Restrukturisasi Kredit Diperpanjang, Sektor Riil pun Girang

Kendati tidak akan berdampak langsung dalam memperbaiki arus kas pelaku usaha, kebijakan perpanjangan restrukturisasi kredit hingga 31 Maret 2023 bisa memperpanjang napas usaha di tengah badai pandemi.

Iim Fathimah Timorria

5 Sep 2021 - 17.58
A-
A+
Restrukturisasi Kredit Diperpanjang, Sektor Riil pun Girang

Ilustrasi kredit perbankan/istimewa

Bisnis, JAKARTA — Perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dinilai tidak akan berdampak langsung terhadap pemulihan sektor riil, mengingat terlalu banyak lini industri yang tertekan sangat dalam pada tahun kedua pandemi Covid-19.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani mengatakan masa pemulihan arus kas (cash flow) dunia usaha bisa menelan waktu yang lebih lama. Hal ini tak lepas dari faktor ketidakpastian dan kebijakan dalam penanganan Covid-19.

Hariyadi pun menduga OJK akan secara bertahap memutuskan apakah relaksasi restrukturisasi kredit diperpanjang atau tidak.

“Misal untuk sektor pariwisata, di sejumlah daerah benar-benar tak bergerak karena mengandalkan mobilitas. Kami tidak bisa memperkirakan kapan akan pulih karena banyak ketidakpastian,” tuturnya, Minggu (5/9/2021).

Layar menampilkan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B. Sukamdani memberikan pemaparan dalam acara Bisnis Indonesia Business Challenges 2021 di Jakarta, Selasa (26/1/2021). Bisnis/Himawan L Nugraha

Terlepas dari kekhawatiran akan hal tersebut, Hariyadi mengatakan kebijakan perpanjangan restrukturisasi kredit bisa memperpanjang napas usaha.

Terutama untuk bisnis yang mulai kembali bergerak memanfaatkan momentum kebijakan yang lebih akomodatif.

Pelaku usaha pun menyambut positif keputusan OJK yang memperpanjang masa relaksasi restrukturisasi kredit dari 31 Maret 2022 menjadi 31 Maret 2023.

Menurut Hariyadi, perpanjangan relaksasi ini telah mengakomodasi harapan dunia usaha. “Kami menyambut hal ini, sudah sesuai permintaan kami untuk perpanjangan karena banyak sektor usaha yang belum bisa memulihkan arus kas sepanjang 2021,” katanya.  

Sebagaimana diwartakan Bisnis, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan keputusan perpanjangan restrukturisasi kredit diambil untuk terus menjaga momentum percepatan pemulihan ekonomi nasional.

Selain itu juga untuk menjaga stabilitas perbankan serta kinerja debitur restrukturisasi Covid-19 yang sudah mulai mengalami perbaikan.

Sampai saat ini, perbankan terus melanjutkan kinerja yang baik, seperti pertumbuhan kredit yang positif mulai Juni dan angka loan at risk (LaR) yang menunjukkan tren menurun, walaupun masih relatif tinggi.

Sementara itu, angka NPL sedikit mengalami peningkatan dari 3,06% pada Desember 2020 menjadi 3,35% pada Juli 2021. 

INSENTIF LAIN

Selain perpanjangan restrukturisasi kredit, pelaku industri mengharapkan berbagai insentif untuk menjaga arus kas perusahaan agar kinerja industri Tanah Air dapat kembali bergerak ke arah ekspansi.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid sebelumnya menyebut meski mayoritas sektor bisnis terdampak negatif akibat pandemi berkepanjangan, kerja keras dan bahu-membahu harus terus dilakukan agar dapat menekan berbagai efek buruk ke depan.

Secara konkret, menurut Arsjad, pemerintah perlu mempercepat realisasi bantuan sosial pada masyarakat kurang mampu. Sementara itu, untuk dunia usaha, Arsjad mengusulkan sejumlah skema di antaranya subsidi upah guna meminimalisir pemutusan hubungan kerja (PHK).

"PHK harus menjadi pilihan terakhir. Untuk itu subsidi bisa diberikam misalnya dari program BPJS Ketenagakerjaan. Misalnya minimal subsidi upah 50% untuk yang telah menjadi anggota BPJS Ketenagakerjaan selama setahun atau bisa disepakati bersama," katanya.

Arsjad menyebut, dari sisi operasional, pengusaha berharap adanya potongan pembayaran listrik sektor terdampak untuk pemakaian di luar beban puncak bagi industri manufaktur.

Namun, bagi pengusaha hotel, restoran, dan katering (horeka) sepanjang waktu bisa dikenakan dengan besaran antara 30%—50% dari penggunaan karena omset mereka turun rerata 50%.

Selain itu, bisa pula diberikan diskon pajak penjualan (PPn) tidak hanya untuk yang sewa tempat tetapi juga untuk yang memiliki tempat usaha. Selanjutnya, libur sementara pembayaran pajak omzet ke pemerintah pusat dan pajak daerah semacam pajak reklame, retsribusi, dan lainnya.

"Khusus untuk sektor industri yang berorientasi ekspor termasuk penunjangnya atau industri esensial yang bagian produksi diharapkan dapat beroperasi 75%—100% sedangkan karyawan penunjang cukup 25% yang masuk. Ini penting agar tidak ada delay pemenuhan permintaan ekspor," ujarnya.

Tak hanya itu, Arsjad menyoroti agar diberikan penyeragaman tata cara restrukturisasi kredit perbankan. Hal itu karena sejumlah pelaku usaha menyebut masih terdapat berbagai hambatan. Arsjad pun berharap hal itu hanya untuk memenuhi prinsip kehati-hatian perbankan.

Paling penting, Arsjad mengimbau pada kegiatan percepatan vaksinasi untuk pencapaian kekebalan kelompok. Selanjutnya Arsjad mengatakan sejumlah kegiatan pengendalian Covid-19 juga perlu diperbaiki saat ini.

"Misal untuk lingkungan kerja yang karyawannya terkonfirmasi positif Covid-19 maka sebaiknya tidak penutupan total tempat kerja yang dilakukan melainkan pengecekan karyawan lebih lanjut dan pemberlakukan pengurangan karyawan setelah sterilisasi sarana dan prasarana," kata Arsjad. (Ipak Ayu Nurcaya)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.