Semarak Bursa Tak Padam, IHSG Diproyeksi Tembus 7.600 pada 2022

Bursa Efek Indonesia diproyeksi bakal tetap ramai dengan emiten-emiten baru yang dapat mendukung gerak IHSG untuk terus menguat.

Annisa Kurniasari Saumi, Dwi Nicken Tari & Rinaldi Mohammad Azka

7 Des 2021 - 21.27
A-
A+
Semarak Bursa Tak Padam, IHSG Diproyeksi Tembus 7.600 pada 2022

Karyawan beraktifitas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (9/9/2020). Bisnis - Abdurachman

Bisnis, JAKARTA - Semarak yang terjadi di pasar modal Indonesia diproyeksi bakal terus berlanjut pada tahun depan. Indeks harga saham gabungan (IHSG) pun diproyeksi melesat cukup signifikan.

Bahkan PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) cukup optimistis IHSG dapat menyentuh level 7.600 pada 2022. Apalagi tren IHSG jelang penutupan tahun ini cukup positif.

IHSG masih mampu menguat 0,85 persen menjadi 6.602,56 pada penutupan perdagangan hari ini, Selasa (7/12/2021). Senior Portfolio Manager Equity MAMI, Samuel Kesuma, mengatakan penguatan IHSG masih akan berlanjut pada tahun depan terutama apabila penanganan pandemi terus berjalan dengan baik.

“IHSG akan mengejar gap dengan bursa-bursa saham lain [yang sudah menguat duluan] apabila penanganan pandemi dipertahankan baik seperti sekarang,” kata Samuel dalam acara Market Outlook bersama MAMI, Selasa (7/12/2021).

Selain itu, kenaikan IHSG juga tak lepas dari aliran modal asing (foreign capital inflow) yang deras masuk ke pasar saham sejak Oktober 2021. Adapun, aksi beli bersih atau net buy dari investor asing terjadi melihat penambahan kasus positif Covid-19 yang rendah di Indonesia dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara.

Selain sentimen pandemi, laporan keuangan emiten di Indonesia yang cukup baik pada tahun ini juga mengonfirmasi terjadinya pemulihan ekonomi. Berdasarkan konsensus, pertumbuhan profitabilitas perusahaan tercatat bakal tumbuh 30 persen tahun ini sebelum ternormalisasi menjadi 12 persen pada 2022.

Meski demikian, pertumbuhan earnings itu jauh lebih baik dibandingkan posisi terendah pada 2020 yang sebesar -24 persen. Adapun, profitabilitas emiten terpukul pada 2020 karena pandemi yang baru melanda dunia membawa ketidakpastian tinggi.

Selanjutnya, prospek perusahaan teknologi yang akan masuk ke pasar saham lewat penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) juga dipastikan menambah semarak pasar saham pada tahun depan. Adapun, beberapa IPO perusahaan unikorn telah membuat kontribusi sektor teknologi ke IHSG meningkat hingga 8 persen tahun ini, begitu pula saham-saham dari sektor ekonomi hijau.

Sedangkan porsi dari emiten sektor konvensional di IHSG turun menjadi 60 persen pada 2021 dari 70 persen pada 2020. “Ini bagus karena radar investor di seluruh dunia sedang mengarah ke jangka panjang, yaitu di penetrasi digital dan saham-saham berbasis ESG,” kata Samuel.

 

 

Penuh Tantangan

Senada dengan MAMI, Mirae Asset Sekuritas memperkirakan IHSG dapat menyentuh level 7.600 pada 2022. Hal itu didukung oleh pertumbuhan pendapatan yang berkelanjutan dan preferensi investor untuk kelas aset ekuitas pasar negara berkembang.

Kepala Riset Mirae Sekuritas, Hariyanto Wijaya, dalam risetnya mengatakan aliran masuk investor asing ke pasar saham Indonesia kemungkinan akan berlanjut pada 2022. "Sebagai negara dengan eksposur ekspor komoditas yang besar, Indonesia menikmati nilai ekspor yang lebih tinggi selama siklus naik komoditas, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi dan pendapatan yang lebih tinggi," kata Hariyanto, Selasa (7/12/2021).

