RI Jorjoran Gaet Investor Asing di Sektor Kesehatan

Kepemilikan mayoritas saham rumah sakit oleh investor asing dikhawatirkan dapat memengaruhi pelayanan jasa hingga serapan tenaga kesehatan dalam negeri.

Stepanus I Nyoman A. Wahyudi

14 Des 2021 - 14.46
A-
A+
RI Jorjoran Gaet Investor Asing di Sektor Kesehatan

Tenaga medis berkomunikasi menggunakan walkie-talkie saat merawat pasien positif Covid-19 di ruang isolasi Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta, Rabu (13/5/2020)./Antara

Bisnis, JAKARTA — Pemerintah membuka lebar akses investor asing untuk masuk ke sektor kesehatan di Indonesia dengan menetapkan batas atas kepemilikan saham rumah sakit bagi pemodal luar negeri maksimal sebesar 67 persen—70 persen.

Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Yuliot Tanjung menjelaskan batas atas 70 persen tersebut ditujukan untuk investor asing dari kawasan Asean.

Sementara itu, investor asing dari luar Asia Tenggara diberi batas maksimal sebesar 67 persen.

“Bidang usaha lebih terbuka kalau ada pengusaha nasional ingin mengembangkan layanan kesehatan ini justru mereka membuka ruang negosiasi sesuai dengan kemampuan mereka untuk kepemilikan permodalan,” ujarnya melalui sambungan telepon, Senin (13/12/2021). 

Amanat batas atas kepemilikan saham pada sektor kesehatan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2021 Tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. 

Yuliot mengatakan aturan itu memungkinan terjadinya kepemilikan rumah sakit yang fleksibel di antarpelaku usaha dalam negeri dan asing. Dengan demikian, investasi pada bidang kesehatan itu lebih terbuka dan kompetitif. 

“Masyarakat kita yang berobat di Malaysia [dan] Singapura kan cukup banyak. Kalau di dalam negeri bisa tertangani semua mereka tidak perlu berobat keluar negeri sehingga devisa kita tidak habis,” kata dia. 

Tenaga kesehatan mendorong brankar dari ruangan bekas isolasi pasien Covid-19 di Rumah Sakit Aisyiyah, Kudus, Jawa Tengah, Kamis (26/8/2021)./Antara

Di sisi lain, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengundang investor asal Amerika Serikat untuk membangun rumah sakit di Indonesia, dengan harapan dapat memperkuat kualitas dan juga distribusi layanan kesehatan sekunder dalam negeri. 

“Kami ingin mereformasi rumah sakit. Kami ingin memiliki rumah sakit yang cukup dengan distribusi yang bagus tidak seperti sekarang semuanya terkonsentrasi di Jawa,” kata Budi. 

Budi juga berharap investasi asing pada pengadaan rumah sakit itu turut menghadirkan tenaga kesehatan yang handal dari luar negeri. Dengan demikian, kualitas layanan kesehatan sekunder itu dapat terjaga. 

“Sehingga kita tidak perlu ekspor 600.000 orang Indonesia untuk pergi sejumlah negara di kawasan Asean hanya untuk melakukan medical checkup,” kata dia. 

Dia memastikan pemerintah bakal memberikan kemudahan perizinan bagi investor yang tertarik untuk menanamkan modal mereka di bidang kesehatan tersebut. Kemudahan izin itu juga bakal diberikan pada tenaga kesehatan profesional yang ingin bekerja di Indonesia. 

“Kami akan membuka kesempatan bagi rumah sakit asing dan para investor untuk datang, kami akan menyederhanakan perizinannya,” tuturnya. 

BENTUK REGULASI

Merespons pembukaan keran investasi asing di bidang kesehatan itu, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mendorong pemerintah segera membentuk undang-undang sapu jagat atau omnibus law di sektor kesehatan menyusul minimnya minat investor asing menanamkan modal mereka di industri kesehatan dalam negeri. 

Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kesehatan Charles Honoris mengatakan undang-undang sapu jagat itu diperlukan untuk mengakomodasi sejumlah insentif khusus bagi investor di bidang kesehatan yang luput dari perhatian Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker).

“UU Ciptaker belum spesifik membahas industri kesehatan. Kalau ingin segera mentransformasi di bidang kesehatan, pemerintah bisa mengusulkan semacam omnibus law yang berkaitan dengan sektor kesehatan supaya lebih komprehensif dibahas,” kata Charles. 

Nantinya, kata Charles, undang-undang sapu jagat itu dapat merumuskan ulang aturan terkait dengan pendidikan kedokteran, pembangunan rumah sakit, industri alat kesehatan hingga farmasi. 

“Mengapa asing belum investasi di Indonesia? Karena aturannya masih belum bagus terkait dengan insentif bagi pelaku usahannya belum menarik dibandingkan dengan negara-negara lain,” tuturnya. 

Tenaga kesehatan berjaga di ruang IGD Rumah Sakit (RS) Darurat Covid-19 Sekolah Calon Perwira Angkatan Darat (Secapa AD), di Hegarmanah, Bandung, Jawa Barat, Selasa (12/1/2021). Bisnis/Rachman

Pada perkembangan lain, Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) justru mengkhawatirkan kepemilikan mayoritas saham rumah sakit oleh investor asing dapat memengaruhi pelayanan jasa hingga serapan tenaga kesehatan dalam negeri.

Selain itu, ARSSI juga menyoroti potensi dividen dari korporasi kesehatan itu tidak terserap optimal untuk perkembangan sistem kesehatan nasional. 

Sekretaris Jenderal (Sekjen) ARSSI Ichsan Hanafi mengatakan asosiasinya masih mendorong pemerintah untuk menurunkan batas atas kepemilikan saham oleh investor asing itu yang saat ini dipatok di kisaran 67 hingga 70 persen.

Ichsan meminta mayoritas kepemilikan saham itu tetap berada di tangan pelaku usaha dalam negeri. 

“Kami berharap mayoritas saham itu harus dari kita supaya kembalinya ke kita lagi, kita masih ingin mendorong itu,” kata Ichsan. 

Di sisi lain, Ichsan menambahkan, komitmen pemerintah untuk menarik investasi dari luar negeri terkait dengan upaya penambahan kapasitas layanan rumah sakit mesti disertai dengan sejumlah regulasi proteksi yang menguntungkan industri kesehatan dalam negeri. 

Dia mencontohkan, rumah sakit yang sahamnya mayoritas dimiliki oleh investor asing mesti berkomitmen untuk membangun fasilitas layanan kesehatan primer atau sekunder di luar Pulau Jawa.

Selain pembangunan infrastruktur kesehatan itu, investor asing diwajibkan melakukan transfer pengetahuan kepada tenaga kesehatan nasional.

“Rumah sakit-rumah sakit besar [sudah IPO] apakah mereka mau terima pasien jaminan kesehatan nasional [JKN]? Walaupun rumah sakit swasta tidak wajib menerima JKN, paling tidak tenaga-tenaganya harus dari lokal,” tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike D. Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.