Ritel Modern Pastikan Distribusi Minyak Goreng Subsidi

Masyarakat tidak perlu belanja minyak goreng secara berlebihan atau panic buying di ritel modern. Penyebabnya, ketersediaan minyak goreng di gerai ritel modern relatif cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

Stepanus I Nyoman A. Wahyudi & Iim Fathimah Timorria

19 Jan 2022 - 18.30
A-
A+
Ritel Modern Pastikan Distribusi Minyak Goreng Subsidi

Bisnis, JAKARTA — Pelaku usaha memastikan distribusi minyak goreng subsidi seharga Rp14.000 per liter di gerai-gerai ritel modern telah berjalan dengan baik. 

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey mengatakan minyak goreng yang dijual saat ini menggunakan stok yang ada di setiap gerai sembari menunggu pasokan dari distributor dan produsen yang sudah ditunjuk Kementerian Perdagangan. 

“Aprindo tentunya selalu siap mendukung pemerintah menstabilkan harga pangan, termasuk harga minyak goreng saat ini yang bergejolak dan berfluktuasi, sehingga lebih terjangkau yang dapat dibelanjakan oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia,” kata Roy, Rabu (19/1/2022). 

Dia meminta masyarakat untuk tidak perlu belanja minyak goreng secara berlebihan atau panic buying di ritel modern. Penyebabnya, ketersediaan minyak goreng di gerai atau ritel modern relatif cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. 

"Berbelanjalah dengan normal dan wajar sesuai kebutuhan serta tetap [ber]komit[men] dan wajib disiplin melaksanakan protokol kesehatan pada saat ini,” tuturnya. 

Dari sisi korporasi, PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT)—perusahaan pengelola jaringan ritel Alfamart dan Alfamidi—memastikan minyak goreng berbagai kemasan dijual seharga Rp14.000 per liter di seluruh gerai mulai 19 Januari 2022.

"Harga minyak goreng ini merupakan subsidi pemerintah yang bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan rumah tangga serta pelaku UMKM. Jaringan minimarket Alfamart dan Alfamidi di seluruh Indonesia mendukung program pemerintah ini," kata GM PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk Nur Rachman melalui pesan tertulis kepada Bisnis, Rabu (19/1/2022).

Nur Rachman lantas mengimbau agar konsumen melakukan pembelian dalam jumlah wajar, mengingat penyediaan ini hanya untuk pengguna akhir. Dia juga mengatakan pemerintah telah menjamin stok minyak goreng subsidi.

"Konsumen kami imbau untuk membeli sesuai keperluan, agar tujuan satu harga ini bisa tercapai yakni distribusi kepada konsumen akhir secara merata," tambahnya.

Nur Rachman menjelaskan harga tersebut berlaku untuk semua merek dan kemasan minyak goreng. Para peritel juga dipastikan dapat memasok minyak goreng ke toko sesuai dengan kebutuhan. 

Sekadar catatan, pemerintah resmi mengimplementasikan kebijakan minyak goreng satu harga Rp14.000 per liter untuk semua jenis kemasan mulai hari ini, Rabu (19/1/2022). 

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi meminta masyarakat untuk tidak melakukan panic buying atau memborong dalam jumlah besar karena pasokan dipastikan memadai.  

"Saya juga mengimbau masyarakat untuk tidak perlu panic buying atau membeli secara berlebihan karena pemerintah sudah menjamin pasokan dan stok minyak goreng dengan harga Rp14.000 per liter pasti dapat mencukupi kebutuhan seluruh masyarakat," kata Lutfi dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa malam (18/1/2022). 

Lutfi mengatakan pemerintah akan menyiapkan minyak goreng sebanyak 250 juta liter per bulan. Penyediaan itu akan dilakukan selama enam bulan sehingga total pasokan mencapai 1,5 miliar liter. 

Kebijakan satu harga diberlakukan karena pemerintah memberi subsidi atas harga keekonomian dari produsen dan harga di pasaran. 

