Revisi Fiskal Mengelak dari Situasi Pelik

Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perpres No.75/2023 yang merevisi APBN 2023. Hal ini dilakukan saat situasi global kian menghimpit ditambah daya beli domestik yang terancam.

Redaksi

13 Nov 2023 - 18.18
A-
A+
Revisi Fiskal Mengelak dari Situasi Pelik

Presiden Joko Widodo saat memberikan pidato Pengantar APBN dan Nota Keuangan 2024./BISNIS

Bisnis, JAKARTA - Instrumen fiskal kembali diimprovisasi oleh pemerintah merespons tingginya ketidakpastian ekonomi global dan ancaman pelemahan daya beli masyarakat. 

Respons itu diimplementasikan melalui perubahan postur fiskal 2023 yang tertuang dalam Perpres No. 75/2023 yang merevisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023. 

Dari sisi belanja, perubahan dilakukan pada belanja pemerintah pusat yang bersumber dari anggaran bendahara umum negara 2023. Yakni dari Rp359 triliun menjadi Rp405 triliun atau naik sebesar 16%. 

Tambahan alokasi tertinggi ada pada belanja yang berfungsi untuk mengakselerasi ekonomi, yakni mencapai 13% menjadi Rp155 triliun. 

Belanja ini mencakup pemberian insentif yang menguatkan daya beli masyarakat. Sementara itu, dari sisi penerimanaan negara, kenaikan target ada pada pajak penghasilan dari Rp935 triliun menjadi Rp1.049 triliun atau naik 12%. Sedangkan PPN yang memotret daya beli masyarakat atau konsumsi turun 1,6% menjadi Rp731 triliun dari Rp742 triliun. 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan revisi atas sejumlah rincian APBN 2023, mulai dari penerimaan hingga Saldo Anggaran Lebih (SAL) per 10 November 2023.  

Hal tersebut sesuai dengan kesimpulan rapat kerja antara Badan Anggaran Dewan perwakilan Rakyat (DPR), Pemerintah, dan Gubernur Bank lndonesia dalam rangka pembahasan laporan realisasi semester I dan prognosis semester II pelaksanaan APBN 2023. 

“Bahwa untuk melakukan penyesuaian pendapatan negara, belanja negara, defisit anggaran, serta pembiayaan anggaran termasuk penggunaan dana Saldo Anggaran Lebih [SAL],” tulis Peraturan Presiden (Perpres) No.75/2023 yang merevisi Perpres No.130/2022. 

Untuk penerimaan perpajakan, Jokowi melakukan revisi terhadap angka dari seluruh komponen. Mulai dari pendapatan dari pajak penghasilan (PPh) hingga cukai minuman bergula dalam kemasan (MBDK).

Pendapatan perpajakan dalam negeri, meliputi pajak dan cukai, terpantau direvisi ke atas, dari Rp1.963,48 triliun menjadi Rp2.045,45 triliun.

Seiring dengan termoderasinya harga komoditas, pendapatan PBB pertambangan diturunkan dari Rp7,21 triliun menjadi Rp5,98 triliun. Hal serupa terjadi untuk pendapatan PBB migas yang turun dari Rp18,6 triliun menjadi Rp15,3 triliun. 

Sementara target penerimaan dari cukai turut direvisi, dari Rp245,45 triliun menjadi Rp227,21 triliun. 

Adapun, Jokowi merevisi pendapatan dari cukai produk plastik dan minuman bergula dalam kemasan (MBDK) menjadi Rp0, dari masing-masing Rp980 miliar dan Rp3,08 triliun. 

Baca Juga : Menerka Arah Pembicaraan Biden dan Xi Jinping 

Meski demikian, total penerimaan perpajakan meningkat Rp97,13 triliun, dari Rp2.021,22 triliun menjadi Rp2.118,35 triliun. Peningkatan tersebut tercermin dari pendapatan PPh yang hampir seluruhnya ditargetkan naik, begitu pula dengan PPN dan PPnBM, kecuali impor. 

Di sisi lain, pemerintah mengerek target penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari Rp441,39 triliun menjadi Rp515,8 triliun. Di mana peningkatan terbesar terjadi untuk kekayaan negara yang dipisahkan (KND), yakni laba dari BUMN, sebelumnya Rp49,1 triliun menjadi Rp81,53 triliun.

Dari sisi belanja, Jokowi melakukan pembaruan untuk belanja pelayanan umum yang meningkat hingga 31,56% dari Rp117,84 triliun menjadi Rp155,04 triliun.  

Sementara untuk belanja program ekonomi lebih tinggi 13,71%, dari Rp137,12  dalam Perpres No. 130/2022 menjadi Rp155,92 triliun dalam beleid teranyar.  

Baca Juga : Menguji Daya Ungkit Paket Kebijakan di Penghujung Tahun 

Alhasil, untuk belanja pemerintah pusat pada bagian anggaran Bendahara Umum Negara (BUN) ikut terkerek naik menjadi Rp405,29 triliun, dari perpres sebelumnya di angka Rp349,29 triliun. 

Pemutakhiran terget belanja juga terjadi untuk anggaran pendidikan melalui belanja pemerintah pusat menjadi Rp624,25 triliun. Anggaran tersebut naik dari rincian sebelumnya yang senilai Rp612,23 triliun. 

Sementara itu, dalam revisi rincian pembiayaan anggaran justru dipangkas menjadi Rp479,93 triliun dari sebelumnya di angka Rp598,15 triliun.

Perubahan terjadi dengan adanya penyesuaian pembiayaan utang yang diturunkan menjadi Rp421,21 triliun dari Rp696,31 triliun, sedangkan SAL naik dari Rp70 triliun menjadi Rp226,88 triliun.(Annasa Rizki Kamalina)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Rinaldi Azka
Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.