Secara historis, kata dia, inflow asing ke ekuitas Indonesia meningkat ketika harga komoditas lebih tinggi seperti yang ditunjukkan selama 2013-2014 dan 2020-2021. Dia pun menilai dampak positif dari harga CPO yang menguntungkan akan dimulai pada 2022.

Hal itu terjadi ketika para petani kecil perkebunan CPO cenderung meningkatkan tabungan mereka pada 2021, dan mulai membelanjakan uang mereka pada 2022. Total simpanan dan simpanan dalam sistem perbankan Indonesia meningkat sekitar Rp602 triliun selama pandemi, yang akan meningkatkan pengeluaran ketika kepercayaan konsumen Indonesia pulih.

Sementara itu, normalisasi kebijakan moneter Federal Reserve (the Fed) menurutnya memiliki dampak yang relatif terbatas terhadap IHSG. "Untuk memerangi inflasi yang sangat tinggi, the Fed kemungkinan akan mempercepat jadwal pengurangan pembelian obligasi bulanan dan menaikkan suku bunga Fed-nya. Belajar dari kebijakan pengetatan terakhir pada 2015-2019, IHSG mampu outperform yang dipimpin oleh sektor perbankan," ucapnya.

Adapun untuk saham pilihan, Mirae Sekuritas memilih dua bank sebagai top picks, yaitu BMRI dan BBRI, serta perusahaan tambang batu bara ADRO ke pilihan utamanya. Ketiga saham ini menggantikan BSDE, DMAS, dan AALI.

"Pilihan utama kami condong ke bank, retailer kelas atas, dan pertambangan batu bara, yang membuka jalan bagi BBNI, BMRI, BBRI, BTPS, BJTM, MAPA, ADRO, dan ITMG," ujar dia.

Sementara itu, Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan masih optimistis tren pemulihan ekonomi usai Covid-19 masih akan berlanjut pada 2022. Dengan asumsi tersebut, diaa memperkirakan kinerja emiten bakal mengalami pertumbuhan. Hal itu pun bakal menjadi katalis penguatan bagi harga sahamnya.

Selain itu, tren penggalangan dana oleh perusahaan melalui jalur IPO diyakini kian menarik pada 2022 seiring dengan suksesnya sejumlah perusahaan go public pada 2021. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan hingga 16 November 2021 terdapat 40 perusahaan yang melakukan IPO di BEI. Total penggalangan dana IPO tersebut senilai Rp50 triliun.

Total dana tersebut meningkat tajam dibandingkan dengan sepanjang 2020 yang sukses mengantarkan 48 perusahaan IPO, tetapi perusahaan tersebut hanya meraup dana Rp6,07 triliun. BEI mencatat hingga 16 Agustus 2021, total emiten telah mencapai 740 perusahaan dan diperkirakan bertambah menjadi 764 emiten pada akhir tahun.

Di sisi lain, ketidakpastian ekonomi nasional dan global menjadi tantangan perusahaan melakukan IPO di antaranya ancaman varian baru Covid-19, percepatan tapering off the Fed, dan kenaikan suku bunga AS.

"Tantangan tahun 2022 yang paling besar saya lihat adalah pelaksanaan tapering dan kenaikan suku bunga The Fed. Kondisi ini tentu akan memaksa adanya kenaikan tingkat suku bunga dalam negeri," ujarnya kepada Bisnis, Selasa (7/12/2021).

Selain tappering dan kenaikan suku bunga the Fed, tantangan bagi IHSG masih akan muncul seiring membaiknya perekonomian global, konflik perang dagang bisa akan kembali muncul, dan beberapa permasalahan/konflik geopolitik.

Meski begitu, dia masih merekomendasikan sejumlah emiten pada 2022 mendatang, yakni first liner diisi oleh BBRI, ASII, BSDE, TLKM, INKP, INDF, UNTR, dan PGAS. Saham-saham second liner pilihannya yakni ERAA, BBKP, KRAS, dan ITMG. Adapun, saham third liner terdiri dari SMDR, BMTR, dan ISSP. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Febrina Ratna Iskana

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.