Skenario Terburuk Atasi Lonjakan Subsidi Energi Disiapkan

Dengan kenaikan asumsi harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) dalam APBN 2022 dari US$63 per barel menjadi US$100 per barel telah membuat subsidi energi membengkak menjadi Rp502 triliun.

Ibeth Nurbaiti

27 Jul 2022 - 18.00
A-
A+
Skenario Terburuk Atasi Lonjakan Subsidi Energi Disiapkan

Bisnis, JAKARTA — Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyiapkan sejumlah skenario mulai dari level normal hingga terburuk (worst case scenario) untuk mengantisipasi terjadinya lonjakan subsidi energi jika harga minyak mentah dunia terus melonjak.

Dengan kenaikan asumsi harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) dalam APBN 2022 dari US$63 per barel menjadi US$100 per barel telah membuat subsidi energi membengkak menjadi Rp502 triliun. 

Apalagi, jika harga minyak mentah dunia terus melonjak hingga US$200 per barel, tentu dampaknya akan makin besar lagi. Anggaran subsidi yang harus dibayarkan pemerintah kepada PT Pertamina (Persero) dan PT PLN (Persero) untuk menahan selisih antara harga jual eceran (HJE) dan harga keekonomian BBM, listrik, dan gas LPG 3 kg dapat dipastikan ikut bertambah.

Baca juga: Pemerintah Beri Sinyal Bakal Hapus Subsidi BBM

“Proyeksi saat ini kan [ICP] 100 dolar AS per barel. Kita sudah siapkan strategi jika memang sampai worst case harga minyak capai 200 dolar AS per barel. Kalau sampai 200 dolar AS per barel, maka [subsidi] Rp200 sekian triliun itu kalikan saja. Nah ini yang harus diantisipasi. Untuk itu kita harus tepat sasaran,” kata Menteri ESDM Arifin Tasrif, Rabu (27/7/2022).

Yang jelas, pemerintah tetap memastikan untuk bisa menjaga pasokan bahan bakar minyak (BBM) subsidi dan penugasan, yaitu Pertalite dan Solar subsidi agar bisa disalurkan tepat sasaran guna mencegah melambungnya anggaran subsidi energi.

Baca juga: Konsumsi Migas Indonesia Makin Tinggi di Pusaran Energi Bersih

Salah satu strateginya dengan melakukan pembatasan pembelian Pertalite dan Solar subsidi, yang bakal berlaku efektif bulan depan. Selain menjaga pasokan dengan pembatasan pembelian, pemerintah juga akan menerapkan aturan dalam revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak yang akan terbit Agustus mendatang. Revisi perpres juga mencakup soal petunjuk teknis pembelian Pertalite.

“Insyaalah [revisi perpres] diterbitkan Agustus. Kita harus kerja cepat ini, item-itemnya sudah ada,” ujar Arifin. 


Kendati tidak menjelaskan item yang akan tertuang dalam revisi perpres tersebut, Arifin mengungkapkan bahwa kementeriannya telah mengantongi izin prakarsa untuk menginisiasi perbaikan atau revisi peraturan sebelumnya dengan penyesuaian atas kondisi tertentu.

Selain itu, dia membeberkan, pemerintah juga berencana menambah kuota tambahan BBM bersubsidi pada paruh kedua tahun ini apabila terjadi kelebihan konsumsi di tengah masyarakat.

Namun demikian, penyaluran BBM subsidi secara tepat sasaran menjadi solusi yang efektif untuk menekan beban keuangan negara akibat kenaikan harga minyak mentah yang membuat harga BBM maupun LPG di pasaran juga terkerek naik.

Kalau tidak dilakukan pengendalian konsumsi, seperti catatan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), kuota BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar bakal habis pada Oktober 2022, dengan tingkat rata-rata konsumsi masyarakat di kisaran 10 persen setiap harinya.

Baca juga: Fakta di Balik Airlangga Ajak JBIC Investasi di Blok Masela

Per 20 Juni 2022 saja, realisasi konsumsi Solar sudah mencapai 51,24 persen dari kuota yang ditetapkan sebesar 15,10 juta kiloliter (KL) pada APBN 2022. Seturut, realisasi penyaluran Pertalite sudah mencapai 13,26 juta KL atau sebesar 57,56 persen dari kuota yang dipatok dalam APBN 2022 di angka 23,05 juta KL.

Di sisi lain, pemerintah tetap akan mempertahankan harga jual BBM nonsubsidi jenis Pertamax meskipun nantinya akan ada pembatasan untuk Pertalite dan Solar. “Pertamax itu kan sebetulnya nggak masuk di dalam yang diatur. Tapi saat ini kami memahami daya beli, untuk sementara ini memang masih dipertahankan. Tapi kita lihatlah perkembangannya,” tutur Arifin.

Sebelumnya, Pertamina telah memperluas cakupan pendataan untuk kendaraan yang akan menggunakan BBM subsidi hingga 50 kota/kabupaten. Nantinya, pendataan ini juga dilakukan untuk wilayah Jabodetabek.

Dikutip dari laman subsiditepat.mypertamina.id, pendaftaran untuk wilayah Jabodetabek yang diprioritaskan pada pengguna yang berdomisili atau berencana bepergian ke wilayah Kota Jakarta Timur, Kota Bogor, Kota Tangerang dan Kabupaten Bekasi.

Baca juga: Menimbang Dampak Kenaikan Harga BBM, Subsidi Jalan Terus?

Secara keseluruhan hingga 23 Juli 2022, Pertamina mencatat jumlah kendaraan yang mendaftar pada aplikasi MyPertamina telah mencapai lebih dari 220.000 unit. Dari sejumlah kendaraan yang terdaftar, mayoritas mengonsumsi BBM subsidi jenis Pertalite.

Masyarakat yang ingin mendaftarkan kendaraannya pada Program Subsidi Tepat tersebut juga tidak hanya terbatas pada kota/kabupaten yang memang secara resmi telah dibuka periode pendaftarannya, tetapi dari seluruh provinsi di Indonesia. (Muhammad Ridwan/Nyoman Ary Wahyudi)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Ibeth Nurbaiti
Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.