Sri Mulyani Prediksi Ekonomi 2021 Tumbuh 4%

Jika terealisasi, ekonomi secara keseluruhan tahun ini rebound setelah tahun lalu terkontraksi 2,07%. Perkiraan Sri Mulyani lebih tinggi dari proyeksi terbaru IMF yang menyebutkan produk domestik bruto Indonesia mungkin hanya tumbuh 3,2% tahun ini.

Dany Saputra

25 Okt 2021 - 16.59
A-
A+
Sri Mulyani Prediksi Ekonomi 2021 Tumbuh 4%

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan rancangan APBN 2021 dalam konferensi pers virtual, Selasa (1/12/2020)./Kementerian Keuangan

Bisnis, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini 4%, berada di tengah rentang target 3,7%-4,5%, seiring dengan dinamika ekonomi di beberapa negara utama dunia yang dapat memberi efek rambatan ke Indonesia.

Jika terealisasi, ekonomi secara keseluruhan tahun ini rebound setelah tahun lalu terkontraksi 2,07%. Perkiraan Sri Mulyani lebih tinggi dari proyeksi terbaru IMF yang menyebutkan produk domestik bruto Indonesia mungkin hanya tumbuh 3,2% tahun ini.

Sementara itu, khusus untuk kuartal III/2021, dia memprediksi PDB naik 4,3% (year on year), lebih lambat dari kuartal sebelumnya yang mencapai 7,07% yoy karena pengaruh Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) untuk mengendalikan penyebaran virus corona varian delta.

Meskipun demikian, ekspor yang bangkit pada Juli-September mampu mengurangi perlambatan.

"Kuartal IV/2021 akan tetap berpotensi rebound, namun mungkin lebih normal," ujar Sri Mulyani, Senin (25/10/2021).

Dia mengingatkan untuk tetap waspada pada risiko dari dinamika global, khususnya di Amerika Serikat, Eropa, dan China, yang dapat memengaruhi ekonomi kuartal IV/2021 dan tahun depan.

Menurutnya, pengurangan pembelian obligasi (tapering off) oleh the Fed dan kenaikan suku bunga Fed funds rate (FFR), debt ceiling yang belum disepakati Kongres dan pemerintahan Presiden Joe Biden, perlu diwaspadai.

Kedua, isu perekonomian di negara-negara kawasan Eropa, seperti risiko tapering yang dipicu oleh lonjakan inflasi dan krisis energi, serta dampak Brexit pada kekurangan tenaga kerja dan gangguan suplai, juga harus dicermati.

Ketiga, isu perekonomian China yang dipicu oleh risiko gagal bayar perusahaan Evergrande dan perlambatan ekonomi negara itu pada jangka menengah, patut disoroti.

Keempat, fluktuasi harga komoditas, disrupsi suplai, dan stagflasi, harus terus dipantau. Risiko ini terdiri atas kombinasi gangguan rantai pasok global, seperti kenaikan harga komoditas energi akibat krisis dan persiapan musim dingin; kelangkaan input, kenaikan upah dan biaya pengapalan; serta kenaikan harga di tingkat produsen dan risiko stagflasi.

Sri menyebutkan potensi transmisi dampak pada perekonomian nasional dapat berupa peningkatan volatilitas di pasar keuangan yang bisa diterjemahkan ke nilai tukar, suku bunga, imbal hasil (yield) surat berharga negara (SBN) dan indeks harga saham.

Di sektor riil, efek rambatan bisa terjadi dalam bentuk gangguan rantai pasok manufaktur dalam negeri dan penurunan permintaan ekspor Indonesia oleh mitra dagang seperti AS dan China. Belum lagi potensi inflasi impor dalam bentuk kenaikan harga komoditas energi dan pangan yang bisa mendorong kenaikan inflasi dan subsidi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Editor: Sri Mas Sari

Anda harus login untuk mengomentari artikel ini

Total 0 Komentar

Kembali ke Atas
BIG MEDIA
Jalan K.H. Mas Mansyur No. 12AKaret Tengsin - Jakarta Pusat 10220
© Copyright 2024, Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang.