat kelonggaran.

Adi menilai pemulihan serapan tenaga kerja baik di sektor manufaktur maupun ritel lebih tergantung kepada pencapaian program vaksinasi Covid-19 serta keberhasilan penerapan protokol kesehatan yang ketat oleh semua pihak, ketimbang sekadar pelonggaran operasional.

"Vaksinasi menjadi andalan utama yang mampu mendorong percepatan pemulihan penyarapan tenaga kerja di sektor manufaktur dan ritel," ujarnya.

Terpisah, Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengatakan pusat perbelanjaan di DKI Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya memerlukan waktu beberapa hari untuk bisa beroperasi secara maksimal dalam kapisitas 25%.

"Toko-toko tidak bisa serta merta buka karena ada berbagai persiapan. Untuk pegawai yang dirumahkan perlu waktu untuk dipanggil kembali. Terutama pegawai yang sudah di luar Jakarta. Selain pegawai, banyak inventory barang yang perlu dipersiapkan," ujar Alphonzus ketika dihubungi, Selasa (10/8/2021).

Dia menjelaskan terdapat sebanyak 84.000 orang atau sekitar 30% dari total karyawan pusat perbelanjaan yang ditarik kembali sehingga diperlukan waktu sekitar 2—3 hari sebelum kemudian pusat perbelanjaan bisa beroperasi maksimal sesuai dengan ketentuan.

Namun, izin beroperasi dengan kapasitas 25% diperkirakan tidak akan mengubah kondisi industri pusat perbelanjaan Tanah Air dalam waktu 3—4 bulan ke depan.

Sebelum pelonjakan kasus Covid-19 dan PPKM Darurat diterapkan, kata Alphonzus, pusat perbelanjaan memerlukan waktu sekitar 3 bulan setelah diizinkan kembali beroperasi hanya untuk menaikkan jumlah kunjungan sebanyak 10%—20%.

"Kendati dilonggarkan, dampak PPKM level 3—4 akan tetap terasa sampai dengan 3—4 bulan ke depan," ujarnya.

Ditambah lagi, sampai dengan saat ini pusat perbelanjaan masih membayar penuh pegawai. Dia berharap penerapan PPKM kali ini bisa efektif sehingga kapasitas pusat perbelanjaan bisa lebih dari 25% sercara nasional.

TAHAN PHK

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar mengatakan kondisi ketenagakerjaan di Indonesia saat ini sangat sulit sehingga tidak ada pilihan selain melakukan pelonggaran aturan PPKM, khususnya di sektor manufaktur dan ritel.

Jika tidak, Timboel memperkirakan 50% pekerja sektor manufaktur di Tanah Air bisa terdampak, baik dirumahkan maupun terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) hingga akhir Desember 2020, jumlah total pekerja di sektor manufaktur sebanyak 17,5 juta orang.

Sampai dengan Juni 2021, OPSI menyebut sebanyak 1,45 juta pekerja di sektor manufaktur diberhentikan ataupun dirumahkan.

Di sektor ritel, Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mengestimasikan sebanyak 10%—15%s dari total 2 juta tenaga kerja sektor ritel akan dirumahkan dalam beberapa bulan ke depan akibat berkurangnya jam operasional setelah pemerintah memperketat PPKM.

"Kami berharap pemerintah bisa memberikan pelonggaran secara bertahap. Untuk sektor nonesensial dibuka minimal 50%, sedangkan yang esensial bisa 75%—100% sehingga pekerja yang dirumahkan bisa kembali bekerja," ujar Timboel.

Pedagang merapikan barang dagangan di pusat perbelanjaan Jakarta, Rabu (4/8/2021)./ANTARA FOTO-Galih Pradipta

Pelonggaran di sektor manufaktur dan ritel, sambungnya, harus dilakukan dengan sejumlah catatan.

Pertama, penerapan protokol kesehatan secara ketat dan terawasi dengan pengawasan satgas Covid-19 di perusahan.

Kedua, pekerja di kedua sektor tersebut harus mendapatkan vaksinasi gratis dari program pemerintah yang dilakukan di tempat kerja.

