Rusia Minta Pembayaran Gas dengan Rubel, Menyimpang dari Kontrak

Presiden Rusia Vladimir Putin pada Kamis (31/03/2022) menyatakan negara-negara yang membeli gas dari negara itu harus membayarnya dengan rubel. Langkah Putin itu merupakan upaya untuk mendongkrak nilai rubel yang anjlok setelah Rusia menginvasi Ukraina sejak Februari lalu.

M. Syahran W. Lubis

31 Mar 2022 - 23.36
A-
A+
Rusia Minta Pembayaran Gas dengan Rubel, Menyimpang dari Kontrak

Instalasi pengolahan gas Rusia./GIS Reports

Bisnis, JAKARTA – Rusia mengatakan kepada negara-negara asing yang "tidak bersahabat" bahwa mereka harus mulai membayar gas dalam rubel atau akan pasokan akan dipangkas.

Presiden Rusia Vladimir Putin telah menandatangani dekrit yang menyatakan pembeli "harus membuka rekening rubel di bank Rusia" mulai Jumat (01/04/2022).

"Tidak ada yang menjual apa pun kepada kami secara gratis dan kami juga tidak akan melakukan amal, kontrak yang ada akan dihentikan [jika tak membayar dalam rubel]," kata Putin seperti ditulis BBC pada Kamis (31/03/2022).

Permintaan Putin dipandang sebagai upaya untuk meningkatkan nilai rubel, yang telah terkena sanksi Barat. Perusahaan dan pemerintah Barat menolak tuntutan Rusia untuk membayar gas dalam rubel dan memandang hal itu sebagai pelanggaran kontrak, yang ditetapkan dalam euro atau dolar AS.


Sejak Rusia menginvasi Ukraina, negara-negara Barat mengeluarkan sanksi ekonomi dan perdagangan terhadap Rusia, tetapi Uni Eropa tidak melarang minyak atau gas, tidak seperti Amerika Serikat dan Kanada, karena negara-negara anggota UE sangat bergantung pada pasokan Rusia.

UE mendapatkan sekitar 40% gasnya dan 30% minyaknya dari Rusia dan tidak memiliki pengganti yang mudah kalau pasokannya terganggu. Sementara itu, Rusia saat ini mendapat 400 juta euro per hari dari penjualan gas ke UE dan tidak memiliki cara untuk mengalihkan pasokan itu ke pasar lain.

Putin mengatakan peralihan ke rubel dimaksudkan untuk memperkuat kedaulatan Rusia dan akan mematuhi kewajibannya pada semua kontrak, apabila negara-negara Barat mewajibkan.

Jerman mengatakan perubahan yang diumumkan oleh Putin sama dengan "pemerasan". Pada konferensi pers, Menteri Ekonomi Jerman Robert Habeck mengatakan dia belum melihat dekrit baru yang ditandatangani Putin.

"Berkenaan dengan ancaman, permintaan, atau pertimbangan, orang tidak tahu harus menyebutnya apa lagi, harus dibayar dalam rubel, sangat penting bagi kami bahwa kontrak dihormati," kata Habeck.

Secara terpisah, Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan perusahaan Jerman akan terus membayar gas Rusia menggunakan euro sebagaimana diatur dalam kontrak.

Perintah yang ditandatangani Putin berarti pembeli asing gas Rusia harus membuka rekening di Gazprombank dan mentransfer euro atau dolar AS ke dalamnya. Gazprombank kemudian akan mengubahnya menjadi rubel dan mentransfernya ke Gazprom.

Menteri ekonomi Prancis Bruno Le Maire menolak mengomentari perincian teknis terkait dengan tuntutan Rusia terbaru untuk pembayaran rubel.

Analis mengatakan membuat negara membayar dalam rubel untuk gas akan mendukung mata uang negara itu, yang turun tajam setelah invasi, tetapi kini mulai pulih.

Pengumuman itu muncul setelah Moskwa tampaknya melunakkan sikapnya pada Rabu (30/03/2022) atas tuntutan pembayaran rubel, dengan mengatakan langkah itu akan diperkenalkan secara bertahap.

Dalam persiapan untuk gangguan pasokan gas, Jerman dan Austria telah memicu rencana darurat di tengah perselisihan pembayaran dengan Rusia.

Jerman, yang mendapat sekitar setengah gas dan sepertiga minyaknya dari Rusia, mendesak warga dan perusahaannya untuk mengurangi konsumsi demi mengantisipasi kemungkinan kekurangan pasokan. Austria, yang mengimpor sekitar 40% gasnya dari Rusia, memperketat pengawasan pasar.

Di bawah rencana darurat gas, "fase peringatan dini", yang telah dimulai oleh Jerman dan Austria, adalah yang pertama dari tiga langkah yang dirancang untuk mempersiapkan negara itu terhadap potensi kekurangan pasokan. Pada tahap akhir, pemerintah akan menerapkan penjatahan gas.

Bulgaria, yang mendapatkan 90% gasnya melalui impor dari perusahaan Rusia Gazprom, membuka tender untuk pengeboran bawah tanah sebagai bagian dari rencana untuk melipatgandakan kapasitas penyimpanan gas negara itu dan bersiap untuk mengantisipasi gangguan pasokan.

Sementara itu, Inggris tak akan terkena dampak langsung oleh gangguan pasokan, karena gas dari Rusia tak sampai 5% dari total impor. Inggris akan terpengaruh oleh kenaikan harga di pasar global karena permintaan di Eropa meningkat. Pemerintah Inggris tak berencana membayar gas Rusia dalam rubel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: M. Syahran W. Lubis

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.