Ruang Penurunan Suku Bunga Kredit Masih Lebar, Bank Bergeming

Rendahnya suku bunga acuan yang berada di level 3,50 persen dalam 10 bulan terakhir, ternyata belum terlaksana di tingkat suku bunga kredit perbankan.

Dionisio Damara & Rika Anggraeni

23 Des 2021 - 17.41
A-
A+
Ruang Penurunan Suku Bunga Kredit Masih Lebar, Bank Bergeming

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memberikan keterangan melalui streaming di Jakarta, Kamis (9/4/2020). Dok. Bank Indonesia

Bisnis, JAKARTA — Hingga menjelang akhir tahun ini, pemangkasan suku bunga kredit industri perbankan masih relatif terbatas, padahal suku bunga acuan Bank Indonesia sudah 10 bulan menyentuh titik terendahnya sepanjang sejarah.

Saat ini, penurunan tingkat suku bunga kredit belum agresif jika dibandingkan dengan pemangkasan suku bunga simpanan, terutama jenis simpanan dana deposito.

Bank Indonesia (BI) dalam laporan analisis perkembangan uang beredar, Kamis (23/12), menyebutkan rata-rata tertimbang suku bunga kredit tercatat sebesar 9,25 persen pada November 2021, turun 5 basis poin (bps) dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

Sementara itu, rerata tertimbang suku bunga simpanan berjangka mengalami penurunan pada seluruh jenis tenor. Suku bunga deposito untuk tenor 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, dan 24 bulan turun menjadi 3,05 persen, 3,29 persen, 3,62 persen, 3,93 persen, dan 4,41 persen.

Sementara itu, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan di pasar uang dan pasar dana, suku bunga pasar uang antarbank (PUAB) overnight dan suku bunga deposito 1 bulan perbankan telah turun, masing-masing 25 bps dan 145 bps sejak November 2020, menjadi 2,79 persen dan 3,05 persen pada November 2021.

Di pasar kredit, penurunan suku bunga dasar kredit (SBDK) perbankan terus berlanjut, diikuti penurunan suku bunga kredit baru pada seluruh kelompok bank, kecuali bank pembangunan daerah (BPD).

Perry mengungkapkan bahwa penurunan suku bunga kredit yang jauh lebih rendah daripada suku bunga deposito perbankan menyebabkan jarak antara suku bunga kredit dan deposito terus melebar. Margin bunga bersih perbankan pun terus mengalami peningkatan.

“Oleh karena itu, Bank Indonesia memandang bahwa ruang bagi perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit masih cukup lebar,” ujar Perry.

Sejumlah kondisi sebenarnya bisa menjadi momentum bagi bank untuk menyesuaikan kembali tingkat suku bunga kreditnya. Semisal, rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) perbankan pada Oktober tetap tinggi di level 25,30 persen.

Adapun, rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) tetap terjaga, yakni 3,22 persen bruto dan 1,02 persen neto. Intermediasi perbankan juga terus membaik dengan pertumbuhan kredit sebesar 4,73 persen pada November 2021.

Pertumbuhan kredit bahkan merata pada semua jenis penggunaan, baik itu kredit modal kerja, kredit investasi, maupun konsumsi. Masing-masing membukukan peningkatan sebesar 5,38 persen yoy, 4,30 persen yoy, dan 4,11 persen yoy.

Dari sisi sektoral, pertumbuhan kredit juga lebih broad based di hampir seluruh sektor perekonomian dan UMKM, sehingga mengindikasikan meningkatnya permintaan kredit sejalan dengan pemulihan aktivitas dunia usaha.

Oleh karena itu, suku bunga yang semakin murah dan permintaan kredit yang terus menanjak diharapkan dapat menjadi modal baik untuk mengakselerasi pemulihan serta kebangkitan ekonomi nasional.

Menanggapi hal itu, PT Bank Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Barat dan Banten Tbk. (BJBR) atau Bank BJB menyampaikan suku bunga kredit perseroan akan mengikuti arah kondisi pasar.

“Karena jika tidak mengikuti, katakanlah, apabila tren sedang turun, lalu kami tidak menurunkan tentu akan berdampak terhadap daya saing produk kami di pasar,” ujar Corporate Secretary Bank BJB Widi Hartoto saat dihubungi Bisnis, Kamis (23/12).

Widi menjelaskan, penurunan suku bunga Bank BJB sangat beragam di setiap produk. Namun, SBDK Bank BJB dalam satu tahun terakhir pada segmen konsumer dan ritel sudah menurun sekitar 110 hingga 130 basis point (bps).

Penurunan suku bunga ini diimbangi oleh penghematan biaya dana sebesar 110 bps dalam satu tahun terakhir.

Menurut Widi, di tengah masa pemulihan ekonomi, penyesuaian suku bunga kredit terdapat tantangan tersendiri, terutama dalam hal risiko yang menjadi salah satu komponen dalam penetapan pricing kredit.

“Kita tahu risiko atas dampak pandemi masih ada, LAR [loan at risk] perbankan masih tinggi, belum seluruh sektor pulih sehingga bank pun harus tetap prudent, harus tetap hati-hati,” jelasnya.

Artinya, dengan adanya pandemi Covid-19, membuat Bank BJB harus tetap berhati-hati dalam menetapkan harga kredit. Salah satunya melalui penetapan besaran premi risiko yang masuk ke dalam komponen suku bunga kredit.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Emanuel Berkah Caesario

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.