Selangkah Menuju Titik Balik Industri Pertekstilan

Pembalikan kinerja industri tekstil dan produk tekstil (TPT)—yang notabene sektor manufaktur terboncos selama pandemi—diharapkan terakselerasi pada kuartal IV/2021. Salah satu sentimen pendorongnya adalah beleid bea masuk tindak pengamanan (BMTP) garmen yang akan disahkan pada bulan ini.

Reni Lestari

2 Sep 2021 - 17.42
A-
A+
Selangkah Menuju Titik Balik Industri Pertekstilan

Pekerja perempuan memproduksi alat pelindung diri sebuah perusahaan garmen saat kunjungan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah di Jakarta, Rabu (1/7/2020)./ANTARA FOTO-M Risyal Hidayat

Bisnis, JAKARTA — Setelah menjadi satu-satunya sektor manufaktur yang kinerjanya terkontraksi pada kuartal II/2021, industri tekstil dan produk tekstil mulai menemukan titik terang perbaikan sejalan dengan terurainya masalah kelangkaan kontainer.

Direktur Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki Kementerian Perindustrian Elis Masitoh optimistis industri tektil dan produk tekstil (TPT) dapat membalikkan kinerja pada kuartal IV/2021.

Pada kuartal II/2021, performa sektor tekstil dan pakaian jadi minus 4,54% secara year on year (yoy), tetapi tumbuh 0,43% secara quarter to quarter (qtq).

"Proyeksi kinerja industri TPT sampai akhir tahun ini positif, karena untuk kuartal II/2021 secara qtq sudah positif. Kami berharap untuk yoy sampai akhir tahun ini juga bisa positif," katanya kepada Bisnis, Kamis (2/9/2021).

Salah satu faktor pendorong optimisme tersebut, kata Elis, adalah mulai terurainya sejumlah kendala yang selama ini mengganggu kinerja sektor TPT.

Isu kelangkaan kontainer dan mahalnya biaya pengapalan perlahan membaik meski belum sepenuhnya pulih.

Selain itu, lanjutnya, permintaan di dalam negeri juga dinilai akan terkerek pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) karena pasar kain dan aktivitas pusat perbelanjaan sudah mulai dibuka.

"Serta rencana anak sekolah masuk sekolah juga telah dimulai juga [karena erat kaitannya dengan permintaan seragam sekolah]," lanjutnya.

Menurutnya, hal-hal tersebut akan memberikan dampak positif pada permintaan di industri TPT yang mulai beroperasi penuh.

"Beroperasi penuhnya industri TPT tetap dengan penerapan protokol kesehatan [prokes] yang ketat dan mengimplementasikan aplikasi PeduliLindungi," ujar Elis.  

SAFEGUARD GARMEN

Pada perkembangan lain, pembahasan pemberlakuan bea masuk tindak pengamanan (BMTP) atau safeguard terhadap produk garmen dikatakan hampir menuju tahapan finalisasi.

Elis mengugkapkan seluruh kementerian dan lembaga sudah mencapai kata sepakat mengenai wacana pengenaan instrumen trade remedies sektor TPT itu. Pembahasan tinggal menunggu satu kali rapat pleno sebelum beleid safeguard garmen diteken.

"Untuk safeguard garmen target kami adalah bulan ini sudah keluar peraturannya," tuturnya.

Untuk diketahui, besaran safeguard yang diusulkan Kemenperin bervariasi sesuai dengan segmentasi produk garmen.

Namun, besaran BMTP tersebut telah mengacu pada paritas antara produk impor dan lokal, serta mempertimbangkan aspek industri ritel dan daya beli masyarakat.

Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Rizal Tanzil Rakhman optimistis penerapan safeguard bakal menjadi stimulan utama pemulihan kinerja industri TPT pada kuartal IV/2021.

"Minimal [pemulihan] bisa dimulai dari kuartal terakhir, dengan begitu mempercepat tahapan pemulihan. Namun, kalau belum juga direalisasikan, jadi terseok-seok terus ya," katanya.

Rizal memperkirakan utilisasi pabrikan TPT akan berada di atas 50% sampai dengan akhir tahun. Dia berharap penanganan pandemi segera membaik dan PPKM kembali dilonggarkan, terutama untuk bisnis esensial.

"Mudah-mudahan tidak ada gelombang ketiga ya. Pengalaman dari tahun sebelumnya, fluktuasinya sangat unpredictable," ujarnya.

