Retribusi Daerah Jadi Pemicu Rendahnya Kualitas Internet RI

Selain Surabaya, pemerintah daerah Tangerang juga membebani para pemain internet tetap dengan harga mahal. Untuk menggelar kabel, pemda setempat menetapkan retribusi Rp50.000 per meter per tahun. 

Leo Dwi Jatmiko

26 Nov 2021 - 19.33
A-
A+
Retribusi Daerah Jadi Pemicu Rendahnya Kualitas Internet RI

Seorang pekerja menyambung kabel serat optik di sebuah pabrik kabel. / Bisnis -swi

Bisnis, JAKARTA — Upaya memperluas penggelaran jaringan internet tetap terus terhalang oleh isu mahalnya tarif retribusi yang dipungut tiap daerah di Indonesia. Akibatnya, kualitas layanan fixed broadband di dalam negeri relatif belum optimal.

Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia (Moratelindo) yang juga Ketua Dewan Pengawas Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) Galumbang Menak mengatakan tantangan dalam penggelaran jaringan internet tidak berbuah sejak dahulu yaitu retribusi daerah. 

Galumbang mengatakan, selain Surabaya, pemerintah daerah Tangerang juga membebani para pemain internet tetap dengan harga mahal. Untuk menggelar kabel, pemda setempat menetapkan retribusi Rp50.000 per meter per tahun. 

Jika satu rumah memiliki panjang 20 meter, maka untuk menggelar kabel melewati satu rumah (satu homepass) biaya yang dikeluarkan mencapai Rp1 juta per tahun. 

Artinya, jika operator ingin membangun 100.000 homepass, biaya yang dikeluarkan sekitar Rp100 miliar per tahun.

“Itu hanya sewa badan jalannya saja,” kata Galumbang, Jumat (26/11/2021). 

Sejak dahulu hingga saat ini, kata Galumbang, pemerintah daerah terus berusaha memaksimalkan pemasukan daerah dengan menetapkan tarif retribusi mahal untuk serat optik. 

Tarif sewa mahal, padahal, nantinya akan berujung pada harga layanan ke pelanggan yang juga mahal. 

Dia mengatakan Apjatel bersama dengan pemerintah pusat berupaya menyelaraskan kepentingan pusat terhadap internet cepat dengan pemerintah daerah. 

Peraturan mengenai retribusi seharusnya di setiap daerah dibuat sama seperti di negara lain. 

Di Amerika Serikat, ujar Galumbang, tarif penggelaran jaringan dibuat sama rata. Alhasil, kualitas internet di Negeri Paman Sam lebih baik dari Indonesia, meskipun negara tersebut secara geografis terbilang luas. 

Laporan Speedtest oleh Ookla menyebutkan rata-rata kecepatan internet tetap di Amerika Serikat mencapai 131.16 Mbps. AS menempati urutan ke-6 dari 181 negara yang diukur oleh Speedtest. 

Sementara itu, kecepatan internet Indonesia 27,3 Mbps atau seperempat dari rata-rata kecepatan internet tetap di Amerika Serikat. Indonesia menempati urutan ke-112 dari 181. negara.

“Di Amerika Serikat saja tarifnya sama padahal negara federal. Masalahnya di sana dianggap telekomunikasi sebagai kewenangan pusat,” kata Galumbang. 

Ketua Bidang Network dan Infrastruktur Indonesian Digital Empowerment Community (IDIEC) Ariyanto A. Setyawan membenarkan sejauh ini beberapa regulasi lokal belum memihak kepada pembangunan internet yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi. 

Dampaknya, penyedia layanan internet tidak dapat menggelar jaringan di daerah tersebut karena ongkos penggelaran mahal, sedangkan daya beli masyarakat tidak seberapa. 

“Harga jual maksimal dan tidak jadi membangun, masyarakat yang rugi,” kata Ariyanto.

Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Muhammad Arif Angga mengatakan masyarakat makin membutuhkan internet lantaran terjadi pergeseran gaya hidup yang membutuhkan konektivitas internet. 

Bekerja dan belajar dari rumah, menurut Arif, saat ini telah menjadi salah satu kegiatan yang tidak akan berubah meskipun pandemi mereda. 