Pelonggaran yang diterapkan dengan sejumlah catatan tersebut, kata Timboel, dapat memberikan efek domino ke sektor informal yang notabene juga mampu menyerap tenaga kerja.

Bergeliatnya sektor manufaktur dan ritel dinilai akan memicu penyerapan tenaga kerja oleh pelaku UMKM di sekitar area industri.

"Kalau PPKM masih ketat, saya khawatir kondisi ketenagakerjaan di kedua sektor tersebut bisa terpuruk lagi," kata Timboel.

Dari perspektif ekonom, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan sektor padat karya seperti, ritel, transportasi dan logistik, serta manufaktur memiliki efek domino cukup besar ke sektor lain.

"Sebab, di beberapa negara dengan pemulihan cepat seperti China dan Vietnam, sektor manufaktur menjadi pendongkrak perekonomian pasca pembatasan sosial," ujarnya.

Saat ini, sambungnya, pelonggaran penerapan PPKM dianjurkan untuk tetap terjaga di sektor manufaktur berorientasi ekspor yang memilik kemungkinan cukup besar dalam menyerap tenaga kerja karena permintaan pasar masih dikatakan tersedia.

Untuk yang di dalam negeri masih, Bhima menilai ada masih ada lack antara pelonggaran mobilitas industri dan penyerapan tenaga kerja.

Pengurangan karyawan disebut akan membuat perusahaan-perusahaan memprioritaskan karyawan lama dibandingkan dengan merekrut angkatan kerja baru.

Adapun, penyerapan tenaga kerja industri manufaktur sektor makanan dan minuman (mamin) diperkirakan cenderung lebih cepat dalam merespons pelonggaran pembatasan mobilitas karena berkaitan langsung dengan konsumsi rumah tangga.

Selain itu, industri besi baja diperkirakan juga menjadi sektor yang paling cepat dalam menyerap tenaga kerja kalau ada pelonggaran. Sebab, proyek infrastruktur pemerintah yang membutuhkan bahan baku dalam jumlah besar masih berjalan.

Sisi lain, untuk industri manufaktur seperti segmen pakaian jadi dan alas kaki, keterlambatan penyerapan tenaga kerjanya diprediksi bisa berlangsung sampai dengan 2 bulan setelah dilakukan pelonggaran.

Pengendara melintas di jalur penyekatan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), Jakarta, Minggu (1/8/2021)./ANTARA FOTO-Rivan Awal Lingga

Dengan demikian, pelonggaran dinilai perlu dilakukan sebagai langkah antisipasi. Pengawasan di kawasan manufaktur juga dikatakan lebih mudah untuk dilakukan.

Pelonggaran diharapkan tidak diiringi dengan penyekatan di jalan yang menganggu distribusi manufaktur.

Untuk insentif, ujarnya, pemerintah didorong untuk memprioritaskan manufaktur berorientasi ekspor. Misalnya, dengan memfasilitasi perdangagan bilateral dengan mitra daga potensial.

"Sebab, ada beberapa negara yang pemulihannya cepat yang membutuhkan barang setengah jadi dan jadi dari Indonesia. Untuk itu harus ada intelijen pasar yang kuat untuk membantu manufaktur memtakan ulang potensi pasar," jelas Bhima.

Sekadar catatan, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pembukaan mal atau pusat perbelanjaan akan dilakukan secara bertahap di beberapa daerah-daerah level 4.

“Dalam perpanjangan PPKM mulai 10 Agustus ini, terdapat dua roadmap yang disesuaikan dan diujicobakan, yakni sektor pusat perbelanjaan atau mal dan sektor nonesensial berbasis ekspor dan penunjangnya,” kata Luhut dalam konferensi pers virtual, Senin (9/8/2021) malam.

Dia menjelaskan pembukaan akan dilakukan secara bertahap dengan implementasi protokol kesehatan yang ketat.

Pusat perbelanjaan hanya diizinkan beroperasi dengan kapasitas maksimal 25% di DKI Jakarta, Bandung, Semarang, dan Surabaya.

Reporter : Rahmad Fauzan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.