Dihubungi secara terpisah, Sekretaris Jenderal Asosiasi Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta sepakat safeguard garmen merupakan bantalan aturan untuk melindungi pasar dalam negeri dari serbuan impor.

"Jadi kalau ekspor terkendala, mau tidak mau, pasar domestik harus jadi tumpuan," katanya.

IMPOR ILEGAL

Redma pun mengeluhkan masih maraknya impor ilegal melalui pelabuhan-pelabuhan kecil. Akibat biaya yang impor mahal dan kapasitas kontainer tengah terbatas, pengiriman di luar prosedur resmi menjadi pilihan.

Meskipun diangkut dengan kapal-kapal kayu, volumenya bisa melebihi satu kontainer dan menjadi ancaman bagi industri lokal.

Menurutnya, kendala ini akan membebani kinerja industri tekstil di kuartal III/2021—IV/2021. Kecuali masalah tersebut dapat diatasi, pertumbuhan industri akan menjadi positif di sisa tahun ini.

"Kalau itu tidak bisa di-handle, susah untuk positif pada kuartal III dan IV," ujarnya. 

Di lain sisi, Redma menjabarkan utilisasi industri RPR berada di angka 65% pada awal kuartal III/2021. Dia memperkirakan utilisasi hingga akhir kuartal ini dapat terkerek hingga 70%.

Kegiatan produksi di pabrik garmen./Bisnis

Redma pun berharap pada penerapan safeguard garmen untuk pertumbuhan kinerja pada sisa tahun ini.

"Kalau pasar lokal bisa diberikan untuk prioritas produk lokal, saya kira sih utilisasi bisa naik sampai 80%, pertumbuhan juga sudah bisa positif di kuartal III ini," katanya.

Dia juga mengatakan pemulihan pada tahun depan masih tidak pasti dan akan sangat bergantung pada kondisi pandemi.

Jika pandemi terkendali, kelangkaan kontainer melonggar, dan biaya pengapalan menurun; kinerja industri tekstil bisa terdongkrak.

Redma juga menyambut baik insentif yang diluncurkan Kementerian Perindustrian berupa restrukturisasi peralatan pada industri penyempurnaan dan pencetakan kain.

Menurutnya, insentif tersebut, dibarengi dengan perlindungan pasar domestik, dapat mendukung pertumbuhan yang positif.

Insentif tersebut berupa penggantian atau reimburse potongan harga senilai 10% dari total investasi mesin impor, atau 25% untuk peralatan produksi dalam negeri.

Adapun, alokasi anggaran yang tersedia pada 2021 adalah sebesar Rp3 miliar dengan target minimal enam perusahan. Target perusahaan akan diperbanyak jika anggaran bertambah.

"[Insentif] Itu akan sangat membantu, terutama untuk demand lokal. Karena ada bottleneck khususnya di dye and finishing, yang secara kapasitas harus diurai," ujarnya.

Program restrukturisasi mesin menyasar pada industri pencetakan kain yang merupakan bagian terlemah dalam struktur industri TPT, sekaligus memperkuat kapasitas produksi untuk mencapai target subtitusi impor 35% pada 2022. 

INSENTIF TAMBAHAN

Dari kaca mata ekonom, Direktur Ekesekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai industri TPT membutuhkan insentif tambahan untuk mengejar ketertinggalan dari sektor lain di industri manufaktur.

Insentif seperti keringanan pengadaan mesin dan teknologi industri dapat meningkatkan daya saing. Selain itu, Tauhid juga memandang industri tekstil masih memerlukan bantuan pembiayaan.

"Saya rasa kalau tidak ada dukungan pembiayaan juga susah. Selama masa Covid-19 ini [industri tekstil] termasuk yang paling menderita," ujarnya.

Selain itu, dia juga berpendapat perlu adanya intervensi untuk memprioritaskan produk lokal pada platform belanja online.

Dia pun berpendapat implementasi safeguard garmen tidak akan serta-merta mendongkrak kinerja industri TPT sepanjang sisa tahun ini.

"Saya lihat ada pengaruhnya, tetapi masih relatif kecil. Memang akan meningkatkan kinerja di industri tekstil, tapi mungking peningkatannya tidak cepat," katanya.

Meski demikian, dia mengatakan arah kebijakan sudah benar. Namun, di tengah daya beli dalam negeri yang masih lesu dan aktivitas ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, dampaknya terhadap perbaikan kinerja belum akan dirasakan dalam jangka pendek.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.