Ketergantungan yang makin tinggi terhadap layanan data membuat para pemain jasa internet harus memperhatikan kualitas layanan dengan meningkatkan kapasitas. Hal ini menjadi tantangan bagi penyedia jasa internet. 

“Jadi para penyelenggara harus terus berinovasi, untuk menghadapi tantangan tersebut,” kata Arif. 

TINKGATKAN KEANDALAN

Terpisahk, Ketua Pusat Kajian Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Yosef M. Edward menilai keandalan layanan internet tetap Indonesia dinilai masih rendah.

Para pemain di sektor ini dituntut untuk memperbaiki layanan guna menjaga kenyamanan para pelanggan.

“Jangan sering mati atau gangguan, kadang-kadang lambat pada jam tertentu atau pada saat konferensi video, bandwidth kurang,” kata Ian, Jumat (26/11/2021). 

Ian mengatakan pembangunan infrastruktur berikut dengan teknologi content data network (CDN)  ataupun sistem komputasi awan harus dibangun dengan memperhatikan faktor keandalan. 

Senada Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi mengatakan menjaga kualitas agar tetap stabil adalah tantangan bagi para pemain internet tetap. 

Di sisi lain, mereka juga harus memberikan harga layanan yang terjangkau, jika tidak pelanggan akan pindah ke penyedia internet tetap lainnya. 

“Kalaupun pandemi mereda pada tahun depan proses transformasi digital yang masih berlangsung tentu memiliki kebutuhan akan internet yang juga makin tinggi,” kata Heru. 

Heru juga melihat ke depan lonjakan akan terus terjadi apalagi jika wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar menjadi terbuka, maka akses internet akan makin melonjak. 

“Ini harus diantisipasi agar penggunaan internet kita didorong untuk hal produktif, kreatif, edukatif, dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat,” kata Heru.

KINERJA MONCER

Pada perkembangan lain, Indonesia Digital Home (IndiHome), produk layanan internet tetap milik PT Telkom Indonesia Tbk., mencatatkan kinerja apik pada kuartal III/2021 dengan pendapatan senilai Rp19,6 triliun atau naik 21,9 persen secara tahunan. 

Dengan torehan pendapatan tersebut, porsi kontribusi IndiHome terhadap total pendapatan Telkom juga meningkat menjadi 18,5 persen, dari 16,1 persen pada periode yang sama tahun lalu. 

Vice President Corporate Communication Telkom Pujo Pramono mengatakan dalam memacu pertumbuhan IndiHome pada 2 bulan terakhir 2021, Telkom tetap berkomitmen memberikan layanan terbaik dengan mengedepankan pengalaman pelanggan (customer experience).

“Kami yakin kepuasan pelanggan akan layanan IndiHome mampu meningkatkan pertumbuhan IndiHome kedepannya,” kata Pujo kepada Bisnis, Jumat (26/11/2021). 

Sekadar informasi, pada kuartal III/2021. IndiHome berhasil mencatatkan kinerja positif. Layanan triple play milik Telkom itu berhasil mencatatkan pendapatan senilai Rp19,6 triliun, naik 21,9 persen secara tahunan.

Sekitar 90,2 persen pendapatan pada kuartal III/2021 berasal dari pelanggan residensial, sementara sisanya 9,8 persen berasal dari pelanggan enterprise. 

IndiHome sebagai pemimpin pasar internet tetap juga sukses menambah 450.000 pelanggan untuk periode Juli—September 2021, sehingga total pelanggan yang dilayani mencapai 8,4 juta pelanggan.

Dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, jumlah pelanggan IndiHome naik 9,2 persen. 

Tidak hanya itu, rata-rata pendapatan yang dibukukan IndiHome pada kuartal III/2021 juga meningkat menjadi Rp274.000 dari Rp270.000 pada kuartal II/2021. 

Untuk tahun depan, kata Pujo, Telkom akan terus mendorong penetrasi IndiHome ke lebih banyak wilayah. 

Penetrasi fixed broadband di Indonesia baru menyentuh 15 persen dari total 69 juta rumah tangga. Artinya, peluang untuk meningkatkan penetrasi layanan internet tetap ke seluruh penjuru Indonesia masih terbuka lebar. 