Lutfi mengatakan anggaran untuk subsidi yang disiapkan mencapai Rp7,6 triliun yang bersumber dari dana pungutan ekspor sawit kelolaan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).  

Dia mengatakan harga Rp14.000 per liter bisa mulai dinikmati konsumen yang berbelanja di ritel modern anggota Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo). Adapun kebijakan satu harga di pasar tradisional akan diterapkan bertahap selambat-lambatnya sepekan sejak kebijakan dimulai. 

PERSIAPAN RAMADAN

Di sisi lain, Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI) meminta pemerintah memastikan kecukupan subsidi untuk minyak goreng menjelang Ramadan, seiring dengan potensi kenaikan permintaan domestik dan ekspor. 

Harga minyak sawit juga diramal masih berpeluang naik.

"Keperluan minyak goreng akan luar biasa, dan dari sekarang mesti kita pikirkan karena bila terlambat saya tidak tahu akan seperti apa kenaikan harga," kata Ketua Umum AIMMI Adi Wisoko dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi VI DPR, Rabu (19/1/2022).

Pemerintah telah menerapkan kebijakan satu harga minyak goreng yang dipatok Rp14.000 per liter untuk berbagai jenis kemasan di seluruh Indonesia. 

Harga yang lebih rendah dari harga normal ini diterapkan karena pemerintah memberikan subsidi atas harga keekonomian produsen dan harga yang ditetapkan. 

Kementerian Perdagangan menyebutkan harga keekonomian minyak goreng, baik premium maupun kemasan sederhana, dipatok Rp17.000 per liter sehingga subsidi yang disiapkan Rp3.000 per liter.

Adapun, alokasi anggaran subsidi yang diberikan pemerintah berjumlah Rp7,6 triliun untuk pengadaan 1,5 miliar liter minyak goreng selama 6 bulan ke depan.

"Meskipun harga sudah ditetapkan Rp14.000 per liter, apakah itu bisa menjangkau konsumsi yang tinggi pada bulan-bulan itu [Ramadan]? Ditambah lagi ada ekstra pembelian dari internasional," kata Adi.

Dia mengemukakan permintaan dari negara-negara berpenduduk mayoritas muslim terhadap minyak goreng ke Indonesia akan meningkat. Oleh karena itu, pemerintah dia sebut perlu menyiapkan antisipasi sedini mungkin.

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indoensia (GIMNI) Sahat Sinaga mengemukakan serapan produk sawit di dalam negeri terus meningkat, meski porsinya tidak mendominasi. 

Sebagian besar produksi produk minyak sawit dipasok untuk memenuhi kebutuhan ekspor.

Pada 2019, persentase konsumsi domestik sekitar 31 persen dari total produksi dan pada 2021 meningkat menjadi 35 persen akibat implementasi kebijakan biodiesel. Serapan dalam negeri diperkirakan naik menjadi 37 persen.

"Kita adalah produsen terbesar di dunia, tetapi tidak bisa menjadi price leader [penentu harga] karena mayoritas produksi kita tidak dikonsumsi oleh domestik," kata Sahat pada kesempatan yang sama.

Sahat mengatakan jika tingkat konsumsi hingga tahun ini masih berkisar 37 persen, akan sulit bagi Indonesia untuk menjadi penentu harga. Mayoritas produksi yang diserap oleh pasar internasional membuat masih sangat tergantung pada situasi global.

Terlepas dari situasi konsumsi domestik yang masih rendah, Sahat memaparkan ekspor sawit terus menunjukkan perkembangan positif. 

Pada 2019, sebanyak 22 persen ekspor merupakan produk hulu dengan nilai tambah rendah dan 78 persen produk hilir bernilai tambah tinggi. Adapun pada 2021, ekspor produk hulu kembali turun menjadi hanya 10 persen dan sisanya merupakan produk hilir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Wike Dita Herlinda

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.