Untuk mewujudkan penetrasi di Indonesia, IndiHome telah menyiapkan puluhan juta port Optical Distribution Point (ODP) sampai 2024. 

ODP merupakan perangkat pasif terminasi kabel yang memiliki sifat tahan korosi, tahan cuaca dan dengan konstruksi untuk dipasang di luar. 

ODP berfungsi sebagai tempat instalasi sambungan jaringan optik single-mode terutama untuk menghubungkan kabel serat optik distribusi dan kabel drop.

“Dengan ODP harapannya dapat memenuhi kebutuhan digital masyarakat pelanggan di seluruh wilayah Indonesia, baik perkotaan maupun pelosok,” kata Pujo. 

Saat ini, tutur Pujo, untuk wilayah yang belum terjangkau infrastruktur IndiHome, IndiHome melakukan kerja sama dengan Telkomsel untuk menawarkan layanan Orbit (4G LTE). 

IndiHome berupaya memberikan yang terbaik kepada  pelanggan dengan meningkatkan kualitas layanannya, menambah konten digital seperti layanan over-the-top pada TV interaktif IndiHome.

Di sisi lain, MyRepublic, layanan internet tetap milik PT Innovate Mas Indonesia dan PT Eka Mas Republik, juga akan terus menggenjot penggelaran homepass. 

MyRepublic menargetkan pada 2024, jaringan serat optik perseroan melewati lebih dari 3 juta rumah. 

Chief Executive Officer (CEO) MyRepublic Andrijanto Muljono mengatakan dalam beberapa tahun ke depan, MyRepublic akan terus melakukan ekspansi jaringan ke kota-kota di Indonesia, untuk merangkul lebih banyak pelanggan. 

“Kami juga akan menambah jumlah homepass menjadi 3 juta homepass pada 2024, dari saat ini sekitar 1 juta homepass,” kata Andrijanto kepada Bisnis, Jumat (26/11/2021). 

Saat ini jaringan MyRepublic telah tersebar di Bali, Bandung, Bekasi, Bogor, Cibubur, Depok, Jakarta, Malang, Medan, Palembang, Surabaya, Semarang, dan Tangerang. 

Secara kualitas jaringan, MyRepublic mampu menghadirkan jaringan yang mumpuni. Menurut laporan Speedtest oleh Ookla, MyRepublic menempati urutan kedua di atas IndiHome dan First Media sebagai penyedia internet terbaik di Indonesia. 

MyRepublic mengantongi skor kecepatan sebesar 35.31, sementara IndiHome dan First Media masing-masing 18.31 dan 16.51. Skor kecepatan adalah rentang kecepatan yang ditawarkan penyedia dalam satu metrik. 

Skor kecepatan menggabungkan ukuran kecepatan unduh dan unggah setiap penyedia untuk menentukan peringkat kinerja jaringan.

Dari sisi skor konsistensi jaringan, MyRepublic juga menempati urutan kedua di bawah Biznet. Skor konsistensi jaringan MyRepublic sebesar 63,5%, yang berarti kualitas jaringan MyRepublic stabil.

Andrijanto menambahkan penggelaran jaringan akan tetap fokus pada segmen residensial dengan mengedepankan digitalisasi pada seluruh aspek operasi perusahaan termasuk dalam penjualan maupun layanan ke pelanggan. 

“Hal ini akan sangat membantu dalam meningkatkan penetrasi penjualan, kemudahan bagi pelanggan maupun calon pelanggan untuk mendapatkan layanan MyRepublic yang pasti akan mendongkrak permintaan,” kata Andrijanto.

Dia mengatakan tingkat pertumbuhan pelanggan internet MyRepublic pada 2021 masih sesuai target.

Namun, rencana penambahan jumlah homepass baru pada 2021 sedikit mengalami keterlambatan terkait dengan penerapan pembatasan pergerakan masyarakat selama masa pandemi. 

Hal ini menyebabkan rencana pertumbuhan pelanggan dari homepass baru tidak mencapai target semula. 

“MyRepublic tetap berkomitmen untuk mengejar pembangunan homepass baru semaksimal mungkin dalam 2 bulan terakhir di 2021,” kata Andrijanto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.